Perjuangan meraih emansipasi wanita telah berakhir lebih dari satu abad silam. Mirisnya, sampai saat ini kesenjangan gender masih saja menjadi momok perbincangan di masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan dunia kerja. Kesenjangan gender ini dilatarbelakangi oleh faktor budaya dan institusional. Indonesia merupakan negara yang memiliki budaya patriarki sehingga laki-laki selalu ditempatkan sebagai pemangku kekuasaan dan memiliki peran dominan dalam segala sesuatu. Karenanya kita perlu mengupayakan kesetaraan gender.
Budaya dan stigma bahwa wanita sebaiknya mengurus rumah tangga dan merawat anak masih menjadi batasan hingga saat ini. Dari segi institusional, wanita dianggap memiliki pendidikan yang jauh lebih rendah dari laki-laki. Hal ini juga berkaitan dengan sejarah yang dimiliki oleh Indonesia bahwa wanita lebih baik untuk di rumah saja dibandingkan harus menimba pendidikan di bangku sekolah.
Terlebih laki-laki dianggap memiliki pengalaman kerja yang lebih banyak karena bidang pekerjaan terhampar luas untuk mereka. Hal ini diperburuk dengan adanya eksklusivitas untuk bidang kerja tertentu yang dinilai tidak cocok dipekerjakan oleh wanita.
Permasalahan kesenjangan gender yang masih dihadapi oleh Indonesia ini ditindaklanjuti secara mendalam oleh pemerintah. Hal ini didasarkan pada pengaruh kesetaraan gender terhadap pertumbuhan ekonomi yang banyak tidak diketahui orang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McKinsey, kesenjangan gender memiliki dampak hilangnya produk domestic bruto atau PDB dunia sebesar 12 triliun dollar atau setara 16.5% dari total PDB di seluruh dunia, sedangkan kesetaraan gender diindikasikan akan meningkatkan PDB dunia sebesar 12 triliun dollar pada tahun 2025 mendatang.
Sebagai upaya mengatasi penurunan ekonomi di berbagai negara di dunia, perjuangan menyetarakan gender merupakan salah satu upaya yang dapat menopang dan menumbuhkan ekonomi. Saat ini, persentase wanita yang berkecimpung di dunia kerja hanya 55%. Persentase ini lebih rendah 28% dibandingkan dengan persentase laki-laki.
Berdasarkan kondisi ini, pemerintah kini mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengupayakan kesetaraan gender. Hal ini juga didukung dengan perkembangan teknologi dan internet of things yang memudahkan pekerjaan manusia. Perkembangan teknologi mendorong berkembangnya industri e-commerce secara positif. Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, hadirnya industri e-commerce ini membuka peluang kerja bagi wanita hingga 35%.
Kebijakan ini mendukung kaum wanita untuk tetap berada di rumah, mengurus keperluan rumah tangga, dan disertai dengan bekerja. Beberapa kebijakan lain yang turut mengupayakan kesetaraan gender adalah pemberian cuti hamil bagi pekerja wanita sekaligus mengizinkan suaminya untuk melakukan paternity leave. Kebijakan ini dimaksudkan agar kaum laki-laki juga turut disertakan untuk merawat dan mengurus anak, tidak hanya kaum wanita saja.
Kebijakan-kebijakan yang diberikan oleh pemerintah dapat berjalan lebih baik lagi apabila disertai dengan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender. Pertumbuhan ekonomi hanya sebagian contoh dari hal yang terkena dampak positif dari adanya kesetaraan gender. Perjuangan menyetarakan gender tidak semata-mata hanya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang tidak kalah penting adalah menjunjung tinggi keadilan dan moralitas dalam hidup bermasyarakat.
Zaman yang terus berkembang menuntut masyarakat untuk memiliki pikiran yang terbuka. Salah satunya dengan mengubah pola pikir membenarkan kebudayaan menjadi membudayakan kebenaran.
Penulis: Michielle Mulyani
*) Artikel ini merupakan peserta Collaboration Project on Writing Challenge hasil kolaborasi Milenialis dengan Puan Melawan, Its Girl’s Time, dan Kuntum
Comments