Sebatang terakhir Djarum Super kini tinggal setengah. Kedua jarum di arloji telah jatuh di angka yang sama, 12. Lampu ruang tamu dan teras telah padam, tersisa cahaya ponsel, menyelip di antara gelap gazebo di pelataran rumah. Sesekali cahaya merah menyeruak, kala api membakar tembakau hingga garis pembatas filter. “Rokok entek, tapi sek pengen melek. Taek!” kemelut batin ini di tengah keheningan hari yang masih dini.
Pikiran yang awalnya berlarian ngalor-ngidul pun dapat dihentipaksakan saat itu juga. Overthinking yang kini sudah dapat ku ‘nikmati’ dengan segera harus diakhiri. Jika di lain hari dengan sebat terakhir, kali ini dengan satu lagu terakhir. Sejenak berpikir, akhirnya sesuatu terbersit di benak. “Bunga Abadi” – “Roy Clappy”, tulis saya di kolom pencarian Youtube.
“Bunga Abadi”, lagu yang katanya menceritakan tentang keteguhan cinta seseorang kepada kekasihnya. Betapapun rintangan yang dihadapi, dia pantang gentar. Perjuangan itu, tak lain adalah bunga abadi yang dirangkainya untuk sang kekasih. Dan sebagai pesan untuk sang kekasih, adalah menjaga bunga abadi tersebut. Sungguh, sebuah lagu yang menarik untuk menutup malam.
Kali pertama diputar, lumayan menarik. Kali kedua, kok enak. Kali ke tiga, kok jeruuu…
Komentar yang Menyentuh Hati
Di sela-sela mendengarkan lagu tersebut, saya tak lupa membaca komentar-komentar yang nangkring di kanal Youtube lagu tersebut. Tambah jeruuuuuu…
“Bro, gwe baru aja lamaran dan tunangan hari ini 28/09/2024 doakan langgeng trus ya dan sampai ke jenjang yg lebih serius lagi.” Tulis sebuah akun dengan profil bergambar huruf L tersebut. Saya hanya bisa mengamininya sambil membatin “mugo lancar”.
“Masih berjuang di titik terendahku ..nnti disaat aq sudah berhasil melaluinya aq kan mampir di sini lagi. lagu ini menenangkan pikiranku yg sangat kalut.” Tulis sebuah akun dengan embel-embel official pada namanya. “Podo. Semangat, Mbak.” sahutku dari hati yang paling dalam. Terlepas sedikit misuh lantaran typing yang agak kureng tersebut.
“Dengerin lagu ini langsung inget alm bapak, alfatihah di sana ya bapakku, aku disini berusaha baik baik saja tanpa bapak”. Tulis akun lainnya. Dengan penuh kesadaran, saya langsung melantunkan surah al fatihah meski tak tahu siapa nama bapak si empunya komentar. Dan masih banyak lagi.
Per-5 februari terhitung 11.950 komentar. Hampir semuanya adalah doa. Hanya beberapa yang berisi review tentang lagu tersebut. Itu hanya berdasarkan jumlah komentar. Belum lagi mereka-mereka yang hanya membaca komentar tanpa menuliskan apa-apa di kolom komentar. Atau sekedar me-like komentar yang kiranya relate dan menyentuh hati. Atau mereka yang hanya sebatas viewer, yang berjumlah 45 juta, pasti ada banyak yang melantunkan doa-doa yang tak kalah banyak pula.
Entah berapa banyak doa yang terlantun sepanjang 4 menit 43 detik lagu itu. Entah itu doa untuk kekasih, anak, bapak, ibu, keluarga, kolega, atau bahkan untuk semua penikmat lagu ini.
Makna Lagu yang Mendalam dan Transendental
Lebih dari itu, ada juga yang mengaitkan lagu ini dengan kerinduan terhadap Gusti Allah SWT dan Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Lagu yang benar-benar menembus dimensi. Tak hanya ruang dan waktu.
Dalam sebuah siniar, pencipta lagu ini menerangkan bahwa lagu ini bercerita tentang life after death. Bunga abadi yang melambangkan sukma akan dititipkan kepada Tuhannya di surga kelak.
Dari lagu ini saya menyadari bahwa dalam sebuah karya seni pun dapat merambah ranah spiritual, bukan hanya emosional. Beragam interpretasi yang disandarkan pada lagu ini. Interpretasi sebagai seorang kepada kekasihnya, anak kepada orang tua atau sebaliknya, hamba kepada Tuhannya, atau seseorang kepada seseorang lainnya. Lagu ini memberikan suatu dimensi baru yang mana dapat mengikat para penikmatnya untuk saling bergandengan tangan dalam tali doa.
Terlepas doa-doa yang dilayangkan ini hasil dari interpretasi atau hanya sekedar bentuk efek bandwagon dalam wujud fomo. Namun rasa yang dimunculkan oleh lagu ini sungguh dalam. Terlalu dalam lebih tepatnya.
Sebuah lagu dengan berjuta rasa, berjuta doa. Semoga berjuta kebaikan pula di-jariah-kan untuk penciptanya: Rio Clappy. Pukul 03.00 di gazebo depan rumah. Sudah waktunya saya untuk tidur. Untuk semua orang, Al Fatihah.
Editor: Yud
Gambar: Google
Comments