Menjadi mahasiswa akhir tidaklah seindah yang dibayangkan para adik tingkatnya. Mungkin sebagian dari mereka beranggapan bahwa mahasiswa akhir adalah derajat paling tinggi dalam fase kenikmatan mahasiswa, seperti kemampuan mereka untuk sesuka hati mengatur- atur adik tingkatnya, berlagak berkuasa dan tetap disegani karena di “tua” kan, memiliki jabatan yang tinggi di organisasi kampus, dan kuliah santai bahkan bisa nyambi kerja karena jadwal matkul yang tinggal sedikit.

Layaknya peribahasa jawa, urip iku mung sawang sinawang, ternyata apa yang dilihat oleh adik tingkatnya tidak seindah apa yang dirasakan para mahasiswa akhir. Bagi mereka, justru mahasiswa akhir adalah derajat paling tinggi dalam menanggung beban moral selama di bangku perkuliahan. Selain itu, fase ini juga rentan akan gangguan Kesehatan mental bagi mereka yang tidak kuat dengan ujian- ujian kehidupan Mahasiswa akhir. 

Pertanyaan “kapan rabi” dan “kapan lulus” yang meresahkan

Dua pertanyaan diatas sejatinya adalah pertanyaan yang biasa- biasa saja ketika ditanyakan kepada orang yang tepat. Begitupun sebaliknya, apabila dua pertanyaan tersebut ditanyakan kepada orang yang tidak tepat, (salah satu contohnya adalah mahasiswa akhir). Maka, pertanyaan itu akan menimbulkan kesan horor, menyeramkan, dan perasaan ingin ngantemi ndas’e si penanya.

Mungkin bagi si penanya, pertanyaan tersebut adalah pertanyaan lumrah yang secara umum disampaikan kepada para mahasiswa akhir ketika sedang dipusingkan dengan tugas akhir. Pertanyaan tersebut juga dianggap sekedar basa- basi kehangatan bagi si penanya. Namun bagi yang ditanya, pertanyaan tersebut bukanlah sekedar basa- basi kehangatan, melainkan basa- basi yang basi dan memancing emosi.

Pertanyaan “kapan rabi” dan “kapan lulus” yang disampaikan secara tertawa dan bercanda seakan- akan berubah menjadi “kenapa sih, kamu nggak rabi- rabi? nggak laku ya?” atau pertanyaan “emang susah banget ngerjain tugas akhir? perasaan saya dulu nggak selama kamu deh. Maka tak jarang dua pertanyaan itu membuat yang ditanya merasakan overthinking. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan mental dan psikis yang apabila terus- menerus terjadi bisa jadi berpotensi menjadi gangguan jiwa bahkan gila.

Acapkali permasalahan kecil dalam keseharian terlihat sederhana dan ringan. Namun, permasalahan itu bisa jadi dapat berdampak sangat buruk apabila tidak segera diselesaikan. Dalam tulisan ini, penulis akan memberikan beberapa tips yang dapat diterapkan mahasiswa akhir apabila dihadapkan dengan pertanyaan “kapan rabi” dan “kapan lulus”.

Tips sederhana yang jitu dalam merespon dua pertanyaan horor

Sebenarnya terdapat banyak cara yang dapat dilakukan untuk merawat kesehatan mental bagi mahasiswa akhir yang banyak dirundung masalah. Namun, dalam tulisan ini,penulis akan merekomendasikan beberapa tips yang dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu soft respon, normal respon, dan hard respon.

Pertama, soft respon

Sebagaimana Namanya, bagian ini adalah berupa tips yang bersifat lembut. Yaitu merespon si penanya dengan jawaban yang baik sembari menghadirkan senyuman paling manis meskipun palsu. “Mohon doakan ya bu, Insya Allah bulan depan sidang” atau jawaban, “calon saya masih menyelesaikan pendidikan polisi mbak, Insya Allah setelah itu segera melamar ke rumah. Tentu saja contoh jawaban tadi bukan sekedar kata- kata, perlu adanya ikhtiar dan tawakal di sepertiga malam.

Kedua, normal respon

Tips pada bagian ini bukanlah respon normal yang benar- benar normal. Melainkan respon normal yang mengarah kepada sikap acuh tak acuh dan sikap kesal kepada si penanya. “iya, nanti juga lulus, sabar sedikit ya” atau jawaban lainnya “jodoh ditangan tuhan, jadi daripada mbak nanya, mending mendoakan saya”. Itulah tadi contoh jawaban yang termasuk dalam kategori normal respon.

Ketiga, hard respon

Respon ini menurut penulis memang perlu diterapkan ke sebagian penanya yang memiliki rentan umur tidak terlalu jauh dari yang ditanya. Model respon bagian ketiga ini adalah dengan memberikan jawaban yang keras dan menjamin si penanya tidak akan kembali bertanya. Contohnya adalah “alah, banyak nanya. toh kamu udah lulus juga masih nganggur, atau jawaban “percuma dah nikah, tapi belum bingung ini itu, “Mending dipersiapkan sebaik mungkin biar nggak kelabakan.” 

Memang terkadang para si penanya yang nir akhlak perlu perlu diberikan counter attack. Hal itu bukan semata- mata untuk memberikan kesan buruk atau melukai hati si penanya. Lebih- lebih hanya untuk menjaga Kesehatan mental diri yang apabila rusak orang lain tidak akan peduli. Sehingga merespon dengan hard respon sesekali memanglah perlu. Bahkan apabila respon dengan ucapan dianggap kurang, maka ngantemi ndas si penanya bisa menjadi opsi lain yang recommended. tentu saja ngantemi dalam konotasi yang tidak melukai. 

Terakhir, penulis hanya ingin berpesan kepada para mahasiswa akhir untuk tetap semangat dan menjaga kewarasan ditengah gempuran beban- beban yang dihadapi. Selain itu penulis juga berpesan untuk menghadirkan usaha dan do’a secara balance. Untuk mahasiswa akhir, keep up your spirit and do the best!!! Karena sejatinya peribahasa “semua akan indah pada waktunya” adalah sekedar motivasi yang belum terjadi. Seharusnya peribahasa tersebut perlu direvisi menjadi “semua akan indah pada-hal (padahal) tidak.”   

Editor: Assalimi

Gambar: Pexels