Kutu buku disini bukanlah kutu yang merayap-rayap di buku karena jarang sekali disentuh ataupun dibaca, hehe, memang ada kutu yang merayap-rayap di buku? Setahu saya, kutu hanya ada di rambut, kulit binatang, atau makanan basi. Lalu kutu di sini itu seperti apa? Sudah-sudah, kita tinggalkan perdebatan tentang kutu-kutu itu, hehe.
Kutu buku yang dimaksud di sini ialah konotasi dari orang yang sangat giat membaca buku, tiada hari tanpa membaca buku, ke manapun dia pergi, tak lupa selalu membawa buku sebagai teman setianya. Semboyan si kutu buku itu “Khoiru jalisin fiz zamani kitabun” –sebaik-baik teman duduk adalah buku.
Sayangnya kutu buku termasuk “spesies” yang langka di Indonesia. Nasibnya ibarat badak bercula satu yang hanya terdapat di Ujung Kulon. Jika memang pemerintah bersedia membuat proyek tempat pelestarian spesies langka, maka spesies Kutu buku ini sangatlah direkomendasikan untuk masuk di dalamnya agar tidak cepat punah digilas zaman.
Betapa tidak, sering sekali kita dengar hasil-hasil survey yang dilakukan oleh lembaga, baik lokal maupun mancanegara, yang membuat telinga kita pilu dan hati kita ngilu, yaitu survey tentang minat baca. Seperti yang diungkapkan oleh mbak Nana ( Najwa Shihab ), dari 61 negara yang disurvey, Indonesia menempati urutan ke-60 terkait dengan minat baca. Menyedihkan, bukan?
Padahal tokoh-tokoh sukses dunia seperti Bill Gate, Mark Zuckerberg, Jack Ma, dan lainnya mempunyai kebiasaan membaca buku yang dahsyat. Dalam jangka waktu sebulan, mereka mampu melahap kurang lebih 10 buku. Amazing, kan? hal tersebut mengindikasikan bahwa banyaknya pengetahuan akibat kebiasaan membaca yang mendarah daging berimplikasi kepada kesuksesan –bukan serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan, ataupun janin, hehe.
Lalu apa yang harus kita lakukan selain meratapi kesedihan?
Seperti yang diungkapkan oleh Prof. Zakiyuddin Baidhowy, jika kita ingin melakukan suatu terobosan dan dobrakan pergerakan revolusioner untuk mengubah keadaan, maka prinsip utama yang ditanamkan ialah “individuasi “. Belum tahu prinsip indivisuasi? Oke saya jelaskan, Individuasi itu “ibda’ binafsik“. Apa itu “ibda’ binafsik“?
Hadeuh, to the point only, prinsip individuasi itu ialah memulai dari diri sendiri. Jika kita prihatin akan rendahnya minat baca orang-orang Indonesia, maka dari diri sendiriliah kita memulai untuk membiasakan diri untuk membaca. Bukan malah mengkambinghitamkan Kemendikbud yang dinilai tidak becus, hmm, sangat kontra produktif Ferguso!
Bagi yang sudah terbiasa membaca, Alhamdulillah. Bagi yang belum terbiasa dengan
membaca, disini aku akan bocorkan kiat-kita menjadi kutu buku
Pertama : Pilih buku dengan tema/judul yang kamu senangi
Kiat ini saya dapat dari Mbak Nana (Duta Baca Perpustakaan Nasional Republik Indonesia). Memang benar apa kata beliau, untuk memulai kebiasaan baru, termasuk membaca, harus didasari dengan suatu hal yang kita senangi. Contohnya, kita senang berbicara masalah politik, maka buku yang kita pilih untuk dibaca ialah seputar politik.
Pun demikian juga orang yang suka mendengarkan kisah, maka buku yang dibaca ialah novel yang berisi dengan kisah-kisah penyemangat jiwa. Dalam jangka panjang atau pendek, jika membaca sudah menjadi kebiasaan, maka membaca apapun rasanya seperti hal yang biasa.
Kedua : membaca dalam suasana senyaman mungkin.
Tentu tingkat kenyamanan orang berbeda-beda, ada yang nyaman membaca dalam keadaan sunyi dan hening, ada yang nyaman dengan diiringi instrumen yang lembut, ada yang nyaman ketika membaca bersama dengan teman-teman. Pastikan posisikan dirimu senyaman mungkin ketika membaca. Karena ketika kita merasa nyaman, kita mudah untuk menyerap ilmu dan informasi yang terdapat dalam bacaan tersebut.
Ketiga : diskusikan dengan temanmu
Setelah membaca, hal yang paling asyik dilakukan ialah berbagi pengetahuan yang kamu dapat kepada temanmu, yaitu dengan mendiskusikannya. Tentu temanmu akan memberikan tanggapan terhadap info dari bacaan yang kamu sampaikan. Bahkan, lebih asyik lagi, jika temanmu mempunyai beda pandangan terhadap topik yang kamu sampaikan, sehingga pembicaraan menjadi dua arah dan silang pendapat. Hal tersebut bisa memicumu untuk lebih banyak membaca guna mendapatkan info yang lebih akurat dan komprehensif.
Keempat : konsisten membaca selama 21 hari
Kenapa harus konsisten membaca selama 21 hari? Karena, secara psikologis, hal yang dikerjakan selama 21 secara konsisten bisa menjadi kebiasaan baru dalam hidup kita. Seperti itulah kata Deddy Corbuzier, lulusan Fakultas Psikologi yang pernah menjadi pesulap dan kini menjadi Host–cum-Youtuber. Jika kita mampu istiqomah membaca selama 21 hari, maka rasanya sayang dan akan terasa ada hal yang kurang jika kita tidak membaca. Nggak percaya, buktikan saja. Saya sudah mencobanya. Berhasil?
coba saja dulu, hehe.
Selamat mencoba dan semoga bermanfaat!
Penulis: Yahya Fathur Rozy
Ilustrator: Fadhlullah Taqwal Q.
Comments