Seumur-umur, aku tidak pernah membayangkan jika dalam festival musik ada dunia sastra yang ikut hadir. Fenomena lumrahnya, kedua entitas ini memiliki agenda-agendanya sendiri. Misal kalau di Jogja ada Jogja Art+Book Fair, Festival Mojok, atau pameran-pameran buku pada umumnya.
Biasanya, aspek musik menjadi “tamu” pada agenda sastra, menghibur pengunjung di pembukaan atau penutupan rangkaian acara. Tapi di Cherrypop Festival 2025, giliran sastra yang menjadi penyemarak agenda musik. Bekerja sama dengan Buku Akik dan Shira Media, kedua toko buku di kawasan Kaliurang ini “turun gunung” dan memeriahkan “hajatan skena” Yogyakarta di Lapangan Kenari, pada Sabtu—Minggu, 9—10 Agustus 2025lalu.
Spot Unik Itu Berbentuk Mesin Tik Raksasa dan “Biro Puisi”
Mesin tik raksasa dan mobil Volkswagen biru menjadi penanda spot Buku Akik x Shira Media. Jajaran buku pilihan memenuhi interior mobil dan rak-rak yang disusun di luar. Mesin kopi dan beberapa kursi santai tertata rapi di sekitarnya. Area yang cukup menarik perhatian. Selain karena antusiasme orang terhadap pameran buku kecil-kecilan ini, keberadaannya juga cukup strategis: berdekatan dengan pintu masuk, Cherry District (titik pembelian merchandise), dan di antara dua panggung penampilan. Menjelang malam hari, titik ini terkesan sangat romantis karena lampu dekorasinya yang kuning hangat disertai gimmick mini video mapping animasi mengetik di “kertas” mesin tik raksasa tadi.

Selain spot dari Bukuk Akik x Shira Media, ada hal lain yang menurutku paling mindblowing: pojok kecil bertajuk “Biro Puisi”. Menawarkan jasa penulisan puisi secara langsung di tempat oleh Kak Rabu Pagisyahbana, seorang penyair muda yang telah menghasilkan beberapa karya, salah satunya antologi puisi “Mencintai Toko Buku” (2025).
Tidak ada patokan harga untuk setiap puisi yang dibuat, istilahnya pay as you wish, atau bayar seikhlasnya. Tinggal duduk di kursi yang disediakan, ceritakan hal-hal yang ingin diabadikan lewat puisi, dan tadaa! Kak Rabu akan segera mengetikkan puisi spesial dan pastinya terasa personal. Van ini juga menjual aneka menu minuman kopi yang bisa dicicipi dengan harga terjangkau.

Buku di Tengah Riuh Musik
Kuakui aku kagum dengan ide brilian menghadirkan toko buku ke acara konser yang stigmanya adalah berisik, ramai, dan penuh lonjakan kesenangan. Kontras dengan dunia buku yang terkesan sunyi, digawangi para nerds, dan tidak modern–meski kini perlahan kembali menjadi tren.
Sebagai orang awam, aku memandang stand Buku Akik x Shira Media di Cherrypop adalah cara mengenalkan gerakan literasi dengan pendekatan paling pop. Meski tidak semua orang dipastikan mampir ke van dan menengok atau membeli koleksi yang menarik itu, paling tidak mereka terpapar dengan adanya keberadaan buku di tengah-tengah ramainya massa yang bisa dipastikan datang untuk menonton konser (bahkan, tuts di mesin tik raksasa tadi pun bisa dipakai untuk duduk-duduk santai!).
Musik Adalah Jalan Populer Mengenalkan Literasi
Di lain sisi, adanya booth ini menguatkan argumen di mana musik adalah medium yang paling mudah dieksekusi untuk mengenalkan suatu pemikiran dan kebudayaan, dalam hal ini budaya membaca. Terlihat dari bagaimana jajaran buku dengan tema musik dan seni: biografi, pemikiran, dan fiksi populer lainnya telah menarik perhatian sebagian pengunjung Cherrypop selama dua hari itu. Bahkan kalau dipikir-pikir, buku dan sastra adalah hal yang mendasari bagaimana barisan lirik magis yang kamu jadikan kutipan favorit dan ditulis di halaman motto skripsi itu tercipta. Dari mana inspirasi itu datang jika seniman dan musisi tidak membaca?
Rancangan layout booth yang unik juga memberikan kesan seriusnya branding dua toko buku independen ini dalam menghadirkan tempat yang cantik dan nyaman. Di media sosial, baik Buku Akik dan Shira Media dikenal salah satunya karena interior toko fisiknya terkenal Instagrammable. Hal ini turut mendukung gagasan bagaimana budaya mencintai buku–minimal toko buku–dapat tumbuh. Layaknya satu kalimat yang berhasil kuabadikan dari “kertas” mesin tik raksasa malam itu, “Toko buku tempat di mana hatimu menemukan pecahan dari rasanya mencintai, tempat di mana hati para penulis menitipkan bilangan kisah hidupnya kepada waktu.”
Kiranya biarlah literasi dan sastra “menginvasi” seluruh lini kehidupan, bahkan di festival musik sekalipun. Melihat fenomena ini, harapanku tentang gerakan literasi yang luwes agaknya menemukan jalan terang. Disesuaikan dengan bentuk acara, aktivasi lapak seperti apa yang dilakukan Buku Akik dan Shira Media ini ide bagus untuk diadopsi. Gagasan ini dapat menjadi inspirasi bagi organisasi, komunitas, atau penyelenggara event lainnya yang juga ingin menyebarluaskan misi “mencintai buku dan semestanya” di kemudian hari.
Editor: Pratama
Gambar: Instagram @Tomi_wibisono

Comments