Memasuki masa terakhir SMA menjadi perjuangan tersendiri bagi seluruh siswa. Belajar dengan giat dan semangat sudah tentu menjadi sebuah keharusan agar siswa dapat masuk ke perguruan tinggi yang diinginkan. Candaan dengan teman pun seakan menjadi suntikan tersendiri untuk memicu semangat. Pelajaran yang disampaikan oleh guru didengarkan, tugas dikerjakan.

Corona

Semua berubah sejak Maret 2020, saat tiba-tiba virus yang bernama Corona itu datang. Seluruh perencanaan terpaksa dibatalkan; harapan yang belum bisa diwujudkan untuk menjadi kenyataan; sekolah diliburkan; pekerjaan dilakukan dari rumah. Semuanya menjadi berbeda. Rasa kaget dan kecewa tentunya dirasakan oleh setiap orang. Tak terkecuali angkatan 2020 kala itu.

Berada di detik-detik terakhir akan menjadi sebuah hal yang mendebarkan karena harus mempersiapkan jenjang selanjutnya. Hari demi hari dilalui bersama. Ujian demi ujian dilewati. Hanya menyisakan beberapa ujian lagi kala itu. Namun tiba-tiba, corona telah sampai ke Indonesia. Sehingga memaksa seluruh kegiatan tidak dilakukan secara tatap muka. Sedih karena waktu menjadi sangat cepat untuk berpisah dengan teman teman se-angkatan. Kecewa karena tidak bisa merasakan indahnya panggung perpisahan. Tangisan pun harus pecah sebelum waktunya.

Catatan Akhir Siswa 2021

Namun ada yang lebih menyedihkan daripada itu semua. Angkatan 2021. Semua harus dilakukan dari rumah sejak awal tahun pelajaran dimulai. Tantangan dan rintangan seakan tak berhenti menghampiri. Lelah, bingung, bahkan tak tahu apa apa.

Banyak hal yang menjadi tantangan bagi angkatan siswa 2021. Mereka harus berani keluar dari zona nyamannya masing-masing. Akan tetapi, seperti kata Nabi, “Agama seseorang itu seperti agama teman dekatnya.” Begitu pula dengan hal ini. Semua serba tergantung kepada lingkungannya.

Belajar secara daring memang tak semudah dan tak seasyik seperti yang dibayangkan. Mulai dari guru yang menuntut siswanya untuk selalu mengerjakan tugas yang diberikan, dan siswa yang menuntut kepada guru untuk memberikan penjelasan, bukan penugasan. Tuntutan dari orang tua pun seakan tak mau lepas dari kehidupan siswa. Sehingga menjadi sangat sulit untuk membagi waktu. Tak menuruti kata orang tua dibilang durhaka, tak menuruti kata guru dibilang pemalas.

Tak sedikit pula materi yang disampaikan oleh guru tidak bisa dipahami oleh siswa. Kita dituntut untuk memahami secara mandiri. Tugas berdatangan setiap hari. Bahkan tugas yang dianggap tak terlalu penting pun diberikan, seolah olah agar ada kegiatan saja. Yang secara tidak langsung sebenarnya menjadikan kita sulit untuk mengerjakan tugas yang lainnya.

Tak kalah penting, banyak dari kita yang sangat kurang wawasan terkait dengan dunia perkuliahan. Ditanya tentang PTN, SNMPTN, SBMPTN, dan lain lain, kita belum tahu apa apa. Ingin mencari tahu lewat internet pun tidak semua siswa bisa melakukannya. Kendala sinyal, kuota, dan lain lain tentunya tak bisa dihindari.

Hilang Semangat

Dan yang terpenting dari semua ini adalah banyak dari teman-teman sendiri yang tidak ada semangat untuk belajar. Sekolah seakan hanya menjadi tempat untuk mencari nilai saja, dan bukan sebagai tempat untuk menambah ilmu pengetahuan. Otak sudah lama tak diasah lagi, tubuh yang dibiarkan mendapatkan rasa malas, dan hati yang selalu sedih dan mengeluh.

Terakhir, kita sedang membutuhkan dukungan. Dukungan dan pengetahuan dari semua orang agar bisa mengajari kita apapun yang belum kita dapatkan selama di masa akhir ini, dan yang seharusnya sudah kita dapatkan. Doa dan dukungan dari Anda semua yang membaca ini sangat kami butuhkan. Mari sayangi, mari peduli!

Penulis: Dzakiyuddin Izzulhaq

Penyunting: Aunillah Ahmad