Di tengah pandemi, mampukah kita menikmati hari kemerdekaan ini?

Hari-hari mendekati atau lebih tepatnya H-1 hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus cukup ramai berdatangan pengunjung, terutama di pegunungan. Para pendaki gunung dengan euforia seperti di film 5 cm seakan sudah menjadi tradisi dan untuk menikmati hari kemerdekaan. Para pendaki yang berada di puncak akan melaksanakan upacara sebagai bentuk hormat dan syukur atas hari ini.

Namun itu dulu sebelum korona menyerang, kegiatan ini sah-sah saja dan tidak ada yang perlu di komentari. Tapi sekarang ketika di tengah pandemi, dimana kebanyakan gunung di Indonesia berstatus di tutup, hanya ada beberapa yang dibuka. Hampir semuanya ramai dan membludak.

Jika di pikir-pikir, cukup mengherankan juga akan nyaman dan amannya mendaki di tengah kondisi pandemi seperti ini, terlebih setelah melihat antrian pendakian di Gunung Lawu melalui foto yang tersebar di sosial media. Penerapan social distancing, physical distancing seperti sudah tidak berlaku disana. Kok bisa ya gak pada takut, herannya lagi, apakah mereka pada menikmati pendakian itu?

Memang sih, soal menikmati itu tergantung subjektifitas masing-masing. Tapi bagi saya sih, kurang nikmat. Yah ini subjektifitas saya. Hehe. Oleh na itu, muncullah tulisan ini, yang saya rasa juga berasal dari subjektifitas diri sendiri, tentang seni menikmati hari kemerdekaan di tengah pandemi, tentunya masih tetap terasa euforia nilai-nilai yang terkandung tentang hari kemerdekaan.

Nonton Film

Film tentunya menjadi salah satu media hiburan yang cukup di senangi bagi siapapun, terlebih filmnya memiliki nilai-nilai tersendiri, terutama nilai-nilai tentang kemerdekaan. Kita sembari menikmati, kita juga teredukasi. Contoh film tentang kemerdekaan cukup banyak, seperti Diponegoro, Sultan Agung, Pejoeang, Darah Garuda, Ketika Bung Karno di Ende dll. Jika masih kurang bisa lah DM saya di Instagram @irawannt. Hehe

Biasanya setelah melihat film tentang usaha kemerdekaan seperti contoh di atas, kita akan merasakan ghirah baru, ibarat handphone yang batreinya menipis, lalu di charger menjadi penuh. Nah, seperti itulah, setelah melihat film tentang perjuangan kemerdekaan, jiwa nasionalis kita seakan di charger kembali, dan terasa tentang perjuangan kemerdekaan hari ini.

Membaca Novel

Membaca novel ini terkesan segmented sih, sebab ga semua orang juga suka membaca. Tapi tidak ada salahnya jika sobat milenial menghabiskan hari ini untuk menyelami perjuangan melalui deretan kata demi kata tentang perjuangan kemerdekaan.

Cukup banyak juga buku-buku tentang kemerdekaan, tetapi untuk novel tentang perjuangan relative lebih sedikit. Namun biasanya bagi mereka yang bisa menikmati kisah melalui tulisan, akan terasa lebih mengena semangat juang dari tokoh tertentu yang di bacanya.

Merefleksi Diri

Seni menikmati ketiga ini cukup absurd sih emang, tapi bagi saya, kita perlu merefleksi diri sendiri akan kemerdekaan hari ini. Bermuhasabah, mengingat-mengingat apa kontribusi kita selama menjadi warga negara untuk negara sendiri, jika terlalu luas, mengalih ke kontribusi kita untuk masyarakat sekitar kita, apa hidup kita sudah bermanfaatkah untuk masyarakat sekitar, atau belum.

Jika masih terasa belum, mungkin bermanfaat untuk keluarga sendiri, dan jika masih belum juga. paling minim, sudahkah kita bermanfaat untuk diri sendiri. Mengaca lah bahasa sedikit kasarnya. Jika masih belum juga, mari kedepannya setelah hari ini kita bisa memperbaiki.

Mengikuti Agenda 17-an Kampung (jika ada)

Ini nih cara nikmati yang paling seru, yakni turut memeriahkan agenda kampung, seperti tirakatan, perlombaan, dan lain-lain. cara menikmati hari kemerdekaan dengan bersosial di kampung sendiri saya rasa lebih nikmat dari pada upacara di atas gunung dengan keadaan juga yang desak-desakan.

Tentunya kampung yang sudah tersterilkan dari corona dan dalam mengagendakan kegiatannya tetap mematuhi protocol kesehatan.

Demikianlah beberapa cara menikmati Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2020 ini tanpa meninggalkan esensi kemerdekaan di dalamnya. Kita gak harus bisa di sebut menikmati dengan berada di gunung, di pantai atau dimanapun itu yang jauh-jauh untuk menunjukkan rasa nasionalisme kita. Nasionalisme adalah soal sikap, bukan sebatas upacara yang formalitas.