Ada banyak hikmah yang bisa kita semai selama pandemi, termasuk bagi mayoritas kaum millenial. Jargon seperti “Generasi rebahan, bawa perubahan” tidak jarang didengungkan di situasi pandemi ini. Sebab memang semua orang bisa berkontribusi cukup dengan di rumah aja. Namun rasa-rasanya terlalu hina bagi kaum milenial kalau betul-betul rebahan doang.
“Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang males, yang mendahulukan istrahat sebelum lelah”
“Buya Hamka”
Kutipan dari Buya Hamka di atas semoga menjadi pengingat kaum milenial kalau di rumah aja memang banyak sekali godaannya. Salah satunya godaan gawai yang membuat tanpa sadar waktu berlalu begitu saja dan pagi-siang-malam silih berganti menjadi tak terasa.
Momentum Akselerasi Millenial
Adanya PSBB dan seruan di rumah aja, mestinya bukanlah jeratan bagi kaum millenial, apalagi sekedar untuk berdiam diri dan menjadikan kesempatan ini untuk banyak rebahan. Sebab, sejarah sudah banyak mencatat bahwa masa depan adalah milik mereka yang menjadikan setiap satuan waktu, dipergunakan untuk melipatgandakan kapasitasnya di tengah krisis sekalipun.
Memang tidak salah sih kita pesimis kepada pemerintah dalam banyak kebijakan yang mencerminkan amatirnya mengelola negara. Tetapi optimis kepada Indonesia di masa depan adalah keharusan yang mesti tertanam dalam gelora setiap jiwa anak bangsa, yang dalam hal ini adalah generasi millenials.
Ingat, para pahlawan lahir di tengah krisis. Ada tenaga medis yang senantiasa berjuang demi nyawa, dan harusnya ada puluhan juta millenial Indonesia yang mempergunakan kesempatan selama pandemi ini sebagai “momentum akselerasi” diri, untuk menata kembali hidup.
Masifnya penggunaan teknologi informasi dan meningkatnya jumlah waktu luang selama pandemi ini ibarat dua sisi pisau tajam. Jika tidak piawai mengunakannya bisa menjerumuskan kita dalam perbuatan negatif, namun di samping itu tentu banyak manfaat positifnya.
Sudah saatnya kaum millenial melakukan perubahan, dan sebaik-baik perubahan tidak lain adalah dimulai dari diri sendiri. Sebab syarat adanya suatu perubahan tetap berlaku sebagaimana tercantum jelas dalam Al-Qur’an yang artinya:
“Allah tidak akan mengubah suatu kaum, sebelum kaum itu mau mengubah dirinya sendiri.” (QS: Ar-Ra’d: 11)
Semoga kita selaku generasi Millennials selalu mengingat makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Sehingga menjadi spirit dalam mengambil peran strategis untuk berubah dan mengubah, segala akses dan kemajuan teknologi yang sebelumnya hanya dipergunakan untuk eksistensi diri, kini berpindah menjadi di pergunakannya untuk belajar.
Berpikir dan berkehendak merdeka
Merenungi kata Anis Matta, “Langit kita terlalu tinggi, sedangkan terbang kita terlalu rendah.” Apa yang harus kita lakukan untuk terbang lebih tinggi?
Mulai menyusun kurikulum belajar pribadi, adalah satu langkah lebih maju untuk menjadikan hidup tersusun lebih rapi, apalagi bagi mereka yang mengaku dirinya sebagai pembelajar. Kurikulum belajar pribadi ini akan membuat suatu perubahan dalam proses belajar kita. Mulai dari skala berpikir hingga mengubah visi dan misi hidup, dari yang mulanya hanya sebagai individu akhirnya menjadi sebagai bangsa secara kolektif.
Melalui inilah millennials diharapkan benar-benar mempersiapkan diri untuk menyongsong kejayaan masa depan Indonesia suatu saat nanti. Salah satu langkah awalnya ialah dengan menjadikan belajar sebagai budaya hidup. Mulai dari adanya aktivitas baca-diskusi-tulis untuk tetap menjaga nalar kritis di tengah krisis. Dari sana lah tercipta kemandirian berpikir dan keberanian dalam bersikap sebagai generasi dan sebagai bangsa yang besar.
Sebagaimana dahulu sudah dicontohkan mentor Bung Karno: Hos Tjokroaminto yang memulai dengan gagasan besarnya melalui kongres Syarekat Islam (SI) tahun 1916 di Bandung, yaitu: seruan Zelbestuur (Kemandirian) yang harus diperoleh oleh bangsa Indonesia (dahulu Hindia-Belanda). Tidak ada kemandirian tanpa kemerdekaan berpikir serta keberanian menyatakan sikap tanpa intervensi negara manapun.
Comments