Ke Jogja rasanya nggak lengkap kalau nggak ke Malioboro

Jogja dikenal oleh kalangan luas sebagai kota yang istimewa. Bagi orang luar Jogja, kota ini memang punya daya magis yang entah bagaimana bisa membuat orang-orang yang meninggalkannya, ingin kembali singgah dan menikmati kota ini lagi dan lagi.

Salah satu tempat yang tak boleh dilewatkan oleh orang yang mampir di Jogja adalah Malioboro. Rasanya ada kesepakatan tidak tertulis yang mengatakan kalau ada yang kurang jika pergi ke Jogja tapi tak menginjakkan kaki di sini. Duduk di kursi besi, berjalan sampai titik nol, merasakan aroma Jogja ketika malam tiba.

“Wah enak ya kuliah di Jogja, bisa jalan-jalan terus di Malioboro.” Ucapan seperti itu bahkan sering saya terima dari teman-teman saya. Oh, iya, sekadar informasi, saya adalah mahasiswa Jogja yang berkesempatan singgah di kota ini dengan kurun waktu yang agak lama.

Setahun setelah tinggal di Jogja, saya merasa kalau Malioboro menjadi biasa saja. Ada teori yang mengatakan kalau kita hanya akan menghamba pada sesuatu yang jauh dari kita. Ketika tempat itu dekat, hal-hal magis akan lenyap, dan terkesan biasa saja.

Istilah “wacana” pun kerap hadir di kalanga obrolan pemuda dan rencana-rencana mereka tentang tempat wisata. Semua terasa menyenangkan ketka masih dalam angan-angan.

Namun, teori tersebut nampkanya tak berlaku bagi Malioboro di pagi hari. Ketika mengunjunginya, saya selalu tercengang, rasanya seperti berada di pelukan, nyaman sekali. Hampir tiap dua hari sekali saya selalu mampir di sana,

Selain karena udara pagi Jogja yang masih nikmat untuk dinikmati, kala itu Malioboro sedang “istirahat”. Banyak toko yang masih tutup, tak banyak keramaian, jalan terasa “lebar”, penduduk sekitar bersepeda, anak-anak berangkat sekolah, penjaja sarapan bertebaran di pinggir jalan, sampai gambaran merapi di ujung utara sana. Malioboro pagi hari memang lebih asri daripada ketika sore atau malam.

Pada beberapa titik, kita akan menemukan bapak-bapak penarik becak yang tidur di tempat ia bekerja dengan cukup lelap. Semoga saja bapak-bapak tersebut memimpikan hal-hal yang menyenangkan, sehingga ketika bangun, ia siap untuk menjemput rezeki lagi. Aamin.

Selain itu, petugas kebersihan mulai melakukan tugas sosialnya, merawat bangku-bangku sepanjang jalan, membersihkan sampah, sampai menyapu trotoar yang seringkali dijadikan tempat pengunjung mengabadikan momen di jalan sakral ini.

Sangat natural sekali. Saya benar-benar melihat wajah yang berbeda dari Malioboro. Dan semua pemandangan tersebut lebih terasa mewah dan menyenangkan.

Tidak heran kalau teman saya sering mengatakan Malioboro di pagi hari sangat cocok dipakai berolahraga. Saya sepakat untuk hal ini. Karena selain ada ruang yang cukup untuk berlari, ketika sudah kehabisan tenaga, kita bisa mengamati orang sekitar.

Melihat wajah wisatawan yang menikmati liburannya adalah sebuah kebahagiaan tersendiri bagi saya. Seakan ingatan bawah sadar menjadi aktif dan hidup secara tiba-tiba. Membuat saya mengingat masa di mana menjadi wisatawan seperti mereka.

Hanya ada beberapa toko saja yang masih buka, dan itu sudah cukup untuk membeli jajanan atau sarapan sehabis olahraga. Kapan lagi bisa olahraga sambil belanja secara bersamaan yakan?

Malioboro memang tak pernah membosankan. Jika kalian menyukai percakapan, pedagang di sana sangat njawani, dan cukup bisa diajak membincang banyak hal secara santuy, gayeng, dan tidak sekadar formalitas saja.

Lokasi Malioboro yang berdekat dengan beberapa tempat yang Jogja banget, membuatnya memiliki kelebihan tersendiri. Jika sudah suntuk, kalian bisa melanjutkan perjalanan ke alun-alun utara atau selatan. Atau juga bisa ke tugu Jogja yang Sangat konten-able.

Rute perjalanan pun bisa cukup variatif. Bisa dengan perjalanan lurus di sepanjang Malioboro, bisa juga memutar ke parkiran Abu Bakar Ali, atau bahkan menuju selatan melewati titik nol. Kalian tentukan sendiri dan nikmatilah.

Meski tidak prestisius, setidaknya momen tersebut bisa kalian kenang dan ceritakan ketika meninggalkan Jogja. Iya, Pada suatu pagi, yang Malioboro sekali.

Editor: Ciqa

Gambar : google.com