Bagi seorang remaja yang telah memasuki masa pubertas atau akil baligh, memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis adalah sebuah hal yang wajar. Ketertarikan biasanya diawali dengan adanya keinginan untuk diperhatikan oleh lawan jenis yang bukan anggota keluarga kita. Dibarengi dengan adanya interaksi secara intensif oleh laki-laki maupun perempuan dalam lingkungan pergaulan mereka, kedua hal tadi akan mendorong munculnya rasa untuk saling memiliki dalam sebuah ikatan fana, yaitu pacaran.

Pacaran adalah sebuah bukti nyata dari ketidakbijaksanaan anak muda dalam mengelola perasaan yang dimilikinya. Memang tidak salah untuk berteman dengan lawan jenis kita, tetapi penafsiran yang salah tentang perasaan yang kita miliki serta ekspektasi yang melambung tinggi biasanya akan berujung pada kekecewaan dan patah hati. Tidak sedikit remaja yang habis patah hati akan galau secara berlarut-larut bagaikan dunianya hancur, dan dirinya tidak lagi berharga. Sebuah pertanyaan kemudian muncul, Apakah patah hati memang selalu berdampak negatif untuk diri kita?

Awal dari Pendewasaan Diri

Patah hati biasanya meninggalkan trauma yang cukup membekas di hati kita. Tak jarang, seseorang akan mengalami trauma hingga takut untuk kembali berinteraksi dengan orang lain. Tentu saja ini adalah tindakan yang salah, apalagi bagi anak muda yang diharuskan untuk berjejaring. Patah hati memang menimbulkan tekanan psikis yang cukup mendalam bagi kita, tetapi bukan berarti kita harus mengeksklusifkan diri dari orang lain.

Patah hati adalah waktu yang tepat untuk kita melakukan introspeksi diri. Ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan yang diterima akan membuat kita menyadari banyak hal, salah satunya adalah kekurangan dalam diri masing-masing. Memang sudah hakikatnya manusia baru sadar ketika sedang kecewa. Namun tak mengapa, kekurangan itulah yang nantinya dapat direnungkan dan diperbaiki agar tidak terulang di kemudian hari. Sehingga kelak kita tumbuh menjadi orang dewasa yang bijaksana dan mengenal baik diri kita sendiri.

Bijak Memilah Rasa

Bagi orang dewasa atau katakanlah orang yang pernah merasakan pedihnya patah hati, mereka pasti bisa memilah perasaannya terhadap lawan jenis. Entah itu hanya rasa kagum, rasa suka yang hanya sebatas lewat, atau memang benar-benar cinta. Meskipun pernyataan ini kadang dipertanyakan kebenarannya, rupanya banyak juga yang mengamini.

Setelah patah hati biasanya kita akan mengalami trauma. Rasa trauma tadi lah yang membantu kita untuk memilah perasaan terhadap orang lain. Membalas patah hati dengan membuat orang lain sakit hati bukanlah sebuah solusi yang bijak. Ketika kita pernah merasakan pedihnya patah hati, seharusnya mendorong kita untuk lebih bijak agar tidak membuat orang lain merasakan yang sama. Bukannya malah sengaja membuat orang lain patah hati sebagai ajang balas dendam.

Menjadi Mengenal Diri Sendiri

”Balas dendam terbaik adalah menjadi pribadi yang lebih baik”

Ungkapan ini memang cocok diberikan kepada mereka yang sedang patah hati. Tak jarang kaum-kaum cidro ini melakukan pelampiasan pada perbuatan-perbuatan negatif yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Padahal banyak hal positif yang dapat kita lakukan daripada sebatas melamun atau mengurung diri di kamar sembari memutar lagu-lagu galau.

Banyak hal dalam diri kita yang sebenarnya belum kita eksplorasi lebih lanjut. Dan masa-masa patah hati ini adalah waktu yang tepat untuk mulai menggali potensi yang kita miliki. Mengembangkan minat-minat yang belum terlaksana, membangun kembali impian-impian yang sempat tertunda, dan banyak hal lain yang dapat disalurkan untuk membuatnya menyesal karena pernah mengecewakan kita. Daripada sekadar melamun atau mengurung diri dikamar, yang ada malah semakin terasa sakit hatinya.

Patah hati memang terkadang meninggalkan amarah, benci, serta dendam di dalam hati kita. Akan tetapi, patah hati bukanlah suatu hal yang harus disesali, sebaliknya patah hati adalah pelajaran hidup yang berharga dan harus disikapi secara bijaksana sebagai langkah awal untuk menjadi pribadi yang kuat dan siap dipatahkan berulang-ulang.

Editor: Halimah