Perihal tontonan, kita punya kiblat masing-masing. Saya dengan drama Korea, anda dengan film Hollywood, atau mereka yang tetap setia dengan Bollywood. Katakanlah demikian, pastinya kita punya alasan sendiri. Bisa karena jalan cerita, visual pemeran, bahasa yang dipuja, atau sekadar ikut-ikutan tren belaka. Jika diperhatikan, tontonan yang cenderung stabil digandrungi masyarakat kita adalah sinetron dan drakor. Dua sekte ini sering kali meramaikan lini masa dibanding sekte-sekte lain yang hanya nampak sesekali saja. Demam sinetron dan drakor bisa merebak sampai membagi penonton menjadi dua kubu, menjadi topik hangat di setiap tongkrongan, bahkan tren style pemerannya.

Namun jika harus memilih, saya adalah tim drakor garis tengah (bukan depan atau keras). Sebagai pengagum drakor yang newbie, ada beberapa alasan yang menurut saya bikin drama dari Negeri Ginseng ini lebih unggul dan memiliki daya tarik tersendiri dibanding sinetron lokal. Duh, maaf ya fans sinetron garis keras, saya jadi membanding-bandingkan. 

1. Pekerjaan pemeran utama drakor bukan hanya identitas belaka

Bagi saya, ini adalah alasan yang paling mendasar. Pada setiap drakor yang saya tonton, pekerjaan selalu menjadi topik sendiri yang diulas secara mendalam pada setiap episodenya. Berbeda dengan sinetron Indonesia yang mana pekerjaan hanyalah sebatas identitas belaka tanpa memperlihatkan bagaimana sistem kerja yang terjadi. Di sini, pekerjaan hanya sebatas menghadap laptop, menutup rapat, dan pulang pergi kantor.  

Lain ceritanya pada drakor. Sebagai contoh, sebut saja drama Pinocchio yang menelisik kerja jurnalistik, Romantic Doctor Kim yang berfokus pada meja operasi dan politik rumah sakit, atau drama It’s Okay to Not be Okay yang meski nggak terlalu fokus pada profesi pemeran utamanya, seorang perawat RSJ, tapi tetap saja mengupas karakter dan perilaku penyandang autis dan anti sosial. Melalui fokus karir pemeran ini, sebagai penonton saya mendapatkan pengetahuan baru dan lebih menikmati alurnya. 

2. Episode drakor nggak sampai ratusan seperti sinetron Indonesia

Dibanding sinetron yang terus-terusan diproduksi selagi rating tinggi, drakor sejak awal sudah membatasi jumlah episodenya. Entah 8, 10, 12, 16 ataupun 20. Memang ada beberapa drakor yang jumlah episodenya mencapai 100 an, tetapi mayoritas hanya 16 episode. Rating tinggi tak lantas membikin tim produksi memperpanjang skenario hingga jumlah episodenya bertambah banyak. Mereka justru membuat judul drama baru dan nggak kalah menariknya. 

Jika dibikin season lanjutan pun, mereka datang dengan konflik segar dan tetap konsisten dengan jumlah episode yang terbatas. Berbeda dengan sinetron lokal yang sampai beribu-ribu episode ya, Hyung. Pokoknya selagi rating tinggi, kejar terus sampai mampus. Begitulah kiranya produksi sinetron kita.

3. Konflik drakor yang nggak berbelit-belit

Saya rasa alasan yang satu ini ada korelasinya dengan alasan nomor dua. Jumlah episode yang terbatas, membuat konflik yang disajikan cukup ringkas dan nggak terlalu njlimet seperti sinetron lokal. Atau bisa saja dibalik, konflik yang nggak berbelit-belit dan tuntas sekali dua kali episode membuat episode drakor nggak terlalu panjang. Ah saya nggak tahu alasan mana yang benar. 

Yang pasti, jalan cerita drakor cenderung agak cepat hingga penonton pun nggak dibikin gemas menantinya. Konflik demi konflik terjadi, namun tetap saja delivery-nya cepat, tegas, dan jauh dari kesan terlalu mendrama. 

4. Drakor nggak kebanyakan iklan dan masuk akal dibanding sinetron

Sebagai sponsor, tentu pembuat film, drama, ataupun sinetron akan memutar otak untuk memasarkan produk sponsorshipnya tersebut. Menurut saya, drakor cukup ahli dalam mengemas hal-hal demikian. Mereka menampilkan produk iklan dengan menyatu pada jalan cerita. Misalnya iklan minuman kemasan, produk itu hanya diperlihatkan ketika sang aktor sedang kelelahan dan meminumnya. Hanya sekilas dan nggak ada dialog khusus yang terkesan sedang mengiklankan produk. Cara ini menurut saya cukup elegan. 

Jangan ditanya jika iklan itu ada pada sinetron lokal. Iklan sengaja disisipkan di tengah-tengah adegan yang seringnya sangat tidak tepat. Ketika kita sedang menikmati jalan cerita, ujug-ujug iklan memotong adegan yang masih seru. Sekalinya iklan dibikin masuk adegan, tetap saja jatuhnya aneh dan berasa sekali iklannya. Sudah nggak masuk akal, lama, kebanyakan pula.

Itu dia beberapa alasan saya lebih tertarik menonton drakor dibanding sinetron lokal. Apapun tontonannya, yang penting nggak toxic dan tetap stay safe ya, Hyung! Heuheuheu.

Penyunting: Halimah
Sumber gambar: Kalteng Today