Sebagian besar umat Islam menganggap masjid adalah tempat untuk beribadah saja. Padahal pada masa Rasulullah, masjid dijadikan sebagai pusat peradaban umat. Tak hanya itu, Rasulullah juga menjadikannya sebagai tempat berlatih untuk menghadapi peperangan. Di dalam Al-Qur’an disebutkan beberapa fungsi masjid sebagaimana firman Allah:
“Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang, orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan, dan tidak (pula) oleh jual-beli, atau aktivitas apa pun dan mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, membayarkan zakat, mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.” (QS. an-Nur: 36-37).
Di Indonesia sendiri, ada beberapa masjid yang dijadikan sebagai sarana pendidikan, sarana musyawarah, dan sarana untuk melaksanakan akad nikah. Saat ini, sangat jarang kita temui masjid-masjid yang digunakan untuk aktivitas yang disebutkan di atas. Padahal jika kita mengikuti ajaran Nabi, yaitu masjid dijadikan sebagai pusat peradaban umat Islam pasti akan memiliki dampak positif. Entah itu mengurangi kebodohan, memperbanyak ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.
Masjid sebagai Pusat Pengetahuan
Masjid dapat difungsikan sebagai pusat pengetahuan dan memperkaya literasi. UNESCO menyebutkan Indonesia berada pada urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Artinya, minat baca sangat rendah.
Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Sebagai umat Islam, sudah semestinya kita mampu menyelesaikan persoalan tersebut agar generasi-generas yang akan datang tidak ketinggalan jaman. Dengan memperkuat dan menjadikan masjid sebagai sarana untuk menambah minat baca, secara perlahan kita akan mampu mengatasi tingkat literasi Indonesia yang rendah.
Selain menjadi tempat ibadah, kita bisa juga menjadikan masjid sebagai tempat untuk mempelajari ilmu agama dan juga meningkatkan keimanan. Kita bisa memulainya dengan mengadakan pengajian rutinan, mengadakan pembelajaran membaca Al-Qur’an, dan sebagainya.
Dengan demikian, masjid mampu menjadi wadah bagi umat Islam yang ingin memperdalam ilmu pengetahuannya. Jika ada yang berkata “Ah, kan banyak pondok pesantren. Kenapa harus di masjid? Iya, memang banyak pondok pesantren yang bisa kita dapatkan untuk belajar ilmu agama.
Akan tetapi, bagaimana dengan mereka yang sudah tua dan malu untuk mondok? Atau mualaf yang sudah tua dan malu belajar Alif, Ba, Ta di pondok pesantren bersama anak-anak kecil? Satu-satunya cara yang paling efektif adalah menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan agama, di samping pendidikan umum lainnya.
Generasi Muda Era Ini
Di era keterbukaan sejagat ini jarang sekali kita temui anak kecil atau pemuda yang menyempatkan diri walaupun hanya sekedar bermain di masjid. Sebagian generasi muda saat ini lebih sering menyibukkan dirinya untuk bermain di dunia maya. Mereka lebih senang bermain game online dibandingkan mengikuti pengajian atau ceramah agama.
Mereka tidak berfikir bahwa selain menyita waktu, dampak dari game online bisa merusak fungsional dan struktural dalam sistem syaraf. Jika sudah kecanduan, sulit untuk bisa merehabilitasinya. Upaya satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah mencegah terjadinya hal tersebut dengan mengajak mereka untuk memiliki kegiatan positif. Entah itu dengan bergotong-royong, membentuk sebuah organisasi pemuda masjid, dan menanamkan nilai-nilai moral di dalam organisasi tersebut.
Editor: Nirwansyah
Ilustrasi: Republika
Comments