Hadhramaut merupakan negeri tandus nan kering kerontang namun menawarkan sejuta kesejukan rohani dengan dipenuhi nuansa keilmuan dan keberkahan di dalamnya. Dari negeri ini, lahir banyak ulama dan wali Allah yang mengemban tugas dalam menyampaikan risalah dakwah yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia. Bahkan, tersebarnya syariat Islam di Nusantara tak luput juga dari peranan Wali Songo. Yang mana mereka adalah para ulama dan wali Allah yang berasal dari keturunan Imam Muhajir Ahmad bin Isa r.a yang merupakan keturunan dari Sayyidina Husein bin Fatimah Az-zahra binti Rasulullah SAW.

Hadhramaut adalah sebuah provinsi yang berada pada bagian Yaman Selatan, memiliki dua pelabuhan perniagaan besar yaitu Mukalla dan Syihir. Adapun kota-kota yang terdapat di dalamnya ialah Tarim, Seiwun, Ghurfah, Ghail Bawazir, Al-Qasam, Inat, Syibam dll.

Kisah Ziyad bin Labid

Dalam suatu riwayat dikisahkan, Abu Bakar as-Shiddiq r.a. pernah mengutus seorang sahabat yang bernama Ziyad bin Labid Al-Anshori kepada penduduk Tarim untuk melakukan baiat (janji setia) atas diangkatnya Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah Islam pertama setelah wafatnya Rasulullah SAW. Ketika sampai di kota tersebut, Ziyad menemukan mereka sedang melaksanakan salat Zuhur berjamaah di sebuah masjid. Setelah mereka selesai dari salatnya, Ziyad pun menyampaikan maksud dan tujuannya datang ke tempat tersebut.

Ketika itu penduduk Tarim menyambutnya dengan senang hati dan tanpa penolakan sedikitpun. Kabar yang membahagiakan ini sampai dan diterima oleh Abu Bakar as-Shiddiq dengan rasa syukur dan kegembiraan atas kelembutan hati para penduduk kota Tarim. Benar apa yang disabdakan Rasulullah SAW bahwa penduduk Yaman adalah mereka yang memiki sanubari yang lembut dan beriman. Karenanya, Abu Bakar mendoakan mereka akan 3 hal:

  1. Agar Allah menjadikan negeri tersebut sebagai sumber lahirnya para ulama  shalih;
  2. Agar Allah memberkahi airnya hingga takkan pernah habis hingga akhir kiamat;
  3. Agar Allah menjadikannya kota yang aman dan makmur.

Dengan demikian, Syekh Muhammad bin Abu Bakar Ba’abbad berpendapat “Bahwasanya Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq r.a. akan memberikan syafaat khusus untuk mereka di akhirat kelak.”

Islam dan Ilmu Pengetahuan

Agama Islam tidak mampu berdiri sendiri dengan kokoh melainkan atas dasar ilmu dan pengetahuan. Oleh sebab itu, seorang muslim yang baik tidak diperkenankan berada jauh dari cahaya ilmu. Ia berkewajiban untuk dapat mengikuti manhaj yang telah diajarkan oleh para nabi terdahulu melalui para ulamanya. Habib Zein bin Ibrahim bin Smith mengatakan: “Tidaklah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Allah akan memuliakan orang yang berilmu di atas orang yang tidak berilmu dengan derajat yang tinggi di sisi-Nya.”

Habib Umar bin Seggaf pernah berkata:

“Sesungguhnya ilmu itu mampu mengangkat derajat seseorang, dan kebodohan dapat menghinakan martabat seseorang. Maka barangsiapa yang memiliki nasab mulia namun ia selimuti dengan kebodohan maka hinalah kehormatannya dan ia akan ditempatkan bersama dengan orang-orang bodoh. Karena tidaklah mulia nasab seseorang kecuali ia sendiri yang dapat menjadikannya mulia jika bergaul dengan para ulama dan menghiasi segala perbuatannya dengan akhlak para salafussalih serta menyempurnakan ilmunya dengan mengaplikasikannya dan ikhlas di setiap perkataan dan perbuatannya.”

Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad berpendapat bahwa kebodohan adalah sumber dari malapetaka dan kemadaratan yang akan ditimbulkan oleh seseorang. Orang yang seperti ini telah masuk dalam kategori yang disebutkan Rasulullah SAW dalam sabda-Nya:

“Dunia itu terlaknat, begitu juga enga napa yang berada di dalamnya, kecuali siapa saja yang berdzikir kepada Allah dan orang yang berilmu beserta penuntut ilmu.”

Dalam hal ini, penduduk negeri Hadhramaut sangat memperhatikan aspek keilmuan yang telah diwariskan secara turun temurun dari para nabi terdahulu. Bahkan, pernah suatu masa terdapat lebih dari 300 mufti yang fakih di kota Tarim, dan di Syibam terdapat 60 mufti yang sekaligus mejadi qadhi Syafi’i dan Hanafi dalam waktu yang bersamaan.

Alkisah, Salman Aud Baldaram yang merupakan salah satu penduduk kota Tarim menghadiri pengajian yang diadakan oleh habib Alwi bin Abdurrahman Assegaf di kota Seiwun. Dalam majlis tersebut, sang habib melontarkan suatu permasalahan fikih kepada para jamaah yang hadir ketika itu. Namun, tak satupun dari mereka yang mampu menjawab permasalahan fikih tersebut kecuali Salman. Maka sang habibpun memanggilnya seraya menanyakan nama dan tempat tinggalnya. Setelah mengetahui bahwa orang tersebut berasal dari Tarim, serentak habibpun merasa senang dan kembali bertanya bagaimanakah ia bisa mengetahui jawaban atas permasalahan tersebut. Lantas Salman menjawab “Saya mengetahui permasalahan fikih tersebut karena saya mendengar habib Abdurrahman Al-Mashyur pernah membahas hal yang serupa.” Kemudian habib berkata kepada seluruh jama’ah “Lihatlah kebenaran yang mereka (ahlu Tarim) katakan, sungguh belajarlah kalian kepada mereka walau dari pasar-pasar yang berada di kota Tarim.”

Cahaya Ilmu di Negeri Hadhramaut

Masyarakat Hadhramaut khususnya masyrakat kota Tarim dan sekitarnya lebih mengedepankan moral dan ahlakul karimah. Karena mereka yakin, bahwa sebuah ilmu tanpa didasari ahlak mengakibatkan musnahnya ilmu itu. Abdurrahman bin Qasim mengatakan: “Aku telah berkhidmat kepada imam Malik r.a. selama 20 tahun. 2 tahun kuhabiskan untuk menimba ilmu dari beliau sedang 18 tahun kugunakan untuk mempelajari ahlakul karimah.”

Para sahabat telah mengajarkan akhlak dan suri tauladan yang baik sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Abbas ketika memberikan tunggangannya kepada Ubay bin Ka’ab di kala beliau hendak berpergian ke suatu tempat. Ubay bin Ka’ab bertanya: “Apa ini wahai Ibnu Abbas?” Ibnu Abbas menjawab: “Inilah yang diperintahkan kepada kami untuk selalu memuliakan ulama-ulama kami”. Selepas itu Ubay bin Ka’ab menaiki tunggangannya sedangkan Ibnu Abbas berjalan kaki. Dan setelah sampai di tempat tujuan, Ubay bin Ka’ab turun dan langsung mencium tangan Ibnu Abbas seraya berkata “Dan beginilah cara kami dalam memuliakan ahlu bait Rasulullah SAW”.

Tarim adalah kota yang sangat terkenal sebagai pusat keilmuan dan pendidikan di provinsi Hadhramaut. Banyak sekali yang berminat untuk dapat belajar di tempat ini serta merasakan keindahan cahaya ilmu di dalamnya. Telah terlahir banyak ulama dan cendikiawan Islam yang sudah tersebar ke berbagai belahan negara di dunia. Dengan semakin banyaknya peminat untuk dapat menimba ilmu dari negeri ini, ulama-ulama Hadhramaut membangun lembaga-lembaga keilmuan yang bertujuan sebagai wadah penyampaian risalah dakwah kepada umat, diantaranya:

Bersambung…