Salah satu hal yang bikin kangen ketika merantau di luar daerah adalah masakan Ibu. Rasa dan aromanya selalu istimewa, meskipun makanannya sederhana. Sebagai mahasiswa rantau, kerinduan itu bisa saja diobati dengan makan di warteg.

Selain karena harganya yang terjangkau untuk golongan menengah ke bawah seperti saya. Warteg juga menyediakan menu masakan yang beragam, mulai dari sayur yang bermacam-macam, lauk yang beraneka ragam, dan juga kesukaan kita semua gorengan dan kerupuk. Dan menu-menu tersebut adalah menu yang biasa dimasak oleh Ibu di rumah, terutama Ibu saya. Kalau Ibumu ya aku enggak tahu.

Harga Murah Porsi Melimpah

Sebagai mahasiswa yang isi dompetnya pas-pas(ti) sedikit bukan pas-pasan lagi. Makan di warteg adalah solusi jitu selain mi instan. Karena harganya yang murah dan juga porsinya sangat melimpah. Bahkan di beberapa warteg, diberlakukan sistem prasmanan. Di mana setiap pembeli bebas mengambil nasi sendiri dan mengambil sayur dan lauk sesuai selera. Hal yang tidak berlaku di tempat makan lain di mana pun.

Dengan 7 ribu rupiah kita bisa makan seporsi nasi dengan bermacam-macam sayur yang tersedia. Bahkan ada pula warteg yang mematok harga 10 ribu rupiah untuk nasi sayur dan lauk. Sungguh-sungguh kebahagiaan tiada tara bagi dompet akhir bulan. Dan yang lebih membahagiakan lagi adalah, beberapa warteg memberikan segelas es teh secara gratis.

Sayur dan Lauk Beraneka Ragam

Kadang, saking banyaknya pilihan sayur di sana kita sampai kalap. Kita berlebihan mengambil nasi dan sayur. Yang berakibat pada makanan tidak habis dan ini tentu sangat menjengkelkan. Kalau ndak biasa makan banyak yo ndak usah kalap. Ketimbang mubazir kan bisa ambil secukupnya.

Atau karena terlalu banyak pilihan, kita justru bingung mau makan yang mana alih-alih seperti yang terjadi di atas. Semuanya terlihat enak, tetapi kita tidak mungkin memilih semuanya. Alhasil untuk makan 10 menit, kita menghabiskan 15 menit untuk pilih-pilih sayur. Mungkin tips dari saya adalah tentukan mau makan sayur apa sejak awal.

Ada kangkung, kacang panjang, genjer, toge, nangka, sawi, pepaya, bahkan kembangnya. Ada juga tempe, tahu, telor, jeroan, lalapan, dan gorengan. Untuk lauk, tak perlu saya sebutkan, para pembaca pasti tahu. Karena saya yakin banyak dari kalian juga suka makan di warteg, kan.

Kalau favorit saya sih, sayur kacang panjang, sayur kangkung, orek tempe, dan santan tahu, lauknya ayam goreng atau ayam sambel atau enggak pake lauk karena

3 Dosa Oknum Pemilik Warteg

Di balik sayur dan lauknya yang beragam, serta harganya yang murah meriah dan kadang bikin muntah karena kekenyangan. Ada beberapa dosa yang kadang dilakukan oleh oknum pemilik warteg. Dosa-dosa tersebut saya ketahui berdasarkan pengalaman saya sang penggemar warteg. Di mana ada warteg di situ perut saya lapar wkwkwk.

Sayuran Tidak Segar

Untuk memenuhi kebutuhan dapur yang setiap hari masak biasanya para pemilik warteg menyediakan stok sayuran supaya tidak ribet untuk ke pasar setiap hari. Karena untuk belanja ke pasar pasti membutuhkan waktu. Dan itulah yang ingin dihemat oleh pemilik warteg. Lebih cepat selesai masak, maka lebih cepat buka. Hal ini tentu saja akan berdampak pada kualitas bahan yang dimasak.

