Sebagaimana kehidupan manusia yang selalu bergerak menuju peradaban yang lebih canggih, katakanlah seperti bagaimana periode manusia bergerak dari revolusi industri 1.0 hingga revolusi industri 4.0 atau yang kini digadang-gadang kita sudah beranjak dari revolusi industri 4.0 menjadi revolusi industry 5.0. Sehingga media sosial menjadi bagian dari kita. Pintar bermedsos agaknya adalah skill yang harus dimiliki masyarakat Indonesia.
Revolusi industri pertama kali terjadi pada abad ke-18 yang ditandai dengan adanya penemuan mesin uap untuk proses produksi barang, kemudian berlanjut pada revolusi industri 2.0 yang mulai muncul di awal abad ke-20 yang ditandai dengan adanya penemuan tenaga listrik, sehingga proses produksi yang menggunakan tenaga uap yang dianggap lama digantikan dengan adanya tenaga listrik tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan adanya kemajuan teknolodi dimana mulai muncul terknologi digital pada revolusi 3.0 yang terus berlanjut ke revolusi 4.0 dan seterusnya hingga sekarang.
Perkembangan Sistem Pemasaran Sesuai Peradabannya
Adanya pergeseran peradaban dan kecanggihan teknologi ini tentu juga pada akhirnya mempengaruhi beberapa sector baik pada sektor pertambangan, transportasi, manufaktur, pertanian, dan lainnya, tak terlupa juga dalam hal sistem pemasaran. Pemasaran sendiri pada akhirnya mengalami pergeseran mengikuti perubahan zaman. Di era marketing 1.0 perusahaan masih berfokus kepada penciptaan produk-produk terbaik dimana dapat dikatakan bahwa pada saat itu perusahaan bekerja secara product-driven. Kemudian terjadi pergeseran dan muncul istilah marketing 2.0 marketing 2.0 dimana pada saat ini pemasar sudah mengenal segmentasi dan memahami bahwasanya setiap konsumen memiliki keinginan yang berbeda-beda. Sehingga, dalam hal penciptaan produk perusahaan menyesuakan dengan sasaran yang dituju. Kemudian, pada era berikutnya di marketing 3.0 pemasar juga berfikir mengenai dampak daripada bisnis atau perusahaan terhadap lingkungan dan social.
Era marketing 1.0 hingga 3.0 ini dikenal dengan istilah pemasaran tradisional. Kemudian disempurnakan dengan menggabungkan antara offline marketing dan online marketing pada era baru yakni pada marketing 4.0, dimana pemasar sudah mengenai dunia digital dan tentunya hal ini selaras dengan pola kehidupan masyarakat saat ini yang serba digital. Bayangkan saja, apa yang kalian lakukan sehabis bangun tidur hingga mau tidur? Apapun aktivitas kalian tentu kalian tidak akan jauh dengan yang namanya internet, termasuk dalam kegiatan bermedsos. Total penduduk Indonesia berdasarkan data dari kemendagri tercatat sebesar 273,879,750 jiwa. Sedangkan, mengutip dari Antara News, tercatat pengguna jejaring sosial Facebook di Indonesia sebesar 43,06 juta jiwa. Artinya kurang lebih sekitar 16% penduduk Indonesia ialah pengguna aktif media facebook. Kemudiaan, diikuti dengan banyaknya pengguna media sosial lainnya seperti Instagram, Tik-Tok, hingga Twitter.
Media Sosial sebagai Habbits Masyarakat
Hampir 50% masyarakat Indonesia tercatat aktif sebagai pengguna WhattsApp, dimana melansir dari Katadata Media Network tercatat Indonesia sebagai salah satu pasar terbesar WhatsApp dengan pengguna pada tahun 2021 ialah sebesar 84,8 juta jiwa. Hal ini tentu menunjukan bagaimana internet sebagai gaya hidup yang tidak bisa dipisahkan dengan peradaban manusia saat ini, sehingga dalam hal ini pula pemasar perlu untuk memahami dan dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan zaman ini dalam melakukan kegiatan pemasarannya. Yakni melalui pemasaran berbasis digital, baik itu dengan memanfaatkan media sosial (memaksimalkan penggunann segala fitur yang ada termasuk untuk memperkenalkan produk hingga iklan, dan melakukan jual beli), memanfaatkan search engine optimization, hingga e-commerce.
