Berbeda dengan isu media tentang peringatan Isra’ Mi’raj tahun lalu yang penuh dengan motif politik dan intrik persoalan khilafiyah klasik, peringatan Isra’ Mi’raj tahun ini terasa lebih sepi dan lumayan bisa bikin jeda diantara banjir informasi Pandemi Corona (red: covid-19). Tapi ternyata, fenomena media sosial dan realitas sosial yang seperti itu bisa banget jadi momen refleksi diri buat mikir lebih jauh. Biar nggak cuma sesimpel pergi ke pengajian atau ribut-ribut tentang hukum peringatan.  Himbauan #dirumahaja otomatis bikin semua orang sepakat buat nggak usah ngadain pengajian akbar dulu. Kalau emang masih ada yang ngadain, paling-paling dalam skala kecil dan entah di bumi bagian mana.

Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa dahsyat yang terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian (menurut pendapat populer). Hikmah dahsyatnya peristiwa tersebut sangat banyak. So, sampai hari ini kita masih bisa memetik dan merasakannya. Berikut beberapa hikmah Isra’ Mi’raj yang relate sama hiruk pikuk Pandemi Corona:

 

1. Tanda kebesaran dan kebenaran ayat-ayat Allah

Peristiwa Isra’ Mi’raj (perjalanan dari Masjidil Harom ke Masjidil Aqso dilanjutkan dengan perjalanan menuju sidratul muntaha (red: langit ketujuh) yang hanya ditempuh dalam waktu semalam) adalah mustahil dalam nalar logika manusia. Akan tetapi, mustahil juga apabila peristiwa tersebut hanyalah fiksi belaka. Hal tersebut karena Allah telah berfirman dalam Q.S. Al-Isro’ ayat 1. Orang yang pertama kali mempercayai dan membenarkan firman Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW tersebut adalah Abu Bakar. Oleh karena itu, ia mendapat gelar ash-Shidiq dan hingga hari ini terbukti kebenaran peristiwa tersebut dengan tidak adanya fenomena muslim yang melaksanakan solat fardu sebanyak 50 kali.

 

Begitu juga dengan virus corona. Kalau dirasakan, seperti tidak terjadi apa-apa dan rasanya mustahil menyerang diri kita. Padahal bisa menyerang kapan saja. Apalagi masyarakat di beberapa daerah yang belum merasakan dampaknya, masih banyak yang tidak mengindahkan usaha pencegahan penularan birus tersebut. Akan tetapi ketika sudah menjadi pandemi dan merenggut banyak korban jiwa, barulah masyarakat dunia sadar. Padahal sudah jelas, pandemi corona selain menjadi salah satu bukti kebesaran Allah (lihat Q.S. al-Baqoroh ayat 26) juga sudah terbukti secara ilmiah dan logis.

 

2. Isra’ Mi’raj menjadi Kabar Kembira

Peristiwa ini terjadi ketika nabi berhasil melewati cobaan bertubi-tubi kemudiah Allah hadiahkan sebuah kabar gembira, perjalanan untuk menemui Sang Rahman dan Rahim secara langsung. Begitu juga dengan 27 Rajab tahun ini. Peringatan Isra’ Mi’raj menjadi kabar gembira ditengah pandemi korona. Mungkin ditengah banjir informasi corona, isra’ mi’raj dapat menjadi angin segar. Mungkin, meskipun sudah ramai tentang faham neo-jabariyah dalam menghadapi corona, masih ada banyak manusia neo-qodariyah yang belum mengingat-Nya. Isra’ mi’raj membawa kabar gembira tentang pentingnya bersungguh-sungguh dalam menghadapi suatu cobaan. Empat belas hari akan terlewati apabila dapat memenejemen diri dengan baik dan benar meskipun takdir untuk melanjutkan hidup telah tertuliskan. Tujuh langit harus dilewati meskipun kehadiran Allah lebih dekat dari urat nadi.

 

3. Red Alert

Isra’ Mi’raj dan Pandemi Corona menjadi red alert betapa pentingnya menjadi umat pertengahan yang senantiasa bijak dalam mendudukkan relasi wahyu dan sains, antara Tuhan dan manusia, antara ikhtiar dan tawakal, antara perilaku individu, sosial dan alam, antara jasmani dan rohani, antara kehidupan jangka pendek dan jangka panjang, antara kehidupan dan kematian. Allahu A’lam.

 

Penulis: Fadhlinaa ‘Afifatul ‘Arifah

Ilustrator: Ni’mal Maula