Menengok sejenak ke bulan lalu, beribadah maksimal pada Ramadan adalah sebuah proses upaya umat Muslim untuk menuju predikat takwa. Sedangkan takwa merupakan gelar kehormatan terbesar manusia di sisi Allah. Perbedaan ras, suku, bahasa, jabatan dan kekayaan bukan tolak ukur kualitas manusia di hadapan Allah. Hanya tingkat ketakwaan yang membuat tangga spiritual seseorang harum melangit dan dikenal malaikat.

Takwa adalah konsistensi seorang muslim dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya semata-mata untuk meraih rida Allah. Di tengah pandemi ini, umat Muslim merasakan atmosfer yang berbeda pada Ramadan tahun 2020 Masehi. Pandemi COVID-19 menjadikan ruang gerak ibadah umat muslim yang dilakukan secara berjamaah menjadi terhimpit, bahkan ditiadakan sama sekali karena alasan protokol kesehatan. Tapi di sisi lain, umat Muslim tetap harus berusaha mencapai ketakwaan di bulan Ramadan. Karena tanpa takwa, apalah arti puasa seseorang.

 

Pandemi dan Vaksin Takwa

Selain sebagai sebuah predikat tertinggi di sisi Allah, takwa juga bernilai penting bagi kehidupan di dunia. Allah berjanji akan memberikan jalar keluar atas setiap permasalahan yang ditimpa oleh seorang muslim yang bertakwa (QS. Ath-Tholaq: 2). Termasuk di dalam hal ini, yaitu menghadapi permasalahan global: Pandemi COVID-19.

Aspek spiritual (meskipun dianggap bukan merupakan ranah empiris bagi kalangan umat tidak beragama) memiliki peran penting dalam membentuk imunitas tubuh. Kekuatan iman seseorang akan menjadi akar kuat dalam memupuk keyakinan kepada Tuhan bahwa pandemi akan segera berakhir. Bukti konkret dari keyakinan ini adalah kepatuhan dan ketundukan seseorang akan protokol kesehatan. Karena di dalam agama Islam, menjaga diri merupakan bagian dari menjaga agama itu sendiri. Sedangkan tidak mentaati aturan pemerintah merupakan sebuah kemaksiatan (QS. An-Nisa: 59).

Di dalam Islam, umat dianjurkan untuk selalu bertawakal atas apa yang diupayakan oleh manusia. Namun ada beberapa syarat-syarat kemanusiaan yang harus dicapai sebelum bertawakal. Usaha kemanusiaan itu biasa disebut dengan jalan syariat. Di dalam aplikasinya saat pandemi covid-19 ini, maka seyogianya umat Muslim melewati tahap patuh pada protokol kesehatan, baru kemudian bertawakal atas segala yang ditimpakan Allah untuk manusia.

Di tahun 2020 ini, umat Muslim sedang di karantina oleh COVID-19. Umat Muslim diuji oleh pandemi yang menyebabkan ruang gerak fisiknya terbatas, meskipun ruang gerak spiritualnya tak terbatas sama sekali. Umat muslim diuji oleh pandemi yang menyebabkan hubungan sosial kian meretas, meskipun hubungan dengan Tuhan tak terhalang oleh pandemi sekalipun. Saat keadaan inilah ketakwaan seorang Muslim harus dibalut kesabaran yang berlipat ganda.

Jika melihat sejarah, para Nabi kekasih Allah pun diuji oleh karantina, dihadapinya dengan kesabaran, dan selalu keluar dengan hal yang manis. Nabi Yunus “dikarantina” di dalam perut ikan, ia bersabar, dan mendapati umatnya beriman pasca karantina. Nabi Yusuf dikarantina di dalam penjara, ia bersabar, dan menjadi seorang Raja pasca karantina. Nabi Muhammad dikarantina di Gua Hira, ia berkhalwat dan bersabar, dan membawa rahmat bagi seluruh alam pasca karantina.

Menghebat Pasca Pandemi

Umat Muslim saat ini harus optimis bahwa kita semua akan keluar dari karantina pandemi COVID-19 sebagai orang yang mulia di sisi Allah. Dengan berbekal kesabaran dan ketawakalan kepada Allah, insya Allah kita semua akan menjadi hamba Allah yang selalu berada di dalam lindungan-Nya.

Penulis: Firdan Fadlan Sidik

Penyunting: Aunillah Ahmad