Hari raya idulfitri (1 Syawal) adalah hari kemenangan yang dinantikan oleh umat Islam setelah satu bulan lamanya berpuasa di bulan suci ramadan. Pada hari raya idulfitri, kaum muslim kembali kepada fitrahnya atau suci kembali, yang mana pada hari tersebut segala kekhilafan dan dosa umat muslim diampuni oleh Allah Swt.
Idulfitri dijadikan sebagai momentum untuk bersilaturahmi dengan sanak saudara, tetangga, maupun kerabat dekat, yakni bermaaf-maafan dengan sesama. Saat bersilaturahmi, tradisi atau budaya yang wajib dilakukan adalah menghidangkan dan menyantap makanan hari raya.
Hidangan dianggap sebagai pelengkap dan wajib ada saat hari raya idulfitri. Indonesia memiliki kebudayaan dan ciri khas makanan yang berbeda-beda, sehingga menjadikan keberagaman hidangan yang disediakan setiap suku dan daerah. Tetapi, makanan-makanan yang dihidangkan tentunya dapat dinikmati oleh lidah orang Indonesia pada umumnya.
Hidangan Hari Raya
Hidangan hari raya idulfitri identik dengan ketupat sebagai karbohidrat pengganti nasi. Ketupat dianggap sebagai ikon dari lebaran idulfitri itu sendiri. Tetapi, kembali ke daerah masing-masing. Biasanya, untuk menggantikan nasi sebagai karbohidrat, selain ketupat ada juga lontong, pesor, dan lain-lain yang berbahan dasar beras. Kemudian, jenis karbohidrat tersebut disandingkan dengan makanan-makanan hidangan lain sebagai lauk-pauk.
Selain makanan karbohidrat, terdapat pula makanan cemilan atau yang lebih dikenal dengan kue kering sebagai hidangan yang disediakan di meja rumah sebagai penghias atau diangap meramaikan meja. Kue kering memiliki banyak macam. Di antaranya adalah nastar, kastengel, sagu keju, putri salju, kacang-kacangan, cokelat cookies, jajanan anak, dan lain-lain. Di berbagai daerah kue kering yang beraneka ragam ini memiliki kesamaan bentuk maupun jenis.
Makanan-makanan tersebut dihidangkan sebagai bentuk penghormatan tuan rumah kepada tamu yang berdatangan untuk bersilaturahmi dengan maksud untuk memuliakan tamu yang datang. Sehingga hidangan tersebut dianggap hidangan wajib ada saat hari raya Idulfitri.
Makanan dan Kebudayaan
Makanan yang dihidangkan saat hari raya Idulfitri berkaitan dengan budaya setempat, karena kekhasan dari setiap daerah berbeda-beda. Setiap daerah memiliki makanan khas daerah masing-masing. Seperti di Pulau Kalimantan, biasanya dihidangkan Soto Banjar khas Banjarmasin. Di daerah Manado, dihidangkan ayam woku sebagai hidangan hari raya idulfitri.
Di Pulau Jawa tepatnya di Temanggung, Jawa Tengah setiap rumah biasanya menyediakan pecel. Yaitu sayuran yang direbus atau dikukus dan dihidangkan dengan sambal kacang yang siap disantap oleh keluarga dan tamu yang berkunjung untuk bersilaturahmi. Meskipun demikian, pecel yang dihidangkan di Temanggung berbeda dengan pecel yang dihidangkan di daerah Madiun. Yang membedakan adalah pecel di Madiun, terdapat tambahan serundeng dan rempeyek. Lain dari itu, makanan modifikasi pecel yang lain dapat ditemukan di daerah Lamongan, yakni pecel lele.
Selain itu, terdapat pula makanan sejenis di dua daerah yang berbeda, yakni tapai di daerah Jogjakarta dan Jakarta, khususnya suku Betawi. Tapai merupakan makanan yang terbuat dari beras ketan yang diberi ragi, kemudian didiamkan beberapa waktu sehingga menjadi lebih manis dan asam. Tapai di kedua daerah tersebut berbeda, di daerah Jogjakarta tapai disandingkan dengan kue apem, sedangkan di daerah Jakarta dengan uli.
Meskipun beragam makanan khas daerah Indonesia, tetapi terdapat beberapa makanan yang berasal dari suatu daerah yang menjadi umum dimasak masyarakat Indonesia saat hari raya idulfitri, seperti rendang khas padang, opor ayam khas jawa, dan semur daging khas Jakarta. Bumbu dan resep dari masakan tersebut banyak dijual di pasar dan mudah untuk dimasak, sehingga masyarakat Indonesia memilih untuk menghidangkan makanan tersebut sebagai menu utama.
Memuliakan Tamu
Hari raya idulfitri dapat dimanfaatkan untuk bertamu atau bersilaturahmi. Hubungan silaturahmi dalam ajaran agama Islam dilakukan agar tidak memutus hubungan persaudaraan dan melapangkan rezeki seseorang. Sebagaimana Ibnu Anas bin Malik RA berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan juga dipanjangkan umurnya, maka hendaklah menjalin hubungan silaturahmi.” (HR. Muttafaq Alaih)
Selanjutnya, tuan rumah yang memiliki tamu yang bersilaturahmi ke kediamannya, hendaknya memuliakan tamu tersebut sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw. Sebagaimana Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah Swt. dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)
Memuliakan tamu dengan cara menyambutnya dengan baik dan memberi makanan terbaik yang ada di rumah, karena rezeki yang kita miliki, termasuk makanan sejatinya juga hak atau milik orang lain. Selain itu, jika memuliakan tamu dengan cara memberi hidangan atau makanan seperti mendapat pahala haji dan umrah, hal tersebut diungkapkan oleh Ibnu Abas RA berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Jika ada yang bertamu ke rumah seorang mukmin, maka akan masuk bersama tamu tersebut seribu keberkahan dan seribu rahmat. Allah Swt. Akan mencatat untuk pemilik rumah pada setiap suap makanan yang disantap tamu seperti pahala haji dan umrah.”
Adab memuliakan tamu yang paling mudah dan sering diterapkan pada hari raya idulfitri adalah menyambut dengan baik dan memberikan hidangan terbaik saat hari raya. Dengan adanya hal tersebut menjadikan kesenangan tersendiri dari hati yang bertamu maupun yang menerima tamu. Hidangan yang disantap oleh tamu menjadi keberkahan untuk pemilik rumah, karena ia mengistimewakan tamunya. Ingat, ada pepatah yang menyebutkan bahwa tamu adalah raja.
Walau di tengah pandemi anjuran physical distancing tetap berlaku, menghidangkan makanan enak rasanya tetap seperti wajib meski mungkin hanya bisa dinikmati keluarga kecil. Selamat lebar-an!
Editor: Halimah
Comments