Prof. Alimatul Qibtiyah, S.Ag., M.Si., MA, Ph.D, atau yang akrab disapa Mbak Alim menekankan pentingnya kesetaraan gender dalam mengampanyekan moderasi beragama. Komisioner Komnas Perempuan RI ini membagikan modal penting yang perlu diperhatikan untuk merealisasikannya dalam acara Ulang Tahun IBTimes ke-5, pada Ahad (09/06/2024) di Aula Laboratorium IsDB FISHIPOL Universitas Negeri Yogyakarta.

Komnas Perempuan: Awal Mula dan Peran

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) didirikan pada tahun 1998, lahir dari jeritan para korban kekerasan yang terjadi pada masa itu. Komnas Perempuan dibentuk sebagai upaya untuk memenuhi hak-hak perempuan, beroperasi secara independen dengan lima tugas utama: menyebarluaskan pemahaman, menganalisis isu kekerasan terhadap perempuan, memperjuangkan hak perempuan, memantau, dan melaporkan kepada presiden serta PBB, serta memberikan saran dan rekomendasi.

Mengurai Isu Gender dalam Perspektif yang Lebih Luas

Mbak Alim menekankan bahwa isu gender bukanlah konsep yang sederhana. Gender mencakup fenomena sosial, perspektif, pendekatan, dan alat analisis serta gerakan kesadaran. Ekspresi gender tidak terbatas pada laki-laki dan perempuan saja; ada transgender, transeksual, dan transvestite. “Kita perlu memahami bahwa peran gender berbeda dengan kodrat. Jika suatu kegiatan membutuhkan alat reproduksi, itu adalah kodrat. Namun, jika tidak, itu adalah gender. Misalnya, membuat teh untuk suami bukanlah kodrat, melainkan peran gender,” jelasnya.

Moderasi Beragama sebagai Perekat Keindonesiaan

Indonesia adalah negara yang religius dan majemuk. Kemerdekaan beragama dijamin oleh konstitusi, namun mengelola keberagaman ini bukanlah hal yang mudah. Moderasi beragama diperlukan sebagai perekat antara kehidupan beragama dan kebangsaan. “Moderasi beragama mencakup toleransi, penyelarasan antara agama dan politik, hukum, pelayanan publik, dan ekspresi publik,” ujarnya. Moderasi beragama dalam Bahasa Arab memiliki arti ‘tengah-tengah’, ‘adil’, dan ‘berimbang’. Ini adalah cara pandang yang mengutamakan kemaslahatan umum dan harus berdiri di atas prinsip keadilan.

Indikator dan Kunci Moderasi Beragama

Ada empat indikator moderasi beragama: komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan penghargaan terhadap tradisi. Dari konsep ini, ada sembilan kunci moderasi beragama yang harus dihidupkan. “Mencintai negeri adalah bagian dari keimanan. Kita harus menjaga keseimbangan antara nilai kemanusiaan universal, keumatan, dan kebangsaan. Tidak memisahkan diri sebagai warga bangsa dan umat beragama adalah esensi dari menjadi manusia Indonesia seutuhnya,” katanya.

Mengampanyekan Moderasi Beragama: Pendekatan dan Tantangan

Untuk menjalankan kampanye moderasi beragama, kita membutuhkan pondasi moral yang kuat, pemahaman tentang cara kerja otak, serta data mengenai kekerasan terhadap perempuan. Pondasi moral mencakup enam aspek: apakah suatu tindakan mengayomi atau membahayakan, keadilan keuangan, kesetiaan, kewenangan, kesakralan, dan kemerdekaan. Memahami tiga lapisan otak manusia—otak reptil, otak limbik, dan otak neokorteks—juga penting dalam memahami perilaku manusia.

Mbak Alim juga menyoroti tren kekerasan seksual yang kerap terjadi di lingkungan pendidikan dengan samaran keagamaan. “Tantangan moderasi beragama termasuk menguasai landasan bayani, burhani, dan irfani. Konsistensi, kreativitas, keterbukaan terhadap kritik, dan sumber daya yang cukup adalah elemen penting dalam perjuangan ini,” tambahnya. Kolaborasi antargenerasi sangat penting untuk mencapai Indonesia Emas 2045.

Melalui pemahaman mendalam dan kolaborasi, Mbak Alim percaya bahwa kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, seimbang, dan harmonis. Hak-hak perempuan harus dihargai dan moderasi beragama harus menjadi landasan dalam kehidupan sehari-hari. “Dengan demikian, kita bisa merawat keindonesiaan dan keberagamaan secara utuh,” pungkasnya.

Editor: Bunga

Gambar: Dokumentasi Panitia