Ketika takdir buruk menghampiri terkadang membuat kita tidak karuan dan rasanya ingin menyerah untuk menghadapi keadaan. Tetapi terkadang juga, ada ketenangan ketika mengetahui bahwa tak ada sesuatu terjadi tanpa sepengetahuan dan izin Allah dan juga dibalik itu pasti terdapat hikmah yang bisa kita petik.
Apa itu takdir buruk?
Takdir merupakan peristiwa yang sudah ditetapkan oleh Allah swt. Takdir terbagi menjadi dua bagian, ada baik ada yang buruk. Maksudnya ketika seseorang sudah merencanakan jalan-jalan misalnya tetapi takdir berkata lain, sehingga persiapan yang sudah disiapkan menjadi terasa percuma. Intinya, takdir yang tidak sesuai keinginan.
Seseorang yang beriman dan bertawakal kepada Allah, tidak akan sampai terucap kata-kata putus asa seperti, “Kenapa ini terjadi padaku?,” atau “Jika saja ini tak terjadi..” Tenangkan hati, jernihkan pikiran, lalu cari hikmah dibalik setiap kejadian.
Cara menghadapi takdir
Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitab Fawaid halaman 46-47, beliau memberikan cara untuk menghadapi takdir yang tidak kita kehendaki, beliau menuturkan bahwa jika sebuah takdir yang buruk menimpa seorang hamba, maka ia memiliki enam sikap dan sisi pandang:
الأوّل: مشهد التوحيد، وأن الله هو الذي قدّره وشاءه وخلقه، وما شاء الله كان وما لم يشأ لم يكن
Pertama: Pandangan (kacamata) Tauhid. Bahwa Allahlah yang menakdirkan, menghendaki dan menciptakan kejadian tersebut. Segala sesuatu yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi.
Seorang mukmin pasti mengetahui akan hal takdir, bahwa itu sudah menjadi ketetapan Allah dan walaupun itu takdir yang buruk pasti ada hikmah yang bisa dipetik dari takdir tersebut.
Karena setiap kali seorang hamba tertimpa musibah, ia harus menghadapinya dengan lapang dada dan menggantungkan harapan hatinya semata-mata kepada Sang Pengatur agar ia mendapatkan jalan keluar dan mampu bersabar dalam menghadapinya dengan mengharapkan pahala dari-Nya.
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah melanjutkan
الثاني: مشهد العدل، وأنه ماض فيه حكمه، عدل فيه قضاؤه
Kedua: Kacamata keadilan. Bahwa dalam kejadian tersebut berlaku hukum-Nya dan adil ketentuan takdir-Nya.
Setiap peristiwa yang ditakdirkan terjadi pada diri seorang hamba pastilah Allah selalu adil dan tidak pernah zalim kepadanya, karena Allah menentukan takdir bagi seorang hamba selalu sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya dan sesuai dengan ilmu-Nya.
Kemudian Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:
الثالث: مشهد الرحمة،وأن رحمته في هذا المقدور غالبة لغضبه وانتقامه، ورحمته حشوه
Ketiga: Kacamata kasih sayang. Bahwa rahmat-Nya dalam peristiwa pahit tersebut mengalahkan kemurkaan dan siksaan-Nya yang keras, serta rahmat-Nya memenuhinya.
Tidaklah Allah menakdirkan atas diri seorang mukmin sebuah peristiwa yang pahit, kecuali didasari kasih sayang-Nya kepada hamba tersebut. Dan kasih sayang-Nya mengalahkan murka-Nya.
Selanjutnya, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah bertutur
الرابع: مشهد الحكمة، وأن حكمته سبحانه اقتضت ذلك، لم يقدّره سدى ولا قضاه عبثا
Keempat: Kacamata hikmah. Hikmah-Nya menuntut menakdirkan kejadian itu, tidaklah Dia menakdirkan begitu saja tanpa tujuan dan tidaklah pula Dia memutuskan suatu ketentuan takdir dengan tanpa hikmah.
Hikmah pentakdiran pastilah ada. Namun hikmah tersebut terkadang kita tahu, namun terkadang pula kita tidak tahu.Tetapi walaupun begitu, tidak menghalangi kita untuk berprasangka baik kepada Allah swt.
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah bertutur:
الخامس: مشهد الحمد، وأن له سبحانه الحمد التام على ذلك من جميع وجوهه
Kelima: Kacamata pujian. Bahwa Dia Subhanahu terpuji dengan pujian sempurna atas penaksiran kejadian tersebut, dari segala sisi.
Allah terpuji dari segala sisi, terpuji dzat, nama, sifat maupun perbuatan-Nya, termasuk terpuji saat menakdirkan suatu takdir yang pahit, karena semua itu berdasarkan ilmu dan tuntutan hikmah-Nya.
Terakhir, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan,
السادس: مشهد العبوديّة، وأنه عبد محض من كل وجه تجري عليه أحكام سيّده وأقضيتها بحكم كونه ملكه وعبده، فيصرفه تحت أحكامه القدريّة كما يصرفه تحت أحكامه الدينيّة, فهو محل لجريان هذه الأحكام عليه
Keenam: Kacamata peribadatan. Bahwa orang yang menjalani takdir yang buruk itu adalah sekedar hamba semata dari segala sisi, maka berlaku atasnya hukum-hukum Sang Pemiliknya, dan berlaku pula takdir-Nya atasnya sebagai milik dan hamba-Nya, maka Dia mengaturnya di bawah hukum takdir-Nya sebagaimana mengaturnya pula di bawah hukum Syar’i-Nya. Jadi, orang tersebut merupakan hamba yang berlaku atasnya hukum-hukum ini semuanya.
Sebagai seorang mukmin yang meyakini bahwa ia hanyalah milik Allah dan hamba-Nya, maka ia sadar dan mengakui kepemilikan Allah atas dirinya sehingga Dia berhak mengaturnya dengan bentuk pengaturan bagaimanapun juga, semua terserah Dia, Sang Pemilik alam semesta, maka ia ridha dengan pengaturan Rabbnya tersebut dan benar-benar menghamba kepada-Nya saja.
Inilah 6 tips yang dikemukakan oleh imam Ibnu Qoyyim dalam menghadapi takdir yang buruk. So, setiap kejadian itu baik atau buruk tetap kita harus berprasangka baik bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahny
Comments