Beberapa waktu kebelakang publik Indonesia sempat dihebohkan tentang dua manajemen public figure yang mendaftarkan fenomena Citayam Fashion Week atau CFW yang viral dalam beberapa waktu ini.

Sontak hal tersebut menimbulkan kontroversi karena dianggap kedua belah pihak tersebut bukan pencipta dari kegiatan yang ramai diperbincangkan oleh publik dan berbagai media di Indonesia tersebut.

Hal tersebut pada akhirnya membuat munculnya statement yang berbunyi “Created by the Poor, Stolen by the Rich” atau yang memiliki terjemahan “Diciptakan oleh Si Miskin, Dicuri oleh Si Kaya”.

Statement itu muncul lantaran pagelaran Citayam Fashion Week yang pada mulanya diciptakan oleh anak-anak muda yang nongkrong di sekitar Sudirman lalu tiba-tiba pihak lain mengklaim kegiatan yang ramai diperbincangkan tersebut ke badan hukum bahkan hingga mengajukan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) atau juga yang populer dengan sebutan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual).

Apa itu HAKI?

Kembali ke pengertian HAKI, dilansir dari laman Kementrian Keuangan (Kemenkeu) HKI (Hak Kekayaan Intelektual) atau HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) merupakan hak yang didapatkan sesorang, lembaga dan badan hukum yang menghasilkan inovasi dalam berkreasi.

Dengan kata lain, HAKI merupakan bukti paten yang hanya berhak diperoleh oleh pencipta suatu karya atau inovasi tertentu. Hak ini sendiri dilindungi oleh undang-undang yang berlaku sehingga setiap orang yang menggandakan atau menggunakan kreasi atau inovasi seseorang tersebut akan dikenai sanksi atau pidana.

Sementara itu melalui laman Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI) memberikan pengertian bahwa HAKI adalah padanan kata yang digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR).

IPR sendiri adalah hak yang timbul bagi hasil dari olah pikir yang menciptakan atau menghasilkan sebuah produk atau proses yang berguna bagi manusia. Secara umum HAKI adalah hak untuk menikmati secara aspek ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual.

HAKI sendiri terbagi atas dua jenis, yakni Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta. Hak Milik Perindustrian sendiri meliputi sebuah penemuan (paten), merek dagang tertentu, desain industri, dan indikasi geografis.

Sementara, Hak Cipta mencakup karya-karya sastra dan artistik seperti novel, puisi, drama, film, gambar-gambar, lukisan, foto, patung, serta desain arsiktektur.

Problematika HAKI di Indonesia

Secara hukum, pengajuan HAKI memang diperbolehkan dan sangat dilindungi oleh undang-undang yang ada di Indonesia. Akan tetapi problematika HAKI selalu dimunculkan dari proses pengajuan HAKI yang tidak jarang pula menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Beberapa waktu lalu juga ada beberapa musisi kenamaan tanah air yang mengajukan HAKI terhadap beberapa pengcover lagu-lagu mereka sehingga hal tersebut juga menuai pro dan kontra di masyarakat.

Ada yang mendukung kebijakan tersebut dengan alasan hal tersebut dapat melindungi hak seseorang individu yang menjadi pencipta sebuah karya atau merek dagang tertentu.

Namun tidak sedikit pula publik yang menyatakan sikap kontra karena dianggap pemaknaan dalam HAKI di dunia musik tersebut masih cukup abu-abu. Hal ini dikarenakan adanya anggapan setiap orang yang mengkomersialisasikan karya seseorang tanpa izin akan dikenakan sanksi.

Kebingungan ini lantas pula menghinggapi para pengamen jalanan maupun penyanyi-penyanyi di kafe yang seringkali memang menyanyikan lagi lagu-lagu dari musisi kenamaan atau dari pihak lain.

HAKI secara hakikatnya memang digunakan untuk melindungi hak-hak dari para pencipta suatu produk agar dapat menikmati keuntungan secara ekonomis dari karya atau buah kreativitasnya.

Selain itu juga meminimalisir adanya penyalahgunaan hak dari pihak-pihak lain yang memanfaatkan merek dagang tersebut. Namun tentunya keberadaan HAKI ini juga tidak terlepas dari adanya pro/kontra dari masyarakat awam yang tentunya pasti akan memunculkan problematika HAKI lain di masa depan.

Editor: Lail

Gambar: Pexels