Kehidupan dunia merupakan kehidupan yang bersifat sementara. Sedangkan hidup yang abadi dan selama-lamanya itu adanya di akhirat. Untuk itu jangan pernah sia-siakan hidup ini dan sejatinya harus menanamkan sikap kesederhanaan di dalam diri. Waktu terus berjalan dengan cepat, semua yang hidup pasti akan merasakan yang namanya mati.

Jadi, apakah amal yang kita peroleh nanti cukup untuk menjadi bekal di akhirat? Sedangkan iman kita masih naik-turun dan kadang masih terus mengeluh terhadap apa yang telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah SWT.

Sebagai Muslim, sewajarnya untuk selalu taat atas perintah Allah dan tidak mengerjakan sesuatu yang dilarang-Nya. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:

“Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar.” (QS. al-Isra: 29).

Menurut tafsir dari Kemenag RI, jika ingin menjadi seseorang yang sederhana dan bermanfaat untuk orang lain caranya adalah tidak mudah untuk menghambur-hamburkan barang yang sekiranya tidak dibutuhkan. Karena, masih banyak saudara-saudara kita yang memang kurang mampu secara finansial untuk membeli kebutuhan sendiri.

Daripada membuang-buang uang untuk keperluan yang tidak penting, disarankan untuk berinfak agar uang yang kita dapatkan bisa mendapatkan berkah yang banyak dari Allah SWT.

Memaknai Kesederhanaan Rasulullah

Kesederhanaan Rasulullah yang perlu kita contoh dan teladani, adalah selalu bersyukur atas nikmat dan rahmat yang diberikan oleh Allah. Rumah Rasulullah sendiri terbuat dari tanah liat dengan atapnya terbuat dari pelepah kurma, sangat sederhana sekali.

Rasulullah adalah orang yang sangat dermawan dalam memberikan hartanya untuk kaum miskin. Selain itu, suatu ketika Rasulullah mempunyai uang 8 dirham untuk membeli pakaian di pasar, dan beliau tidak sengaja bertemu dengan budak sahaya yang sedang menangis, karena kehilangan uang 4 dirham. Akhirnya, Rasulullah memberikan uang 4 dirham tersebut sehingga sisa uang Nabi SAW tinggal 4 dirham.

Kemudian ada orang yang memanggil Nabi SAW, “Ya Rasulullah aku sangat lapar” kemudian Nabi memberikan 2 dirham. Sisa uang Nabi SAW tinggal 2 dirham. Kemudian Rasulullah membelikan 2 dirham tersebut untuk membelikan baju baru. Lantas diperjalanan Nabi SAW bertemu dengan seorang pria, “Ya Rasulullah aku tidak punya pakaian.” Nabi kemudian memberikan pakaian yang baru saja dibelinya untuk pria tersebut.

Demi untuk menyenangkan orang lain Nabi SAW rela untuk memberikan hartanya sekalipun Nabi tidak mendapatkan apa yang telah menjadi tujuan di awal untuk membeli pakaian. Kisah ini bisa memberikan kita gambaran, bahwa tidak ada batasan, status atau jabatan untuk bersedekah. Sekalipun dari golongan orang yang kurang mampu.

Nikmat dan Rezeki

Rasa sabar dan qona’ah termasuk sifat yang sangat dicintai oleh Allah. Untuk itu kuncinya adalah bersyukur dan taat kepada Allah SWT. Sifat boros dan selalu mementingkan dunia akan berakibat pada rasa yang tidak pernah puas dan hatipun akan merasa kosong terhadap apa yang telah ditetapkan dan kita miliki saat ini.

Bahkan uang yang banyak, karir yang bagus, tidak menjamin seseorang untuk hidup bahagia di dunia apalagi di akhirat. Contohnya sekarang ini, banyak kasus yang terjadi terutama artis-artis indonesia yang terjerat kasus narkoba agar dapat merasakan kesenangan dan kebahagiaan dunia dengan berhalunasi.

Untuk itu kita sebagai Muslim seharusnya bisa menjadi tempat atau wadah agar dapat saling mengingatkan. Terutama saling berbagi dan memberikan manfaat kepada orang lain.

Nafsu yang selalu ingin mengejar dunia merupakan sifat yang perlu kita kekang dan harus dibuang jauh-jauh. Hal tersebut diperlukan agar kita bisa menikmati rasa manisnya iman ketika dekat dengan Allah SWT. Untuk itu, saat ini mulailah meluruskan niat dan istiqamah dalam mengejar kebaikan dan Ridho Allah SWT.

Wallahu ‘alam

Editor: Nirwansyah

Gambar: Facebook