Sayur yang diolah kadang sudah layu dan mulai menguning. Sudah tidak fresh dan mungkin sudah mendekati busuk. Tentunya hal yang demikian dapat memengaruhi kualitas masakan. Baik rasa maupun penampilan akan dipertaruhkan.

Faktor lain adalah sayuran yang telah dibeli tidak dalam jumlah yang dibutuhkan. Artinya apa yang dimasak hari itu mungkin hanya separuh dari jumlah yang disediakan. 

Dan hal ini menunjukkan pentingnya mengetahui permintaan pembeli. Di hari apa saja yang punya kemungkinan ramai dan hari apa saja penurunan terjadi. Mungkin tidak mudah, tetapi pemilik warteg dapat mempertimbangkan hal ini jika dirasa perlu.

Menjual Sayur Sisa Kemarin

Pernahkah Anda bertanya, akan di ke manakan sayur atau lauk di warteg jika tidak habis di hari itu? Saya mungkin akan coba bantu menjawabnya. Ada dua pilihan sebenarnya, pertama dibuang, kedua diolah kembali. Pilihan pertama mungkin agak menyesakkan bagi pemilik warteg, apalagi jika jumlah yang dijual dengan sisanya lebih banyak sisanya. Tapi ini wajar bagi pengusaha warteg yang sedang merintis.

Pilihan kedua ini agak jarang ditemui, tapi tetap saja ada oknum yang melakukannya. Dan saya pernah menemukannya. Sayur yang pernah saya beli kemarin, saya lihat ada di etalase dengan sedikit modifikasi. Tumis pepaya yang kemarin sangat segar hari itu menjadi lembek dan sudah dicampur dengan tempe. Saya berusaha berpikir positif, mungkin saja memang pepaya yang dimasak sudah terlalu matang dan berakibat pada teksturnya ketika dimasak. Tetapi, ketika lidah ini mencicipinya, terasa makanan yang sudah dimasak dua kali.

Sebenarnya hal itu bukan masalah besar. Kita juga sering menghangatkan sayur ketika di rumah jika tidak habis. Akan tetapi masalahnya di sini adalah, warteg menyediakan makanan untuk orang banyak. Dan tidak semua orang terbiasa dengan makanan yang sudah dimasak dua kali atau lebih. Bahkan lebih kepada tidak doyan, hingga menyebabkan sakit perut.

Kebersihan Yang Kurang Diperhatikan

Dosa terakhir ini sebenarnya umum dan terkesan biasa di hampir setiap tempat makan di Indonesia. Kebersihan ini dinilai dari etalase yang dibiarkan terbuka. Ini berarti sama saja mengizinkan binatang-binatang kecil ikut menikmati makanan kita.

Selain menggunakan tirai untuk menutup etalase, pemilik warteg sebenarnya bisa menggunakan kipas angin untuk mengusir serangga. Tapi, yang seharusnya dilakukan adalah lebih kepada mencegah kehadiran “mereka”. Menjaga kebersihan dapur, menyediakan tempat cuci tangan yang bersih dilengkapi sabun, membersihkan area warung (halaman, meja, alat makan, lantai, kursi). Dan menjauhkan lokasi warteg dengan tempat-tempat yang berpotensi mengundang makhluk-makhluk kecil itu.

Terakhir, saya ingin sampaikan bahwa tulisan ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi. Saya tidak berniat untuk menyudutkan pihak mana pun, apalagi para pemilik warteg. Saya sangat mencintai kehadiran warteg karena mereka telah menyediakan makanan rumahan dengan harga yang ramah-an.

Tapi ada beberapa oknum yang kurang memperhatikan 3 hal di atas. Sehingga menyebabkan pembeli merasakan tidak nyaman. Sebaliknya, apabila kita sebagai pembeli tidak nyaman maka akibatnya adalah para pemilik warteg yang akan kehilangan kita. Dan itu mungkin hanya sebagian kecil saja, karena banyak warteg yang masih sangat mementingkan kenyamanan pelanggan. Dengan menjaga kebersihan, menjaga kualitas bahan, menjaga rasa dan kualitas masakannya.

Editor: Yud

Gambar: Google