Hallo Milenialis. Sekarang sedang menempuh pendidikan di jenjang apa? Apakah masih sekolah atau sudah kuliah? Jika masih sekolah tak apa, tulisan ini layak untuk kami jadikan referensi mencari jurusan apa yang kamu ambil ketika kuliah nanti.

Dan jika kamu mahasiswa, apalagi menjadi mahasiswa pendidikan tulisan ini sangat cocok untuk kamu baca. Teruntuk mahasiswa jurusan lain (bukan pendidikan) siapa bilang tulisan ini tidak layak kamu baca? Karena sejatinya pendidikan adalah tanggungjawab bersama.

Pentingnya Mempersoalkan Pendidikan

Sudah menjadi rahasia umum dan juga keniscayaan bagi kita semua bahwa pendidikan adalah dimensi yang tidak bisa ditinggalkan dari kehidupan. Kata orang-orang “pendidikan adalah jendela dunia”. Ya, penulis rasa kalimat itu tidak berlebihan.

Kita telah menyaksikan secara bersama-sama bagaimana peran pendidikan dalam membangun peradaban di alam semesta ini. Kejayaan umat islam masa lalu, masa pencerahan di barat dan masih banyak lagi fakta yang menunjukkan bahwa pendidikan adalah unsur terpenting dalam menciptakan perubahan.

Namun, tentu kita tidak boleh terjebak dalam fantasi masa lalu yang membosankan itu. Mengkultuskan peran pendidikan sehingga dapat mewujudkan perubahan sepertinya hanya layak dijadikan dongeng untuk memotivasi anak-anak lulusan TK agar mau melanjutkan sekolahnya di tingkat SD.

Kita perlu melihat realitas pendidikan Indonesia masa kini, apalagi ketika kita bergelut dalam dunia pendidikan, terkhusus yang sekarang sedang kuliah di jurusan pendidikan. Begitupun teman-teman yang sedang kuliah di jurusan lain, teman-teman juga harus punya pandangan tentang pendidikan Indonesia masa depan.

Nasib Guru Kita

Tidak dapat kita pungkiri bahwa Guru adalah salah satu unsur terpenting dalam dunia pendidikan. Guru harus mampu mencetak generasi-generasi yang ideal dalam mewujudkan perubahan.

Hari ini, mahasiswa pendidikan banyak terjerat dengan dilema-dilema pendidikan. Mahasiswa pendidikan banyak yang ketakutan dengan apa yang akan terjadi di masa depan. Apakah setelah lulus nanti bisa lolos tes CPNS, atau menutup nasib menjadi guru honorer, untung-untung jika punya softskill, masih aman dan bisa banting stir.

Namun, apakah menjadi mahasiswa pendidikan orientasinya adalah pekerjaan yang menghasilkan rupiah belaka? Bangun pagi-pagi dengan seragam agar bulan depan dapat melunasi kreditan? Tentu tidak, rasanya terlalu primitif jika kita memandang Guru hanya sebagai profesi yang menghasilkan, kendapitun penghasilannya ‘ga gede-gede amat’.

Guru Masa Depan

Guru harus di maknai sebagai sebuah amal sholeh yang berorientasi kepada amal jariyah. Bukan dimaknai sebagai profesi yang berorientasi kepada gaji semata. Dalam era modern ini, dimana segala-galanya butuh uang. Setidaknya kita harus menyadari 3 unsur pendorong idealitas amalan guru berdasarkan realitas agar tidak terjatuh pada kecenderungan ‘matre’ belaka, yaitu:

Mengukuhkan Niat

Menjadi seorang guru adalah peran yang sangat mulia. Tentunya peran yang sangat mulia ini perlu untuk kita gencarkan dengan terus-menerus. Kemuliaan guru tidak hanya ada di mata manusia belaka, bahkan tuhanpun secara tidak langsung telah memuliakan derajat seorang guru karena ilmu yang dimilikinya. Maka, kemuliaan dimata manusia dan tuhan itu tidak sepantasnya dilecehkan oleh seorang Guru.

Memperluas Wawasan

Kemudian, menjadi seorang guru tentunya harus punya wawasan yang luas. Sebab guru adalah tempat bertanya dan berdiskusi bagi para peserta didik. Hendaknya, guru mampu menjadi muara ketidaktahuan para peserta didiknya dan melepaskan dahaga kebodohan, agar peserta didik yang dilahirkan juga punya wawasan.

Ini bukan berarti penulis beranggapan bahwa setiap peserta didik tidak berwawasan, tapi memang disanalah titik temu relasi pendidikan seorang Guru dan Murid. Dan kalaupun ada Peserta Didik yang memiliki wawasan yang tidak diketahuinya, disanalah seorang Guru harus belajar lagi kepadanya.

Guru harus punya sifat-sifat penuh ketauladanan dengan berpandangan bahwa belajar bisa dimana saja dan dengan siapa saja.

Pendidikan Kritis

Selain itu, Guru harus bisa menciptakan suasan pendidikan kritis didalam proses pendidikan. Guru harus memposisikan peserta didik sebagai insan merdeka yang berhak bersuara. Sangat tidak elok jika seorang Guru memposisikan Siswa hanya sebagai objek pendidikan belaka. Menutup ruang-ruang kritis dalam dunia pendidikan tidak jaug beda dengan pembodohan. Sebab, untuk meneneguhkan peran pendidikan sebagai gerbang menuju perubahan adalah dengan pendidikan kritis yang dibangun dalam ruang-ruang pembelajaran.

Guru Harus ‘Bekerja’

Sebagaimana yang kita sebutkan diatas, bahwa Guru tidak layak untuk disebut sebagai sebuah profesi yang hanya berorientasi pada gaji. Oleh karena itu, seorang calon Guru harus ‘bekerja’ untuk memenuhi kebutuhan hidupnya apalagi ketika seorang calon Guru sudah berkeluarga.

Ketika seorang Guru bekerja, setidaknya kehidupannya akan terjamin jika kita pandang dari kacamata keduniawian. Ini bukan berarti penulis tidak setuju dengan pendapat yang membolehkan seorang guru untuk diberi upah. Tapi, agar kita terhindar dari kesalahan niat dalam beramal sholeh sebagai seorang Guru.

Penghormatan

Seorang Guru layak untuk mendapatkan penghormatan. Penghormatan kepada Guru bukan hanya sekedar ucapan selamat hari guru saja yang kemudian dituliskan kata-kata “pahlawan tanpa tanda jasa”. Artinya penghormatan terhadap Guru harus berwujud tindakan apresiatif.

Disinilah letak peran seluruh manusia yang meyakini bahwa pendidikan adalah embrio perubahan. Penghormatan terhadap Guru itupun banyak bentuknya, apakah menyumbangkan gagasan, kritik, atau dan lain sebagainya.

Pada akhirnya, kembali penulis tegaskan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama dalam rangka meneguhkan peran pendidikan sebagai modal utama perubahan. Pendidikan yang baik akan membentuk peradaban yang baik, begitupun pendidikan yang amburadul hanya akan melahirkan peradaban yang amburadul pula. Ini tidak hanya menjadi tanggungjawab mahasiswa pendidikan saja, tapi tanggung jawab kita bersama.