Berkat pandemi dan anjuran untuk diam di rumah saja, kepopuleran drama Korea naik drastis di tahun 2020 ini. Dari serial drama yang terbaru sampai serial drama lawas semuanya hype lagi di masa seperti ini. Saya pun secara tak sadar menikmati euforia ini. Bagaimana tidak, drama Korea bukan hanya seru ditonton, namun juga menarik untuk didiskusikan.  

Mungkin karena hanya Korea Selatan yang bisa memberikan serial tentang balas dendam dengan gaya stylish anak muda zaman sekarang dalam Itaewon Class. Atau menyajikan kisah romansa dibalut dalam sebuah misteri pembunuhan yang mencekam seperti dalam When The Camellia Blooms. Atau drama perselingkuhan dengan gaya thriller seperti The World of the Married. Apa pun alasannya drama Korea memang mempunyai resep yang berbeda. Seperti kimchi, dia punya bahan-bahan dan warna yang unik.

Ada banyak judul drama Korea yang populer belakangan. Nagita Slavina mungkin bisa nangis sesenggukan menonton Crash Landing On You, dan banyak sekali pengguna media sosial menonton The World of the Married -sampai merongrong akun Instagram salah satu pemainnya. Tapi di antara itu semua, ada satu judul drama yang dirilis lima tahun lalu yang nggak berhenti diperbincangkan belakangan. Ya betul, saya ngomongin Reply 1988.

Saya sendiri baru menonton Reply 1988 ketika pandemi. Berawal dari rekomendasi teman dan rasa penasaran kenapa serial ini sering jadi trending topic di twitter padahal udah tergolong serial lawas, akhirnya saya pun ikut nonton juga drama satu ini. Dan akhirnya, saya menemukan jawaban mengapa serial drama satu ini bisa begitu berbekas di ingatan banyak orang.

Reply 1988 Ibarat Comfort Food

Reply 1988, yang ditulis Lee Wo-Jung dan disutradarai oleh Shin Won-Ho, menceritakan tentang persahabatan lima remaja dan keluarga mereka yang tinggal di sebuah gang yang sama sejak kelimanya masih balita yang rasanya lebih dari sekedar kisah cinta. Ada banyak kisah dalam Reply 1988 yang menjadikan serial ini dekat sekali dengan kita. Ibaratnya, Reply 1988 terasa seperti comfort food yang bisa diandalkan.

Bodo amat dengan kisah cintanya yang ribet (saya adalah tim Jung-Hwan selamanya dan saya masih percaya bahwa akhir drama ini benar-benar salah), Reply 1988 begitu ngangenin karena dinamika keluarganya yang unik, lucu, dan sungguh khas Asia.

Reply 1988 dengan jeniusnya menjelaskan dengan detail dinamika hubungan keluarga dengan karakterisasi yang sungguh kaya. Ada keluarga Duk-Sun (Hyeri) yang meskipun serba kekurangan tapi tetap ceria. Ada keluarga Jung-Hwan (Ryoo Joon-Yeol) yang diwarnai oleh kelakuan bapaknya yang doyan dad jokes.

Ada keluarga Sun-Woo (Ko Gyung-Pyo) yang hangat dan lucu, ditambah ulah si mungil Jin Joo (Kim Sul). Ada Taek (Park Bo-Gum) si prodigy yang hidup berdua dengan bapaknya yang sama-sama awkward. Lalu ada Don-Ryong (Lee Dong-Hwi) yang paling tengil dan sepertinya dicuekin terus-terusan sama bapaknya. Peran keluarga dalam Reply 1988 bukan hanya tempelan, karena emang ceritanya dibahas sedalem itu.

Menenteramkan Hati

Menyaksikan sesama tokoh di drama ini berantem, saling dukung, saling support atau saling bercanda menjadikan Reply 1988 sangat hangat untuk ditonton. Saya terkesima dengan kemampuan penulis dan sutradara saat menggambarkan rasa kekeluargaan yang menghangatkan dan menyenangkan.

Di episode pertama kita diperlihatkan bagaimana rutinitas makan malam kelima keluarga ini. Mereka masak banyak supaya bisa saling berbagi makanan. Anak-anak mereka yang masih remaja mau nggak mau harus berkeliling dari rumah ke rumah untuk saling berbagi menu. Di akhir acara saling tukar menu tersebut, mereka akhirnya bisa mencicipi masing-masing masakan tetangga.

Menonton adegan ini di sebuah pandemi yang penuh ketidakpastian dan kekhawatiran yang menghantui ternyata memberikan sebuah efek yang luar biasa. Rasanya seperti dipeluk. Penonton seperti diingatkan bahwa kita bisa loh saling berbuat baik terhadap satu sama lain. Berbagi kebahagiaan bukan lagi sebuah ide. Tapi sebuah ritual harian. Dan itu adalah hal yang jenius.

Selain mood yang sangat menentramkan, suasana nostalgia yang diusung oleh Reply 1988 juga menjadi salah satu alasan kenapa drama ini terus ngehits. Mengambil setting di tahun 1988, drama Korea ini mengingatkan saya dan penonton lainnya tentang masa-masa yang lebih sederhana. Kita sekarang agak terbelenggu oleh sesuatu yang sifatnya materialistis untuk bisa merasakan sesuatu yang menghangatkan.

Reply 1988 mengingatkan kita pada masa-masa di mana berkumpul bersama teman menonton film adalah sebuah kebahagiaan yang hakiki. Melihat tiga ibu-ibu rumah tangga yang bertetangga begitu akur memotong sayuran bersama sambil gosip ternyata membuat hati ini tenteram.

Bapaknya Deok Sun tidak perlu earpods untuk membuat dia bahagia. Dia hanya perlu duduk dengan bapaknya Jung Hwan sambil minum arak ginseng dan nyerocos sampai pagi. Sederhana sekali bukan? Dan selama 20 episode, drama Korea ini terus-terusan mengingatkan saya bahwa less is more.

.

Begitulh keajaiban Reply 1988. Dia memberikan contoh kebahagiaan-kebahagiaan yang bisa dicapai tanpa perlu sesuatu yang muluk. Atau yang membutuhkan materi. Dia memberikan bentuk nyata bahwa teman yang dikasihi dan keluarga bisa menjadi sumber tawa kita. Reply 1988 mengajarkan saya untuk menikmati hidup dan terus bersyukur.