Jika kita berbicara tentang mahar, tentu akan hadir keberagaman tentang apa yang diberikan seorang laki-laki kepada perempuan pada saat pernikahan. Saat ini, mahar lebih banyak diberikan dalam bentuk uang. Lantas, seperti apa mahar pada zaman nabi terdahulu? Jenis-jenis mahar tersebut akan dijelaskan di bawah ini.

Mahar Berupa Shalawat

Jika selama ini kita hanya mendegnar mahar berupa hafalan Al-Qur’an dan al Hadits, rupanya jauh sebelum itu, ada yang lebih menarik, yakni mahar berupa shalawat. Mahar tersebut dilakukan oleh Nabi Adam atas pernikahannya dengan Hawa.

Mahar dengan Bekerja Selama 10 Tahun

Perihal ini, ketika Nabi Syu’aib berencana menikahkan putrinya dengan Nabi Musa. Syaratnya, Nabi Musa harus bekerja bersama dengan si calon mertuanya tersebut selama delapan tahun dan menggenapkannya selama sepuluh tahun. Dari pekerjaan inilah, rupanya Nabi Musa mengalami perubahan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang lebih matang.

Mahar dengan Baju Besi

Hal ini terjadi ketika Ali ra., mempersunting Fathimah putri Rasulullah SAW. Namun, sebelumnya Ali ra., sempat mengurungkan niatnya tersebut. Hal ini dikarenakan mendengar kabar bahwa kedua sahabatnya Abu Bakar dan Utsman telah menyampaikan niat baik kepada putri Rasulullah SAW. Akan tetapi mereka tertolak.

Bukannya senang dari penolakan yang diterima sahabatnya tersebut, Ali ra., merasa bahwa jika Abu Bakar dan Umar saja tertolak, lantas bagaimana dengan dirinya yang tidak punya apa apa? Akan tetapi, karena dorongan Abu Baakr, akhirnya Ali memberanikan diri menghadap Rasulullah.

Di sanalah Ali mengutarakan niatnya. Dengan wajah bahagia, Rasulullah bertanya kepadanya tentang apa yang dia miliki. Saat itu, Ali hanya memiliki tiga hal, yakni baju besi, sebilah pedang, dan unta.

Mendengar hal tersebut, maka Rasulullah berkata:

“Pedangmu akan kamu gunakan untuk melanjutkan perjuangan di jalan Allah, Untamu akan kamu gunakan untuk mengambil air untuk keluargamu dan kau gunakan dalam perjalanan jauh, maka darinya aku akan menikahkanmu dengan mahar baju besi saja”

Masuk Islam

Mahar yang mulia ini dilakukan oleh Abu Thalhah atas pernikahannya dengan Ummu Sulaim yang merupakan seorang janda. Sebelumnya, ia memiliki suami bernama Malik bin Nadhar yang meninggalkan Ummu Sulaim ketika sang istri memilih untuk masuk Islam. Tak lama dari itu, suaminya tersebut meninggal dunia.

Berangkat dari sinilah Ummu Sulaim menghadap Rasulullah dan mengabdikan dirinya kepada Islam. Kemudian, ia dilirik oleh Abu Thalhah, yakni seorang lelaki dari Madinah yang dikenal tampan, kuat, dan kaya. Sayangnya, dia masih memeluk agama yang menyembah pohon dan patung.

Berkali kali Abu Thalhah datang kepada Ummu Sulaim dan menawarkan kepadanya mahar yang tinggi. Akan tetapi, Ummu Sulaim selalu mengutakaran kesediaanya apabila Abu Thalhah menjadikan keislaman drinya sebagai mahar, tidak lebih.

Hingga pada akhirnya, Ummu Sulaim berkata kepadanya:

“Wahai Abu Thalhah, tidakkah engkau mengetahui bahwa Tuhan yang engkau sembah itu dipahat oleh seseorang dan keluarga si fulan, seorang tukang kayu? Dan jika kalian membakarnya, maka Tuhanmu ini akan terbakar?”

Mendengar hal itu, Abu Thalhah berbisik:

“Apakah mungkin Tuhan itu dapat terbakar?”

Kemudian dengan gemetar, diapun mengucapkan syahadat.

Sandal Jepit

Apa yang tidak mungkin, jika didasari dengan niat untuk mendapat ridha Allah dan karena Cinta? Bahkan, dengan mahar sandal jepit pun akan diterima dengan setulus hati. Begitupun ketika sepasang sandal jepit dijadikan sebagai mahar dan bukti cinta yang ditujukan seorang lelaki kepada sang pilihan hati. Hal inilah yang dilakukan oleh seorang lelaki di Zaman Rasulullah sewaktu menikahi seorang muslimah yang berasal dari kalangan Bani Fazarah.

Namun, ketika Rasulullah mempertanyakan perihal keridhaan sang mempelai wanita, maka dia menyetujuinya. Kemudian Rasulullah pun mengiyakan. Kisah ini diriwayatkan dalam beberapa hadits, salah satunya dari riwayat Tirmidzi. 

Editor: Nirwansyah