Perdebatan soal bubur ayam diaduk atau tidak mungkin masih menjadi perdebatan klasik di kalangan netizen negeri +62 ini. Berbeda dengan perdebatan bumi bulat atau datar yang jawabannya sudah diketahui secara pasti dan ilmiah, perdebatan soal tata cara makan bubur ayam yang terbaik belum jua menemukan titik terang.

Sangat wajar bila perdebatan ini belum menghasilkan jawaban yang absolut. Ini adalah soal selera yang tergolong subjektif. Saya suka kamu, belum tentu jua kamu suka saya. Waduh, waduh, kok malah curhat gini yak. Hiks.

Berdasarkan apa yang saya tahu dan lihat dalam kehidupan sehari-hari, kebanyakan orang akan mengaduk bubur ayam ketika sedang menyantapnya. Dalam hal ini, bubur beserta kuah akan dicampur menjadi satu dengan berbagai macam taburan (topping) yang ada di atasnya.

Berbeda dengan mayoritas penikmat bubur ayam di atas, saya sendiri memilih untuk tidak mengaduk bubur ayam ketika menyantapnya. Bagi saya pribadi, tidak diaduk adalah cara terbaik untuk menikmati semangkuk bubur ayam. Berikut ini alasannya.

Mengetahui Kualitas Rasa Bubur Ayam

Berdasarkan pengalaman pribadi, bubur ayam yang enak dapat diketahui dari adonan bubur serta kuah yang menyertainya. Jika polosannya saja-bubur plus kuah-sudah enak, otomatis taburan yang ada di atasnya juga akan ikut ketularan enaknya.

Ketika bubur ayam belum diaduk, baik topping maupun buburnya sendiri masih memiliki citarasa yang natural. Hal ini akan sangat berbeda ketika bubur ayam sudah teraduk rata. Pada saat itu, rasa daripada topping bubur ayam cenderung berkurang kegurihannya oleh tekstur basah dan lembut dari bubur yang menyelimutinya.

Sayang dengan Ayamnya

Bagi saya pribadi, suwiran daging yang ada di atas bubur ayam bisa diibaratkan sebagai kulit ayam KFC atau McD. Anda sendiri pasti sudah tahu dong bagaimana rasa daripada kulit ayam dari dua gerai fast food terkemuka tersebut. Saking lezatnya, ia bisa menjadi penyebab dari retaknya suatu hubungan. Ih, serem banget deh!

Dengan memakai analogi di atas, tentu sangat disayangkan rasanya apabila suwiran ayam jadi bagian yang pertama kali disantap. Oleh karena itu, saya biasanya akan menyisihkan topping tersebut untuk dimakan di akhir. Kenikmatannya akan semakin bertambah bila dicampur dengan taburan bawang goreng, seledri, kacang tanah, apalagi sate-satean plus sambal.

Agar Kerupuknya Tidak Menganggur

Kerupuk adalah unsur yang terbilang lazim ditemukan pada semangkuk bubur ayam yang ada di Indonesia. Setiap kita membeli bubur ayam, hampir pasti kita akan diberikan semacam pelengkap default yang bernama kerupuk.

Agar sang kerupuk yang telah diberikan tidak terbuang sia-sia, makan bubur tidak diaduk bisa menjadi solusinya. Caranya, kita bisa memanfaatkan sang kerupuk sebagai pengganti sendok atau diremukkan layaknya kremesan. Hehehe.

Memaksimalkan Peran Sate-satean

Selain kerupuk, sate-satean yang berisi usus, ati, ampela, serta telur puyuh juga kerap menjadi pelengkap yang biasanya ditemukan pada bubur ayam. Bedanya, add on semacam ini tidak bisa didapatkan secara default. Kita harus memintanya dari sang penjual serta membayarnya.

Sate-satean sendiri akan memainkan peran yang begitu krusial di dalam style makan bubur ayam tidak diaduk. Dalam hal ini, usus, ati, serta ampela dapat menjadi pengganti bagi suwiran ayam. Jika ingin semakin nikmat, tambahkan saja dengan telur puyuh.

Demikian empat alasan mengapa tidak diaduk merupakan metode terbaik untuk menyantap semangkuk bubur ayam. Kalau Anda ingin membuktikannya, silakan baca artikel ini di waktu pagi hari. Setelah itu, beli dan santap bubur ayam yang lewat di depan rumah Anda atau tempat lainnya. Selamat mencoba.

Editor : Ciqa

Gambar: Kompas.com