Pada dasarnya ada sebuah pernyataan yang memang sangat logis dan wajib dibenarkan dalam dunia kepenulisan, yaitu seorang penulis adalah orang yang suka membaca. Hal ini memang tepat dan sebagian besar penulis terbaik pun merupakan orang yang belajar dari kalimat orang lain.

Sebab, membaca adalah kebiasaan seorang punulis. Setiap diksi yang digunakan oleh penulis pasti juga didapatkan dari sebuah buku yang pernah ia selesaikan. Tidak bisa dimungkiri bahwasanya tulisan itu sangat mudah di tebak, seperti apa orang yang menuliskannya.

Misalnya, ketika kita sedang membaca sebuah opini seorang penulis yang dituangkan dalam berbagai essay dan karya ilmiah lain, maka pikiran kita secara otomatis akan manangkap bahwa ia adalah orang yang sangat gemar membaca. Jika tidak demikian, mana mungkin dia bisa mencantumkan berbagai referensi. Selain itu, tulisan-tulisan sederhana seperti artikel pun juga sering kali dibumbui dengan referensi.

Bisakah Menjadi Penulis, tapi Tidak Suka Membaca?

Namun, masih banyak penulis yang tidak suka membaca? Siapakah dia? Dia adalah penulis kreatif yang bisa menajadikan apa saja yang dia lihat dan dia dengar untuk dijadikan sumber inspirasi dan referensi, seperti kehidipan nyata, atau fiksi yang dibuat oleh sutradara film.

Mari kita kupas. Bolehkah seorang penulis benci membaca? Sebenarnya ini bukanlah pertanyaan yang hanya bisa dijawab boleh ataupun tidak, karena itu adalah haknya setiap orang untuk suka atau tidak dengan sesuatu, termasuk seorang penulis. Sah-sah saja jika dia tak suka membaca selama karyanya tidak menyalahkan atau membenarkan sesuatu tanpa argumen yang valid dan kuat.

Justru kita perlu belajar banyak hal dari penulis yang tidak suka membaca, tapi tetap saja bisa berkarya dan dinikmati oleh semesta. Kenapa? Karena mereka bisa dengan mudah menyusun kata menjadi kalimat dengan inspirasi apa pun yang ditemuinya.

Menulis dari Sebuah Film

Saya akan sedikit bercerita, ketika saya memutuskan untuk menulis beberapa tahun silam. Kala itu yang ada di benak saya adalah saya hanyalah seorang penulis diary yang setiap hari menggoreskan tinta di kertas tua. Ya, kertas itu sudah mulai kusam karena terlalu sering saya buka dan saya tutup kembali untuk sekedar membacanya lagi.

Oh, ya, saya menyadari bahwa saya tidak suka membaca dan itu membuat saya tidak berani untuk keluar dari rutinitas, yaitu menulis untuk saya baca sendiri. Rasanya, saya belum mampu karena saya tidak punya banyak sumber untuk menulis atau mengupas sesuatu yang baru dalam tulisan saya. Kemampuan saya hanya berhenti di “menulis aktivitas sehari-hari”.

Sampai pada waktu itu saya menemukan subuah film yang menginspirasi saya untuk terus menulis, yaitu sebuah film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dengan judul “Perahu Kertas”. Dari situlah awal mula saya menemukan pupuk untuk menumbuhkan semangat saya agar mampu mencoba hal baru. Dan hari ini saya buktikan bahwa suka membaca bukanlah satu-satunya syarat untuk bisa menulis, karena ada banyak hal seperti imajinasi dan motivasi hidup yang bisa diceritakan.

Hari itu saya tau, saya tidak perlu jadi orang lain untuk memulai sesuatu dan saya sadar membaca memang penting, tapi jangan dipaksakan jika pada akhirnya itu malah menjadi penghalang! Temukan dirimu sendiri! Dengan caramu, bukan dengan standar orang lain! Seiring berjalannya waktu, kita akan bisa memilih apa yang harus kita kerjakan dan apa yang harus kita tingalkan! Temukan dirimu!

Editor: Nirwansyah