Komunitas Feminist Space merupakan komunitas tempat anak muda “nongkrong” yang bisa kita temui di Taman Baca Kesiman, sebuah taman baca di bilangan Denpasar Selatan, Bali.

Komunitas ini berusia hampir genap satu tahun di akhir 2021, lahir berawal dari kekhawatiran dan keresahan yang dirasakan beberapa perempuan pada sebuah tongkrongan. Mereka merasa bahwa yang boleh nongkrong hanyalah laki-laki, sehingga ketika perempuan ikutan nongki dilihat aneh oleh sebagian orang. Dari kumpulan keresahan semacam ini, lahirlah Feminist Space sebagai “wadah nongkrong”.

Teman-teman anggota di Komunitas Feminist Space datang dari berbagai latar belakang budaya, agama, umur, pendidikan. Jadi nggak ada batasan buat kita ikutan nongkrong bareng teman-teman Feminist Space.

Misalnya, ada Janis yang tengah berkuliah di Amerika dan tertarik dengan isu kesetaraan gender setelah melihat kondisi masyarakat Bali yang banyak mengesampingkan hak perempuan. Ada pula Kak Venti, mbak-mbak asal solo ini akhirnya memutuskan untuk bekerja di Pulau Dewata dan merasa nyaman sama dia dengan kehidupan di Bali yang cenderung lebih bebas berekspresi daripada tempat tinggal sebelumnya yang selalu membatasi ruang gerak sebagai perempuan.

Nah, sejauh ini, komunitas ini sering ngadain kegiatan-kegiatan positif seperti screening film, nobar, diskusi, dan juga yang penting adalah nongki. Selain itu komunitas ini beberapa kali diundang sebagai pembicara, misalnya di Radio Irama Jaya pada sesi Punk As Fuck dan juga di beberapa podcast. Selain menjadi pembicara, kita bisa follow juga instagramnya @feministspace.

Sebagai komunitas yang bergerak pada isu gender, kelompok ini punya tujuan utama yakni menjadi parpol bisa bermanfaat bagi lingkungan sekitar terutama tentang isu keperempuanan. Tidak dipungkiri bahwa komunitas ini pun mempunyai harapan besar, yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya feminisme dan mematahkan paham patriarki yang selama ini telah membudaya. Hal ini dimulai dari skala terkecil, yakni diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita.

Teman-teman di sini juga berharap agar Feminist Space bisa menjadi wadah belajar, di mana komunitas ini akan bergerak terus, terutama terkait kasus kekerasan seksual dan ketimpangan gender yang tiada habisnya. Harapan lainnya adalah konsistensi komunitas ini selalu bertahan dan menjadi wahana anak muda yang melek akan isu keperempuanan.

Berbagai upaya yang dilakukan oleh komunitas yang sedang berkembang ini, Feminist Space tengah disibukkan dengan perluasan pembelajaran dan sharing seputar feminisme di tengah keseruan nongkrong. Dalam setiap pertemuan atau yang kita sebut nongki, ngga hanya perempuan saja yang ikutan nongki dan ber-sharing ria, akan tetapi juga ada teman laki-laki dan terkadang pasangan atau pacar mereka ikut bertemu dan saling bertukar pikiran. Karena pada dasarnya isu gender bukan hanya urusan perempuan saja.

Selanjutnya, langkah yang akan dilakukan oleh komunitas ini untuk mencapai tujuannya adalah perluasan pembahasan. Mulai dari isu sex education, mental health, hingga topik mural yang dihapus toxic relationship yang saat ini marak terjadi di lingkungan sekitar kita, utamanya di kalangan milenial.

Setelah mengembangkan isu-isu diatas, selanjutnya adalah sharing melalui campaign yang bisa disebarkan ke lingkungan sekitar kita seperti keluarga dan teman-teman terdekat. Melalui Campaign tersebut, harapannya komunitas ini dapat menjadi safety place dan nantinya dapat menarik perhatian khalayak serta pihak-pihak yang sepemikiran dan diharapkan bisa ikutan nongki bareng Feminist Space.

Langkah selanjutnya dan mungkin akan menjadi project menarik adalah berkolaborasi dengan pihak-pihak eksternal agar kebermanfaatan dari komunitas ini dapat dirasakan oleh lingkup yang lebih luas lagi. Jadi, apakah tertarik nongki sama Feminist Space?


*Tulisan ini hasil kolaborasi peserta Peserta Taruna Melati III IPM Bali;

  • Hanif Indhie Pratama (Sleman, Daerah Istimewa Yogykarta)
  • Ahmad Fathoni R. (Palangkaraya, Kalimantan Tengah)
  • Annisa Balqis (Denpasar, Bali)
  • Fadia Septa (Pontianak, Kalimantan Barat)
  • M. Yunus Sanjaya (Metro, Lampung)
  • Anggun Anisah N. (Maros, Sulawesi Selatan)
  • Dinda Silvi A. (Sidoarjo, Jawa Timur)

Editor : Hiz