Baru-baru ini saya menonton film Indonesia yang berjudul “Berbalas Kejam.” Untuk kalian yang belum menonton film ini saya beri disclaimer kalau tulisan ini akan berisi sedikit spoiler dari film ini. Dari penilaian saya sebagai penikmat film, Berbalas Kejam menyajikan sebuah drama yang cukup menguras emosi.

Aktor Reza Rahadian lagi-lagi menunjukkan kualitas aktingnya yang luar biasa. Sosok “Adam” sebagai karakter utama yang mengalami trauma bisa dibilang cukup sempurna diperankan oleh Reza. Kita akan melihat ekspresi-ekspresi emosi yang dirasakan Adam mulai dari marah, sedih, hingga bahagia. Sukses mengaduk-aduk perasaan penonton. 

Sinopsis Berbalas Kejam 

Dilansir dari Cnnindonesia.com, Berbalas Kejam mengisahkan Adam (Reza Rahadian), seorang arsitek yang semula memiliki kehidupan penuh damai bersama istri dan anaknya. Hingga pada suatu hari, Ia mengalami perampokan dirumahnya. Adam harus menyaksikan istri dan anaknya dibunuh di depan matanya.

Peristiwa kelam itu memicu trauma berat yang menghantui Adam hingga dua tahun lamanya. Ia tak lagi bergairah menjalani hidup hingga mempengaruhi performa selama bekerja. Adam akhirnya mengunjungi seorang psikiater bernama Amanda (Laura Basuki) atas saran temannya. 

Ia berusaha berdamai dengan trauma berat itu, sekaligus menyudahi amarah terhadap tiga perampok yang merampas nyawa keluarganya. Serangkaian sesi konsultasi secara perlahan mengungkap apa saja ketakutan, dendam, dan amarah yang menghantui hati serta pikiran Adam. Ia juga mulai belajar pulih dan terbuka dengan kehadiran Amanda.


Perbincangan itu membawa Adam kepada sebuah pertaruhan yang penuh kebimbangan. Ia harus memilih antara beranjak dari trauma atau mundur demi menuntaskan sisi kelam yang tak pernah dia tahu seutuhnya.

Mengangkat tema kesehatan mental

Berbalas Kejam mungkin menambah pilihan baru untuk penikmat film Indonesia yang tidak melulu menonton film yang itu-itu saja. Sebab film ini mengangkat isu tentang kesehatan mental. Isu yang di era digital sekarang ini menjadi perbincangan banyak orang. Dari penilaian subjektif saya film ini dieksekusi dengan baik untuk mengisahkan seseorang yang mengalami gangguan mental.

Lagi-lagi apresiasi harus diberikan untuk Reza Rahadian. Perannya sangat believable sebagai orang yang mengalami trauma yang begitu dalam. Mungkin Reza menjadi lima puluh persen nyawa dari film ini tanpa mengenyampingkan peran sutradara dan peran dari aktor lainnya yang juga tak kalah bagus.

Selalu ada kisah dibalik orang yang awalnya baik-baik saja terus tiba-tiba berubah menjadi sosok yang mudah marah. Serupa dengan karakter utama di Film A Man Called Otto yang diperankan Tom Hanks. Merupakan sosok pria pemarah dan suka menggerutu. Kesamaan dengan Berbalas Kejam adalah perubahan sikap si karakter utama disebabkan oleh kehilangan orang yang dicintainya. 

Memahami Post Trauma Stress Disorder 

Nah, ini menjadi hal yang menarik dari film Berbalas Kejam. Penonton mendapat pengetahuan baru mengenai salah satu jenis gangguan mental, yang mungkin saja kita alami atau ada orang-orang disekitar kita yang mengalami hal serupa seperti Adam. 

PTSD disebabkan oleh trauma yang sangat mendalam, misalnya pelecehan seksual, KDRT, kecelakaan, trauma masa kecil, dan lain sebagainya. Sayangnya banyak yang nggak sadar kalau dirinya mengalami PTSD. Akhirnya akan berefek pada hubungan dengan lingkungan, karir, kesehatan seperti yang digambarkan dalam film ini.

Cara-cara mengatasi PTSD ini sudah diperlihatkan dalam film ini dengan mendatangi psikiater untuk berkonsultasi. Namun, menurut dr. Asa Ibrahim Sp.OT dalam tweetnya langkah pertama kalau mengalami PTSD adalah renungkan, sadari, akui kalo kamu mengalami PTSD. Jangan kayak si Adam yang awalnya denial nggak mau mengakui dan merasa baik-baik aja. Hingga akhirnya berdampak pada performa kerjanya yang menurun drastis.

Berbalas Kejam menjadi film yang menyadarkan kita bahwa kesehatan mental adalah masalah yang serius. Masalah gangguan mental bukan cuma sekedar untuk terlihat edgy di sosial media. Padahal kesehatan mental perlu penanganan serius dengan tidak mendiagnosis sendiri tetapi perlu datang ke ahlinya seperti psikolog atau psikiater.

Editor: Saa

Gambar: IMdb