Pasti semua tau dong jejepangan itu apa kan? Tau dong! Yups benar sekali, jejepangan atau menjadi wibu, merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan Jepang baik dari budaya, musik, film, dll. Tidak hanya teknologinya yang maju, negara Jepang juga memperhatikan banyak sektor agar tidak hanya satu bidang yang maju, sebut saja dari sektor perfilman yang terus maju dan tak kalah dari negara tetangganya yaitu Korea Selatan.

Namun, di sini saya tidak akan membahas tentang teknologi ataupun kemajuan pesat dari negeri sakura ini melainkan disini saya akan membahas tentang apa sih jejepangan itu? Istilah lain dari jejepangan adalah weebs ( wanna be Japanese ) atau kalau di negara Indonesia biasa dipanggil wibu, yups benar sekali kata wibu merupakan kata serapan dari weebs.

Seringkali wibu dikaitkan dengan anime atau orang yang suka nonton anime, anime merupakan kartun yang berasal dari Jepang. Memang tidak salah juga sih tapi wibu memiliki arti lebih dari itu. Wibu bisa dikatakan mereka yang mempelajari atau mempunyai obsesi dengan hal-hal yang berbau dengan Jepang.

Di Indonesia sendiri banyak juga loh yang menonton hal-hal berbau Jepang seperti anime, dorama maupun film dan juga mendengarkan lagu-lagu dari Jepang. Saya juga termasuk dari orang yang suka hal yang berbau Jepang semenjak saya berada di bangku SMA, sebelum itu saya tidak tertarik dengan apapun yang berbau Jepang seperti anime atau kartun Jepang yang menurut saya itu sama saja seperti kartun yang lain.

Awal Suka Jejepangan

Tak pernah terpikir dikepala bahwa saya akan menjadi seorang wibu. Awal mula saya mengenal jejepangan yaitu saat saya menginjak ke kelas 2 SMA atau kelas 11. Saat itu saya berada sebangku dengan seorang teman yang saya pun juga belum begitu akrab dengannya dan ada rasa canggung karena dia siswa yang tergolong pintar di kelas, sedangkan saya hanya siswa biasa saja. Lanjut hari demi hari terus berlalu dan saya jadi tau kalau dia suka nonton anime.

Setiap harinya pasti ada saja yang ditonton, sampai saya tau walau hanya sedikit dari apa yang dia tonton. Lalu sayapun bertanya “Apa sih itu yang kamu tonton, dari kemarin kok gak selesai-selesai?”

Lalu teman saya menjawab “Ini tuh anime episode nya ada banyak”

Terus saya tanya lagi “Berarti kek Spongebob dong?”

Dan dia menjawab “Beda Spongebob itu kartun kalo ini anime

Dalam hati saya pun bingung “Lah kan sama-sama kartun, apa bedanya??”

“Apasih wibu”

“Apasih anime anime semua itu kan juga kartun” Sebenarnya banyak kata-kata ingin menghina sih hehe, tapi gak usah lah ya.

Dari benci jadi suka

Seperti kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Ini bukan drakor ataupun sinetron yang awalnya saling membenci satu sama lain lalu akhirnya jadi saling suka. Dulu saya bisa sampai suka hal-hal berbau Jepang atau jejepangan karena teman sebangku saya terus dan selalu menonton anime, jadi saya penasaran dong.

Anime pertama kali yang saya sukai adalah Kimi No Nawa yang saat itu baru beberapa bulan viral. Anime ini berbentuk film dan bergenre romantis, fantasi. Tidak hanya berisi tentang romansa tapi anime yang satu ini juga diwarnai dengan hal-hal aneh yaitu dapat bertukar tubuh dalam semalam dengan tanpa disadari dengan orang tak dikenal. Dan juga perbedaan waktu dari tokoh yang bertukar tubuh. Dari sinilah ceritanya dimulai. Dari pertukaran tubuh tersebut mereka diminta untuk menyelamatkan penduduk dari bencana jatuhnya meteor yang akan menghancurkan desa tersebut.

Dari sinilah saya mulai menyukai hal-hal berbau Jepang, yang dulu saya tidak paham apa itu anime sekarang saya paham. Dan saya sempat menyesal pernah menghina teman saya yang suka anime. Ternyata seru juga kita dapat melihat dari beberapa unsur seperti dari grafis, alur cerita, maupun dari pengisi suaranya yang biasa disebut seiyu.

Seiyu di Jepang sendiri sangat dihargai. Karena untuk produksi animasi sendiri Jepang termasuk negara yang sangat produktif. Dilihat dari berapa banyak anime yang dihasilkan dalam sebulan. Didalamnya ada peran seiyu atau pengisi suara yang tentu tak mudah untuk melakukannya. Untuk dampak jejepanngan, khususnya diri saya sendiri lumayan banyak ya, contohnya seperti saya menjadi tahu bagaimana budaya Jepang kayak bagaimana salam yang benar bagi teman, yang lebih tua maupun pimpinan.

Lalu saya sendiri sih malah tertarik mempelajari bahasa Jepang, karena saat pandemi ini saya lumayan gabut dan sebelum pandemi saya “terkontaminasi” teman saya yang suka anime. Saya pun mulai tertarik dan akhirnya mulai mempelajari huruf Jepang seperti hiragana, katakana dan kanji, terus belajar kosakatanya juga walaupun Cuma sedikit sih itu pun masih dasar.

Dampak lain dari menjadi wibu

Untuk dampak lainnya saya jadi suka rebahan dan gak suka pergi kemana-mana atau biasa disebut nolep. Selain dari diri saya ada juga dampak dari orang lain yang agak random juga ya, kayak jejepangan terutama yang suka anime menjadikan karakter anime itu sebagai husbu dan waifu. Jadi husbu adalah karakter anime cowok yang di klaim sebagai suaminya, kalau waifu sebaliknya karakter anime cewek yang di klaim sebagai istrinya.

Saya juga kurang tahu juga ya tentang waifu dan husbu ini, menurut saya mungkin mereka cuman ngefans sama karakter tersebut. Sama seperti para penggemar idol Korea, para penonton hal-hal Jepang mungkin juga begitu. Dari jejepangan juga terutama dari filmnya yang berjudul flying colors mengajarkan kita untuk berjuang keras dan sabar dalam mencapai tujuan.

Dari sini juga dapat diambil banyak pelajaran dan hikmah dari wanita yang “kurang pintar” dan selalu dimaki gurunya menjadikan dia tertantang untuk bertaruh bahwa dia akan bisa masuk ke universitas Keio yang terkenal. Dampak jejepangan ini tidak selalu buruk tapi stigma orang banyak masih meremehkan apa yang kita perbuat seperti menonton film atau menonton anime ini hanyalah membuang-buang waktu atau belajar bahasa Jepang hanya menjadi hal sia-sia.

Tapi jangan salah dengan menonton film atau anime Jepang kita dapat mendapat banyak hal, kita dapat belajar bahasanya dan budayanya sembari menonton hiburan di kala bosan. Karena apapun yang kita suka pasti kita akan melakukannya dengan senang.

Editor: Nawa

Gambar: suara.com