Meskipun belum satu tahun berada di perantauan, tapi rasanya sudah seperti bertahun-tahun. Hidup nge Kos di Solo tanpa keluarga membuat saya sadar bahwa seluruh unsur keluarga itu adalah hal yang sangat dirindukan, khususnya di bulan Ramadan seperti sekarang ini. Tentu saja unsur yang dimaksud bukan sekedar atmosfer rumah, melainkan juga masakannya. Benar, masakan.
Selain menjadi perantau, saya juga merangkap posisi sebagai anak kosan. Pada bulan puasa ini, mencari makanan enak adalah kewajiban. Setelah lelah kuliah dan di kos tidak ada alat masak (ditambah saya yang malas dan nggak bisa masak) maka membeli makanan adalah rutinitas sehari-hari. Untungnya ada satu privilege yang saya rasakan, yaitu ibu kos membuka warung makan.
Tanpa banyak basa-basi, dapat dikatakan bahwa memiliki ibu kos yang berjualan selama bulan Ramadan adalah kebahagiaan dan kemewahan tersendiri. Berikut beberapa alasannya:
Harga Murah Meriah
Kita mulai dari yang paling sederhana, yaitu urusan dompet. Maklumlah, sekarang uang mengatur sendiri dan tidak selamanya minta dikirimkan. Ada saat dimana harus hitung pengeluaran untuk makan. Meskipun Solo terkenal murah, warung ibu kos jauh lebih murah. Percaya nggak, harga nasi plus sayur cuma tiga ribu?
Tambahkan gorengan dua atau tiga, menjadi lima ribu. Kurang murah apa coba? Mari kita review lauk lain. Nasi dan ayam goreng cuma enam ribu. Itu pun dapat yang bagian paha bawah, bagian ayam terenak. Minumannya? Cuma dua ribuan, bos. Kalau beli nasi buat berbuka dan sahur, sehari hanya menghabiskan uang sepuluh ribuan saja. Hemat banget, ketimbang beli ke burjo yang harganya kisaran delapan ribuan.
Akses Terjangkau
Benar sekali! Cukup keluar kamar kos dan berjalan tidak sampai sepuluh langkah, sudah berada di etalase yang berisikan makanan-makanan dan tinggal beli. Nggak perlu menghabiskan bensin untuk motoran atau menghabiskan tenaga dan berjalan jauh ke warung-warung.
Pelayanan Sekelas Satpam BCA
Karena sudah kenal dengan ibu kos, jadi pas mau beli itu enak banget. Sebagaimana tabiat masyarakat Solo yang ramah, selalu disambut dengan tutur kata yang sopan. Jadinya selalu pengen balik lagi dan lagi. Harap dipahami bahwa tabiat tiap ibu kos beda-beda, jangan pula anda protes kenapa ibu kos di kosan anda jutek. Orang Solo nih bos, senggol dong.
Makanan Rumahan
Ini dia alasan utamanya. Dewasa ini, kita semakin sadar bahwa makanan terenak itu bukan makanan negeri Barat sana, melainkan masakan ibu sendiri. Tumis kangkung dan ikan goreng buah tangan ibu jauh lebih lezat dibandingkan steak tenderloin. Khususnya buat anak perantau yang sudah jarang mengecap nikmatnya masakan ibu, maka warung ibu kos adalah pilihan terbaik.
Percaya atau tidak, makanan dan lauk-pauk di warung ibu kos itu rasanya rumahan banget. Suwer, beda banget dengan warung makan atau warteg. Bumbunya nggak berlebihan, sayurnya segar, ayam dan daging diungkep dulu, dan tekstur nasinya pas. Gorengannya juga nggak jualan micin dan minyak, tapi ada tekstur dan porsi yang bikin beda dari gorengan diluar sana. Alih-alih beli makanan resto yang gitu-gitu aja, masakan di warung ibu kos lebih ramah terhadap lidah.
Kebersamaan dengan teman-teman di kos juga turut mewarnai Ramadhan anak perantau. Memang belum senyaman ketika berkumpul dengan keluarga di rumah, namun setidaknya bisa sedikit mengobati rasa rindu. Semoga ibu kos saya membaca artikel ini. Bismillah nasi ayam gratis buat sahur seminggu.
Editor: Assalimi
Gambar: Google
Comments