Mimpi merupakan fenomena saat tidur yang akan selalu menjadi pembahasan manusia. Mulai dari asalnya, proses terjadinya, dampaknya, dan lain sebagainya. Bahkan, mimpi dikatakan bisa menjadi petunjuk. Benarkah demikian?
Dalam Al-Quran, mimpi menjadi fenomena penting dalam beberapa peristiwa kenabian. Misalnya, dalam kisah Nabi Yusuf yang bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan bersujud kepada beliau. Lalu, beliau bercerita kepada ayahnya, yaitu Nabi Ya’kub dan mendapat takwil dari ayahnya.
Adapun kisah Nabi Ibrahim yang bermimpi menyembelih putranya, yaitu Ismail. Dari peristiwa tersebut, lahirlah kesunnahan berkurban pada hari raya Idul Adha. Firaun, seorang raja yang mengaku Tuhan juga mendapat mimpi tentang api yang membakar kerajaannya yang datang dari Bani Israil.
Kisah-kisah di atas memberikan isyarat kepada manusia bahwa, mimpi adalah suatu hal yang istimewa serta patut diperhatikan umat manusia. Bahkan, Nabi Muhammad Saw. menerima wahyu melalui mimpi yang disebut dengan mimpi yang benar.
Macam-Macam Mimpi
Ibnu Qutabah membagi mimpi menjadi dua macam. Pertama, ar-ru’ya. Yaitu, mimpi yang baik dan indah. Ciri-cirinya, sesuatu yang tidak mengandung perkara-perkara yang tidak membingungkan, jelas, tidak samar, dan memungkinkan untuk ditafsirkan serta ditakwilkan. Kedua, al-hulm. Yaitu, campuran-campuran yang membingungkan serta mimpi-mimpi dusta yang tidak ada dasarnya. Mimpi ini berasal dari setan.
Dalam hadis Nabi dikatakan bahwa:
رؤيا المؤمن جزء من ستة وأربعين جزءا من النبوة
“Mimpinya seorang mukmin itu 46 bagian dari bagian kenabian”
Selain itu, dalam bentuknya mimpi bisa dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, mimpi yang benar sebagaimana yang dikatakan dalam hadis Nabi. Inilah mimpi seorang mukmin yang bertakwa. Mimpi ini diisyaratkan oleh Malaikat, baik secara jelas atau melalui permisalan, baik sesuatu yang terjadi atau bahkan yang akan terjadi.
Dalam hadis lain, Nabi berkata:
أصدقهم رؤيا أصدقهم حديثا
“Orang yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling jujur bicaranya”
Kedua, mimpi karena terlalu berlebihan dalam memikirkan suatu perkara. Ketiga, mimpi tentang hal-hal yang menyedihkan yang berasal dari setan. Karena, setan menyukai kesedihan orang-orang mukmin. Mimpi inilah yang diperintahkan Nabi agar kita berlindung kepada Allah.
Otoritas Mimpi dalam Tidur
Gus Baha mengatakan bahwa, mimpi bahkan lebih otoritatif daripada kehidupan nyata. Dalam kehidupan nyata, orang akan dipengaruhi oleh perasaan cinta atau tidaknya, butuh atau tidaknya. Sebab, kepentingan itulah melihat dalam kehidupan nyata menjadi kurang valid.
Sedangkan dalam keadaan terlelap, ia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Semua atas pengendalian Tuhan. Tentunya kebenaran dalam mimpi ini apabila ia menjaga adab-adab tidur seperti berwudhu’ sebelum tidur, berdoa, menghadap kiblat, dan lain sebagainya.
Comments