Ada banyak cara bagi musisi atau band untuk menjaga eksistensinya di industri musik. Rajin membuat album atau lagu, hingga membuat konten di media sosial adalah salah dua cara yang saat ini paling umum dilakukan. Namun Wali Band nampaknya punya cara tersendiri dan bisa dibilang berbeda, yaitu dengan bermain sinetron.

Iya, sinetron dengan judul “Amanah Wali”. Ini bisa dibilang agak aneh kalau disertai dengan pertanyaan, “kok anak band malah sibuk main sinetron?”, dan bisa juga dibilang wajar kalau melihat rekam jejak Wali Band sendiri di dunia sinetron.

Wali Band dan Sinetron-nya

Sinetron Amanah Wali sendiri biasanya tayang khusus pada bulan Ramadan. Hanya saja, Amanah Wali tahun ini masih tayang setelah bulan Ramadan. Entah karena permintaan tinggi dari penonton, atau memang karena sedikitnya sinetron yang bisa diproduksi, imbas dari pandemi sialan ini.

Sinetron ini terhitung sudah empat tahun tayang di stasiun televisi RCTI. Tema dakwah dalam sinetron ini tentu menjadi daya tarik sendiri bagi sebagian masyarakat. Kendati demikian, ada banyak juga masyarakat yang mengkritisi cara dakwah dalam sinetron tersebut.

Tulisan ini tidak akan membahas cara berdakwah atau mempertanyakan apakah dakwah Wali Band dalam sinetronnya itu sudah benar atau tidak. Bukan urusan saya juga, bukan ranah saya, dan saya tidak terlalu peduli dengan hal-hal semacam itu. Tulisan ini hanya akan membahas bagaimana Wali Band memanfaatkan media layar kaca (sinetron) untuk menjaga agar api eksistensinya di dunia musik tidak padam.

Kita mungkin sudah sama-sama tahu, bahwa ada beberapa musisi atau band yang memanfaatkan media seperti sinetron atau film untuk mempertahankan eksistensi mereka. Noah pernah membuat film dokumenter perjalanan musik mereka. Kelima personel The Changcuters malah menjadi pemeran utama dalam film mereka, yaitu “Tarix Jabrix” yang bahkan sudah ada tiga sekuel. Dua band di atas menjadi salah dua contoh bagaimana media audio-visual bias menjadi benteng pertahanan mereka dari gempuran musisi-musisi baru.

Wali Band tentu punya cara yang lain, yang mungkin lebih sesuai dengan target pasarnya. Sinetron tentu menjadi pilihan mereka. Saya tidak tahu apa yang menjadikan mereka bisa punya sinetron sendiri. Entah mereka yang membiayai sendiri atau memang ada tawaran dari TV, saya tidak tahu. Namun yang jelas, ada sangat banyak pendengar Wali Band yang juga masih menjadi penikmat dan penonton sinetron secara umum. Kalau istilah TV, target masyarakat untuk sinetron dan para pendengar band ini sama-sama masuk kategori C dan D. Jadi, sinetron adalah pilihan tepat bagi Wali Band.

Menolak Redup

Sepakat atau tidak sepakat, kita semua harus terima bahwa era kejayaan musik pop-melayu memang sudah berakhir. Berbagai band pop-melayu yang circa pada 2009-2013 merajai panggung-panggung di setiap acara musik dan televisi, kini harus rela terpinggirkan seiring dengan berjamurnya band-band dan musisi independen.

Band atau musisi baru tersebut bisa dikatakan musiknya lebih variatif dan seringkali lebih bagus. Di kota-kota besar, musik pop-melayu jelas dianak-tirikan. Musik pop-melayu kini hanya dinikmati oleh orang-orang kelas menengah ke bawah di luar kota besar, yang juga secara tidak langsung, salah satu hiburannya adalah televisi. Di situlah Wali Band masuk dengan sinetron “Amanah Wali”-nya.

Saat ini Wali Band adalah band pop-melayu yang mungkin masih terdengar suaranya dan masih bertahan di antara band-band pop melayu lainnya. ST 12, atau Kangen Band yang dulunya menjadi raja musik pop-melayu, kini sudah sangat meredup.

Mereka hanya terselamatkan sesekali oleh beberapa event, misalnya ketika kemarin gelaran “Synchronize Festival 2019” mendatangkan mereka. Itu pun mereka harus dibantu oleh “Oomleo Berkaraoke” sebagai pemandu karaoke, dan agar terlihat lebih keren. Di luar itu, harus diakui bahwa api eksistensi mereka sudah meredup dan sangat rawan padam. Wali Band mungkin jadi pengecualian, karena berkat sinetronnya, paling tidak mereka masih diperhitungkan dan masih eksis sampai sekarang.

Terlepas dari perdebatan terkait cara dakwah di dalam sinetron Amanah Wali tersebut, saya cukup menikmati cerita yang disajikan. Walakin, saya masih merasa geli dengan adegan-adegan klise sinetron.

Namun, apa yang dilakukan Wali Band dengan terjun dan bermain di sebuah sinetron yang lagu-lagunya menjadi soundtrack, ini jelas cukup brilian dan patut diapresiasi. Ya, meskipun lagu-lagunya agak cringe dan selalu bikin dahi mengernyit. Akan tetapi, bagaimana pun, Sinetron Amanah Wali ini adalah api eksistensi yang masih dengan susah payah dijaga oleh Wali Band. Musik pop-melayu boleh redup, tetapi Wali Band jelas menolak redup.

Penyunting: Nirwansyah