Menjadi mahasiswa itu jujur bukan perkara yang mudah bagi saya. Sejak awal lulus SMA dulu, ibu sudah mewanti-wanti untuk langsung bekerja saja tanpa harus kuliah dulu. Maklum saja, ibu yang hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan Single Parent akan kesulitan membiayai perkuliahan saya. Tapi menjelang pendaftaran masuk kuliah, ibu memberi saya sebuah syarat. Jika ingin kuliah maka harus bisa membiayai secara mandiri.

Syarat itu saya sanggupi tanpa pikir panjang. Maklum darah muda pasti menggebu-gebu dan tak pikir dua kali. Selalu merasa gagah dan tak mau mengalah, darah muda. Singkat cerita, saya mulai petualangan baru sebagai seorang mahasiswa. Tapi bukan sekedar mahasiswa saja, melainkan mahasiswa yang juga bekerja. Dua profesi yang harus dijalani secara berdampingan.

Awal-awal perkuliahan, saya belum menemui kendala yang berarti. Namun begitu masuk semester ketiga, berbagai kendala mulai berdatangan. Jadwal kerja yang sering bentrok dengan jadwal kuliah, Kegiatan organisasi yang sering tak tau waktu, belum lagi kegiatan bareng teman-teman seperti main bareng misalnya, juga tugas kuliah yang semakin banyak.

Pada akhirnya saya lebih memilih untuk mengurangi kegiatan di luar kegiatan kuliah dan kerja. Kedua hal ini tak mungkin saya korbankan. Kalau saya tidak kuliah, maka sia-sia semua yang saya perjuangkan selama ini. jika saya tidak bekerja, sama saja itu akan menghentikan perkuliahan karena tak mampu bayar biayanya.  Hal ini membuat saya tak lagi bisa aktif berorganisasi di kampus.

Tak Aktif Berorganisasi Tidak Lantas Harus Disudutkan, Bukan?

Waktu main sama teman-teman berkurang, dan saya berhenti ikut organisasi. Meskipun waktu bersama teman berkurang, tapi itu tidak menjadi suatu masalah, mungkin teman berkurang, tapi ada sahabat yang selalu mengerti. Yang menjadi masalah adalah ketika saya berhenti dari organisasi, itu seakan-akan menjadi sebuah dosa besar. Saya pernah membaca juga sebuah kalimat yang memojokkan mahasiswa-mahasiswa seperti saya yang kupu-kupu atau kuliah pulang kuliah pulang. Padahal saya memang tidak bisa lama-lama di kampus. Begitu perkuliahan selesai saya sudah masuk jam kerja. 

Oke, memang mahasiswa punya tugas lain selain belajar, tapi juga tidak bijak untuk menyudutkan para mahasiswa yang tidak ikut organisasi. Di prodi saya memang mereka yang tak ikut organisasi seakan-akan adalah mahasiswa kasta kedua. Jika ada orang bilang pada saya “Kamu pasti dikagumi banyak cewek karena mandiri, kuliah sambil kerja.” saya katakan itu adalah salah besar.

Mahasiswa yang kuliah sambil kerja seperti saya justru kurang populer. Yang populer adalah mereka yang ikut organisasi dan biasa berorasi di jalanan. Saya tidak ada masalah dengan kegiatan organisasi, tapi jangan sampai ada oknum yang merasa lebih mahasiswa sejati dari mereka yang tidak berorganisasi. Ada banyak alasan dan latar belakang dalam diri setiap mahasiswa. Latar belakangnya sudah berbeda masak iya harus sama prosesnya dalam menjalani perkuliahan?

Pengalaman Tidak Datang Lewat Satu Jalan Saja

Saya akui banyak benefit yang bisa didapat dari ikut organisasi. Pertama kita bisa mendapat pengalaman, kedua kita bisa mendapat ilmu, ketiga kita bisa mendapat relasi, keempat kita bisa pedekate sama dedek-dedek gemes, kelima peluang untuk mendapat beasiswa jika ingin lanjut S2 nanti terbuka lebih lebar. Saya paham benar dengan semua benefit itu, dan saya menginginkan itu. Tapi memang keadaan yang tidak memungkinkan. Jujur saya pengen dan iri banget sama mereka yang bisa ikut organisasi tanpa kepikiran nanti bayar SPP duitnya dari mana. 

Pengalaman, ilmu dan relasi juga bisa didapatkan di tempat kerja. hanya saja untuk poin keempat dan kelima mungkin butuh usaha ekstra untuk mendapatkannya. Saat ini saya memang sedikit menyesal dulu tak aktif di organisasi, padahal saya ingin lanjut S2 dan rasanya terlalu berat jika S2 tanpa beasiswa. Banyak persyaratan beasiswa S2 yang lebih memilih mereka yang dulunya aktif di berbagai organisasi seperti BEM atau yang lainnya. Contohnya beasiswa LPDP.

Namun bukan saya rasanya kalau nggak keras kepala. Meski tak aktif berorganisasi, berbagai macam usaha saya lakukan untuk bisa dapat beasiswa S2. Meningkatkan skill bahasa asing, memperbanyak pengalaman kerja, dan terus menerus belajar. Bisa lolos atau tidak nanti itu urusan belakangan, yang terpenting tetap berusaha dan mencoba. Seperti kata Bung Karno, gantungkanlah mimpi kalian setinggi langit, walaupun jatuh setidaknya kalian jatuh diantara bintang-bintang.    

Sumber gambar: www.qerja.com

Penyunting: Halimah