Hubungan antar manusia itu rumit, baik hubungan pertemanan maupun percintaan. Ada yang pada awalnya dimulai dengan baik namun harus berakhir dengan pelik. Terkadang, konflik yang kita alami dengan orang lain bisa sebegitu parah hingga menyebabkan trauma yang mendalam. Untuk itu, kita sudah tidak mau berhubungan dengan dia dalam bentuk apapun, termasuk di media sosial. 

Banyak orang yang menganggap, tindakan blokir ini adalah sesuatu yang kekanakan dan tidak bijak. Banyak kutipan di media sosial, entah itu Instagram maupun TikTok yang bilang, “Yang memblokir adalah yang kalah”. Padahal, fitur blokir pada sosial media dibuat untuk suatu alasan, kan? Mengapa kita jadi terkesan salah ketika menggunakannya? Berikut adalah penjabaran kalau memblokir itu bukan berarti salah ataupun kalah.

Kita Tidak Sedang Berlomba

Jangan anggap masalah yang kalian alami dengan orang lain merupakan ajang perlombaan. Tidak ada titik start dan finish disini. Justru jika ada seseorang yang merasa “menang” karena telah diblokir itu aneh. karena kesannya mereka tersinggung dan masih mau untuk berurusan dengan kita. Padahal, kita melakukan hal ini untuk ketenangan jiwa kita sendiri, bukan? Mungkin kemarin kita dan dia sudah berusaha menyelesaikannya dengan baik, namun tidak berhasil. Atau masalahnya sudah selesai dan kita sudah saling bermaaf-maafan dengannya, tapi trauma tidak dapat hilang hanya dengan kata “maaf” saja. Daripada terus mengingat hal yang membuat kita sakit dan benci pada orang lain, bukankah menggunakan opsi blokir ini lebih bijak?

Proses move on dari trauma bukanlah hal yang mudah. Jadi lakukanlah hal yang membantu proses ini, termasuk blokir jika diperlukan. Lakukanlah dengan perlahan dan jangan terlalu keras pada diri sendiri karena sekali lagi, sembuh dari rasa sakit bukanlah perlombaan dan jika kita berada pada posisi yang “diblokir”, maka sikapilah lebih bijak. 

Toleransi seseorang terhadap trauma berbeda-beda. Jika memang kita merasa sakit hati karena diblokir, itu wajar. Tidak perlu menyindir atau memaksa dia kembali berkomunikasi dengan kita. Justru, dari sini kita bisa intropeksi diri dari kejadian yang telah berlalu. Biarkan saja dia yang memblokir kita bisa menjalani hidupnya dengan tenang, dan kita pun juga harus melangkah maju menjalani hidup kita sendiri.

Setiap Orang Ada Masanya

Terdengar klasik, namun kenyataannya memang setiap orang ada masanya. Orang-orang yang kita temui dari kita kecil sampai dewasa, semuanya sudah diatur oleh Tuhan. Kapan kita bertemu, berapa lama kita berhubungan, dan seperti apa perpisahan yang terjadi. Semuanya sudah ditakdirkan. 

Teman yang kita temui waktu sekolah menengah, tidak semuanya tetap berteman ketika sudah kuliah. Rekan kantor yang begitu akrab dengan kita, ketika resign maka kita sudah tidak tahu lagi kabarnya. Lalu tentu saja, kekasih yang dulu pernah sangat kita cintai ternyata bukan jodoh kita sehingga saat ini asing dengannya.

Setiap pertemuan itu, meskipun berakhir menyakitkan pasti terjadi karena suatu alasan. Pasti ada sesuatu yang Tuhan ingin ajarkan kepada kita melalui rasa sakit itu. Tuhan ingin melihat, bagaimana kita menghadapi situasi itu. Jika kita sudah tahu berkomunikasi dengannya hanya memperburuk keadaan, maka seharusnya kita tahu apa yang harus dilakukan.

Pilihlah Dirimu Sendiri

Jadi, memblokir bukan tentang kemenangan dan kekalahan., namun soal ketenangan. Apa gunanya mempertahankan suatu hal yang membuat kita sakit? Apakah dia peduli jika mentalmu berantakan karena memaksa menerima semuanya? Apakah dia yang membiayaimu ke psikolog ketika keadaan psikismu memburuk? Tidak, kan? Oleh karena itu, jika memang bisa diakhiri, maka akhirilah hubunganmu yang sudah tidak sehat itu.

Bila memang mengikuti media sosialnya masih terasa menyakitkan untukmu. Jika mengetahui kabarnya melalui story masih mengusik pikiranmu. Atau jika dia masih saja memaksa untuk terus berkomunikasi tanpa menyadari trauma yang dia sebabkan. Blokir saja, nggak papa, karena kenyataannya, tidak semua orang ditakdirkan untuk terus menjadi bagian dari hidup kita. Kamu tidak kalah, kamu hanya sedang memilih diri sendiri. Jangan dengarkan kata orang lain, sekali lagi, pilihlah diri sendiri.

Editor: Yud

Gambar: Unsplash