Bagi umat muslim, bulan Rabiul Awal adalah bulan yang mulia. Sebab bulan tersebut adalah bulan kelahiran Nabi atau biasa disebut maulid Nabi. Kata Maulid sendiri merupakan bentuk Mashdar Mim dari Fi’il Madli walada yang berarti kelahiran. Memperingati maulid nabi berarti memperingati hari kelahiran. Sedang orang jawa menyebut peringatan kelahiran Nabi dengan sebutan Muludan. Muludan sendiri berasal dari Kata Maulud yang merupakan bentuk Isim Maf’ul dari Fi’il Madli walada yang berarti memperingati orang yang dilahirkan.
Kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah sebuah rahmat yang amat agung. Beliau diutus bukan hanya untuk orang Arab saja. Bukan pula untuk orang Islam saja. Tapi seluruh alam. Diingat-ingat ya, beliau adalah rahmat seluruh alam. Titik. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَمَاۤ اَرۡسَلۡنٰكَ اِلَّا رَحۡمَةً لِّـلۡعٰلَمِيۡن
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”Q.S Al-Anbiya: 107
Kenikmatan yang besar inilah yang patut disyukuri oleh kita sebagai umatnya. Sudah sepatutnya kita bahagia. Perintah berbahagia atas rahmat yang diberikan pada kita semua termaktub dalam Q.S Yunus Ayat 58.
قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟
Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.”Q.S Yunus: 58
Banyak cara untuk mensyukuri nikmat kebahagiaan yang besar ini. Dalam kajiannya, Gus Rumaizijat pengasuh pondok pesantren An-Nur Bantul menyampaikan, bahwa dalam kitab Kanzun Najah Was Surur dijelaskan amalan yang disunnahkan di bulan Rabiul Awal atau merayakan Maulid Nabi ada dua. Yakni dengan berpuasa dan bershalawat.
Lhoo mana dalilnya, mana?? Kanjeng Nabi aja gak nyuruh kita merayakan kok!
Mari tenang dulu Mas, Mbak, Pakde, Bude, Ibu-ibu dan Bapak-bapak. Tenang. Tarik nafas dulu. Keluarkan pelan-pelan. Memang benar tak ada anjuran khusus untuk untuk merayakan maulid Nabi. Tapi, ada beberapa hadits anjuran yang sifatnya umum yang sangat pantas dilakukan di bulan maulid atau Rabiul Awal.ِ
Berpuasa di hari Maulid Nabi
Nabi sendiri selalu merayakan kelahirannya setiap seminggu sekali dengan berpuasa. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi ditanya tentang puasa pada hari Senin, maka beliau bersabda,
“Itu adalah hari kelahiranku dan pada hari itu wahyu diturunkan kepadaku.”
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الاِثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيه
Dari sinilah dalil dianjurkan untuk berpuasa di bulan Rabiul Awal. Sebagai rasa syukur kita atas kelahiran Nabi SAW kita dianjurkan merayakannnya. Salah satunya dengan berpuasa. Ya, Nabi saja memperingati maulid justru setiap minggu. Lah kalau kita merayakannya setahun sekali rasanya wajar-wajar saja. Iya kan?
Membaca Shalawat Nabi
Amalan yang kedua adalah membaca shalawat. Para ulama memberikan anjuran untuk memperbanyak shalawat dan mempelajari kembali tauladan Nabi Muhammad SAW pada peringatan Maulid Nabi sebagai tanda cinta dan bahagia kita pada Beliau. Dalilnya mana? Duh dikit-dikit kok dalil sih. Jatuh cinta itu nggak perlu dalil kan?
Perintah sholawat terdapat dalam firman dalam surat Al-Ahzab: 56.
“Sesungguhnya Allah dan malaikatnya bershalawat kepada nabi, wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kalian kepadanya dan juga ucapkanlah salam untuknya.”
(Qs. Al- Ahzab: 56)
Biasanya pembacaan shalawat bersamaan dengan pembacaan kitab Al-Barzanji karangan Sayyid Ja’far Al-Barzanji untuk mempelajari tauladan Nabi SAW. Banyak nilai yang dapat digali dari kitab tersebut. Ada nilai pendidikan yang menggambarkan Nabi Muhammad sebagai sosok yang dapat diteladani perilakunya bagi generasi muda. Selain itu ada nilai sosial budaya. Dengan membaca sejarah Maulid Nabi diharapkan untuk selalu melestarikan dan menjaga tradisi yang sudah berkembang lama.
Sayyid Ja’far Al-Barzanji memang menuliskan biografi Nabi Muhammad memang berbentuk puisi. Ada yang mengatakan bahwa berlebihan. Ah, saya rasa tidak juga. Memang begitulah orang yang jatuh cinta, selalu mengagungkan orang yang dicintainya bukan?
Seperti halnya Sobat Milenialis kalo lagi saat jatuh cinta sama doi. Pakai ngegombal segala lagi. Kayak gini nih, contohnya.
“Adinda bidadariku?”
“Apa Kanda?”
“Kamu itu seperti garam di lautan, tidak terlihat namun akan selalu ada untuk selamanya (uwuwuw diikuti emot senyum manis semanis senyum Fir’aun yang bikin diabetes).” Masa’ seperti garam di lautan, yang bener aja? Yaelah namanya juga lagi kasmaran. Hadeuh.
Sudah sudah. Berbeda pandangan tak apa. Mau Muludan boleh, nggak juga nggak papa. Semua punya pendapat masing-masing karena perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Nggak ada perbedaan nggak asyik. Yang penting jangan sampai ada kebencian diantara kita, apalagi sampai hujat-hujatan. Oke?
Comments