Ramadan adalah bulan yang dinantikan umat Muslim di seluruh dunia. Begitupun dengan kepergiannya yang selalu ditangisi. Banyak alasan mengapa Ramadan begitu mengesankan. Baik alasan spiritual, ataupun alasan ritual. Lalu bagaimana jika bulan yang penuh keagungan berlalu, bagaimana jika Ramadan telah pergi?
Bahagia dengan keagungan pahala di bulan Ramadan dengan klimaks Lailatul Qodar di dalamnya menjadi alasan spiritual paling diharapkan bagi umat muslim. Ibadah-ibadah “endemik” di dalamnya menjadi suatu hal yang dirindukan. Semangat spiritual memuncak karena didorong oleh keadaan tubuh yang berpuasa sehingga berpeluang banyak untuk beramal.
Bahagia dengan ritual Ramadan yang membudaya di masyarakat Indonesia juga menjadi salah satu daya tarik tersendiri. Budaya buka bersama, tarawih keliling, kuliner melimpah ruah untuk berbuka, hingga mudik lebaran menjadi tradisi yang dinantikan. Ritual ini semakin memuncak tatkala mendekati lebaran. Semua berbenah untuk menyiapkan hari yang fitri.
Jika Ramadan Telah Pergi
Terkadang esensi Ramadan seringkali terlupakan oleh gemerlap budaya dan tradisi. Predikat takwa yang dicita-citakan umat Muslim saat berpuasa adalah titik tuju utama. Seluruh umat muslim seyogyanya keluar dari “madrasah” Ramadan dengan gelar “orang yang bertakwa”. Namun hal ini bukan merupakan sebuah keniscayaan.
Aktualisasi dari pendidikan Ramadan adalah 11 bulan setelah Ramadan. Predikat takwa selama di bulan Ramadan adalah sebuah masa penempaan diri. Hasil dan buah dari Ramadan adalah “upgrade” kualitas pribadi yang lebih baik lagi pada 11 bulan setelah Ramadan.
Ramadan sebagai kado terbesar dari Allah untuk umat Islam menjadi sebuah pembeda dan penawar atas semakin berkurangnya angka usia umat Nabi Muhammad. Jika umat nabi Muhammad bisa memanfaatkan Ramadan dengan optimal dan maksimal, maka Allah menjanjikan kebaikan yang lebih mulia daripada 1.000 bulan, atau setara dengan 83 tahun 4 bulan. Hal ini menjadi semangat spiritual tersendiri bagi umat Muslim untuk giat beribadah.
Tingkat kestabilan dan istiqomah menjadi tolak ukur kualitas sebuah amal. Hal itu dijabarkan oleh Allah dalah surat Hud ayat 12 : “Istiqomahlah sebagaimana kamu diperintahkan”. Ayat ini menjadi tamparan keras bagi umat Muslim untuk senantiasa menjaga kualitas dan kuantitas ibadah selama Ramadan untuk diaplikasikan di 11 bulan setelah Ramadan.
Intensitas yang banyak untuk beribadah di bulan Ramadan menjadi ajang bagi umat Muslim untuk membuat atmosfer spiritual untuk beribadah. Shalat tarawih misalnya. Ibadah shalat tarawih adalah sebuah amalan sunnah yang dikerjakan khusus di bulan Ramadan. Idealnya, ibadah sunnah yang dilakukan di bulan Ramadan, seperti shalat tarawih, witir, mengaji Al-Qur’an dan bersedakah menjadi amalan yang membudaya sehingga predikat takwa di 11 bulan ke depannya akan tetap terjaga.
Inilah revolusi hidup pasca Ramadan yang diharapkan bagi seorang muslim. Semoga di penghujung Ramadan ini, umat Muslim bisa menghayati detik-detik Ramadan sehingga dapat meraih esensi Ramadan dengan sempurna.
Editor: Nabhan
Comments