Dalam setiap perjalanan kehidupan, terutama kehidupan beragama, kita selalu diajarkan untuk mencintai Tuhan dan manusia dengan begitu dalam. Dalam Islam sendiri dikenal dengan istilah “Habluminallah” dan “Habluminannas”. Dimana kita diajarkan untuk mencintai Tuhan dengan segenap jiwa dan raga, juga mencintai manusia dengan penuh kasih dan sayang. Keduanya adalah hal wajib yang harus dipahami oleh setiap manusia. Namun, ada juga yang kurang begitu diajarkan dan kadang kala terlihat kurang begitu menonjol, yaitu mencintai alam.
Mencintai alam
Dalam kehidupan, mencintai alam seharusnya juga menjadi perhatian penting. Setidaknya dapat menjadi penyelamat manusia banyak dan pembela atas kehendak Tuhan. Jika kita menilik kembali pada prosesi awal penciptaan manusia, terjadi dialektika antara Tuhan dan malaikat.
Dalam percakapan itu, Tuhan berkata akan menciptakan manusia. Namun, malaikat mengkhawatirkannya dan berkata bahwa penciptaan manusia hanya akan menjadi penyebab kerusakan.
Jika kita tidak menumbuhkan rasa cinta terhadap alam atau lingkungan, bisa saja kita menjadi penyebab kerusakan seperti yang dikhawatirkan malaikat. Mencintai alam berarti berusaha untuk meminimalisir terjadinya kerusakan, mulai dari lingkungan sekitar hingga kerusakan dan kehancuran dunia.
Masalah bersama
Kurangnya kesadaran dan kepedulian akan lingkungan membawa Indonesia bahkan dunia kepada permasalahan-permasalahan ekologi: deforestasi hutan, perubahan iklim, lahan terbakar, sampai pemanasan global.
Berbicara mengenai perubahan iklim yang menjadi sorotan dunia, pada tanggal 2 sampai 13 Desember 2019 sempat diadakan Konferensi Perubahan Iklim di Kota Madrid, Spanyol. Namun, hasil yang didapatkan dari konferensi tersebut masih menuai banyak kekecewaan, karena Negara-negara di dunia masih belum mempunyai komitmen penuh untuk mengurangi emisi. Dari sinilah seharusnya menjadi tolok ukur untuk kita agar bisa kembali menata dan mulai menumbuhkan rasa cinta dan kepedulian akan lingkungan atau alam.
Mencintai Tuhan, mencintai manusia
Selain menjadi pembela atas kehendak Tuhan, menumbuhkan rasa kepedulian terhadap alam dan juga mencintainya seperti sedang mencintai sesama manusia. Dalam teori sosial disebutkan, manusia satu dan manusia lainnya harus bisa saling melindungi dan menyayangi satu sama lain. Bersikap egaliter, menghindari rasialisme, dan mampu menumbuhkan rasa keadilan sampai pada titik tertingginya, yaitu tidak lagi melihat perbedaan. Mengutip filsuf Emmanuel Levinas:
“Dalam sebuah masyarakat, keadilan barulah bernama keadilan di mana tidak ada perbedaan antara mereka yang dekat dengan mereka yang jauh dari kita”.
Walaupun terlihat sulit, tapi begitu mulia ketika kita mampu mewujudkannya. Terlepas dari permasalahan antara manusia dengan manusia yang lainnya, ternyata dengan merawat dan mencintai alam, kita juga sedang melindung dan merawat kelangsungan hidup manusia yang lain.
Dengan sadarnya manusia atas pentingnya merawat dan menjaga lingkungan dibandingkan sikap kapitalisme atau ingin memuaskan hasratnya sendiri, mungkin saja iklim dunia tidak akan se-krisis saat ini; deforestasi hutan secara besar-besaran tidak akan pernah terjadi, dan kepunahan flora dan fauna bisa diminimalisir.
***
Kegitan mencintai dan sadar akan kepentingan alam dan lingkungan ini akan mengubah kehidupan ke arah yang lebih baik. Ketika kita mampu mencintai alam, sama seperti kita sedang mencintai Tuhan dan sesama manusia, kita telah merawat dan menebar benih-benih kebaikan di atas muka bumi ini. Dan sekarang-lah pijakan dan langkah untuk memulai semua itu, membangun kembali relasi kehidupan dengan mulai mencintai alam dan lingkungan. Menjaga alam bukan hanya sekedar tugas dari Kader Hijau Muhammadiyah, Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), atau para pecinta alam saja, tetapi tugas semua manusia yang mencintai Tuhan dan menyayangi sesama manusia.
Penulis: Harfidy Rufnis
Comments