Selama 1 Dekade terakhir, The Dark Knight bertahan menjadi versi terbaik dari film Batman. Nolan berhasil menyuguhkan plot cerita dan pengembangan karakter yang kuat dalam diri Christian Bale sebagai sosok bruce wine yang kharismatik. 

Namun, pasca Justice League (versi Joss Whedon), eksistensi Batman mengalami krisis kepercayaan. Keberadaannya terombang ambing di semesta Superhero karena banyak yang kecewa Batman dipermak karakter dan perannya di setiap scene seperti kelelawar di siang bolong. Tak berdaya dan tersisihkan. Tertutup oleh hingar hingar Superhero lain. 

Meskipun belakangan sebagian fans mulai “sedikit” memaafkan dengan hadirnya Justice League Snyder Cut  melalui Batman Ben Affleck yang tampak cukup berwibawa dan punya peran lebih dalam film tersebut.  

Kehadiran film The Batman yang resmi tayang awal Maret tahun ini memberikan nafas baru bagi eksistensi sang Superhero kelelawar. Dalam film The Batman ini, Bruce Wayne harus menghadapi serangkaian teror dan teka-teki dari seorang psikopat yang disebut sebagai The Riddler. Setelah menontonnya beberapa waktu lalu, saya merasa Matt Reeves berhasil menyuguhkan film yang sangat berkelas, baik dari segi kualitas, plot cerita, dan pengembangan karakter.  

Sinematografinya sangat rapi, perpindahan antar scene sangat smooth sehingga nampak harmonis dengan coloring dark kemerahan yang tetap bisa menunjukan detail-detail menarik dalam film. Film ini 90 persen bernuansa gelap, tapi dapat memvisualisasikan isi film dengan cukup jelas. Sangat nyaman di mata. Terlebih dengan backsound lagu nirvana “Something in the Way” yang mengiringi setiap scene membuat film ini sesekali membuat bulu kuduk merinding. Sangat mendukung suasana psikis Batman, warga Gotham, bahkan saya selaku penonton yang tersandera oleh perilaku intimidatif the riddler. Selain itu meski visual effectnya sangat minimalis, tapi film ini nampak sangat realistis. 

Film ini punya sajian cerita Superhero yang berbeda. Hadir dengan fokus utama Batman sebagai seorang detektif namun terkesan brutal. Teka-teki yang disebar dalam alur ceritanya membuat the Batman hadir sebagai film yang penuh misteri yang didominasi dengan aktivitas menyelidiki ketimbang baku hantam. 

Selain itu, cerita dari The Batman di sini ingin mempertegas bahwa alih-alih melawan alien atau metahuman dengan kekuatan super, masih banyak musuh dari kalangan manusia biasa yang punya daya rusak mengerikan. Pemerintah yang serakah, penegak hukum yang korup, mafia yang bengis, dan seorang psikopat. Mereka villain yang memang ada di sekitar kita. 

Villain yang demikian tentu penanganan dan cara melawannya pun realistis. Membuat Batman begitu membumi karena menghadapi konflik yang cukup lekat dengan apa yang ada di kehidupan nyata. Terlebih, Matt Reeves dalam film ini seringkali memberikan pesan implisit melalui scene-scene kecil tanpa harus dipaksakan masuk ke dalam dialog antar pemeran. 

Dari segi pengembangan karakter, Robert Pattinson telah berhasil mendalami sosok Batman yang masih labil. Punya intelegensi tinggi namun belum dibarengi dengan kestabilan emosi. Di sepanjang film, kita akan melihat bagaimana frustrasinya Bruce Wayne menghadapi The Riddler. Raut stressnya benar-benar membuat saya serasa ikut hanyut dalam konflik. 

Di sisi villain utama, Paul Dano mampu menjadi sosok The Riddler yang gila dan psikopat. Keberadaannya di setiap scene sangat minim, tapi jejak teka-tekinya mampu membuatnya terkesan hadir dalam setiap scene. Sebagai penonton, saya larut dalam kebingungan, terintimidasi, namun diikuti rasa penasaran. 

Film The Batman menurut saya telah mampu menyamai kualitas The Dark Knight, meski belum sampai melampaui. Tapi perlu dipahami, ini masih film pertama, masih ada sekuel lanjutan yang memberikan kesempatan Batman versi Pattinson untuk bisa melampaui kualitas dan pencapaian Batman versi Christian Bale.

Perlu ditekankan bahwa Film The Batman tidak untuk dibandingkan dengan kisah Superhero di semesta MCU, tapi untuk memberikan referensi baru dalam semesta Superhero. Konfliknya tak mesti selalu antar ras dan spesies. Sesama manusia pun masih banyak yang bisa dieksplorasi lebih jauh. Menonton sesama manusia yang sama-sama brutal beradu intelegensi. 

Tapi kembali lagi, soal selera memang tak pernah bisa dipaksakan. Bagi kalian yang lebih suka dengan film superhero yang banyak scene berkelahi dan kaya CGI, tentu The Batman hanya akan membuat kalian gabut di sepanjang film. Meminjam kata-kata Bruce Wayne di awal-awal film “Kota ini kota yang cukup besar, dan aku tak bisa berada di mana saja” sama halnya dengan film ini yang tentu tidak bisa memenuhi keinginan dan ekspektasi semua orang. 

Foto: Pexels
Editor: Saa