Berbanding terbalik dengan peradaban manusia yang terus berkembang. Nyatanya, pada sektor pertanian dan peternakan kita masih terus mengalami permasalahan-permasalahan klasik yang seolah tak berkesudahan. Seperti fluktuasi harga yang kadang kala produk mengalami kenaikan tinggi, tiba-tiba turun draktis, kemudian kualitas produk yang rendah (produk mudah busuk dan kalah saing). Selain itu ada juga permasalahan lainnya seperti rendahnya kemampuan tawar menawar, minimnya informasi pasar, dan tentu panjangnya rantai pasok. Tiga permasalahan terakhir tersebut sejatinya bisa untuk dikurang atau diatasi dengan kemampuan pemasar di sektor pertanian terhadap melek teknologi, atau kemampuan dalam mengakses teknologi. Maka, dalam hal ini penting bagi pelaku Agribisnis dalam memanfaatkan intenet, baik berupa media sosial hingga e-commerce untuk melakukan kegiatan pemasarannya guna menekan panjangnya rantai pasok, mengetahui informasi pasar, dan menaikkan nilai tawar produk.
Digitalisasi Marketing Berbasis Media Sosial Sebagai Solusi
Kemampuan dalam pintar bermedsos atau digitalisasai pemasaran di sektor pertanian telah banyak dilakukan oleh generasi-generasi milenial, yakni dengan cara membuat laman media sosial yang berisi konten seputar edukasi pertanian hingga tatacara budidaya, dan penjualan produk pertanian seperti yang telah dilakukan oleh Harvest Day Farm melalui akun Instagramnya. Atau kegiatan integrasi antara petani dan pembeli melalui sebuah start up sebagaiman yang telah dilakukan oleh Tanihub, Agromaaret, hinga Limakilo sebagai perantara jual beli dari petani kepada konsumen.
Digitalisasai di sektor pertanian terutama dalam hal pemasaran produk pertanian juga dapat dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan media sosial atau pintar bermedsos yang tentunya lebih mudah dan bisa diaplikasikan oleh siapa saja, dimana dalam praktiknya bisa dikelola oleh satu individu atau bahkan saatu departemen. Mengingat media sosial sebagai aplikasi yang sering diakses masyarakat, maka tentu akan mempu menjadai kendaraan yang baik dalam membina hubungan dengan pelanggan secara dua jalur atau adanya timbal balik. Selain, itu media sosial contohnya seperti Instagram juga dilengkapi berbagai fitur seperti fitur bisnis yang memudahkan dan telah dipersiapkan untuk kegitan jual beli. Pintar bermedsos dapat dilakukan dengan membuat laman sosial yang berisikan mengenai produk pertanaian yang akan diperjual belikan. Analogika demikian, dengan kita mengenalkan produk pertanian yang akan kita jual dan mampu memanfaatkan algoritma instagram dengan sebaik mungkin. Maka, produk kita akan mudah dikenali orang dan proses jual beli bisa langsung dilakukan antara penjual dan pembeli sehingga produk tidak harus melalui saluran pasar yang panjang.
Ketika produk kita sudah dikenal kemudian timbul ketertarikan oleh konsumen berdasarkan iklan yang kita tayangkan di media sosial. Akhirnya terjadi proses dimana konsumen memutuskan untuk membeli, dengan demikian akhirnya proses pemsaaran produk pertanian hanya terdiri dari dua tingkat pasar yakni pasar produsen dan pasar konsumen.
Media sosial selain baik untuk memangkas panjangnya rantai pasar tentu juga bisa dijadikan sebagai alat dalam pembentukan branding, yakni dengan membuat konten yang menarik mengenai kualitas produk, melakukan komunikasi yang baik dengan konsumen, sehingga konsumen juga akan aware terhadap produk dan tidak menutup kemungkinan untuk melakukan pembelian ulang, sehingga nilai tawar produk juga akan lebih baik.
Editor: Saa
Gambar: Pexels
Comments