Sebagai penggemar musik, wabah ini tentu memporakporandakan hobi saya nonton konser. Lah mau nonton apa? Dimana? Mau numpang joget di acara anggota DPRD itu, eh…telat infonyaaa!

Alhasil, nggak cuma kerja yang dilakukan dari rumah, tapi nonton konser pun dari rumah. Banyak sih streaming atau konser-konser di dunia maya. Tapi, apa bedanya dengan nonton dvd? 

Buat saya, jelas ini belum menjadi solusi terbaik. Sederhananya, nggak mungkin juga kan headbang, moshing, atau puter sound system 20 ribu watt di dalam kamar? Selain itu, buat saya paling tidak ada tiga ritual konser yang nggak bisa digantikan secara virtual. Apa aja? Yuk kita kulik satu-satu.

Nyari diskonan tiket

Perjuangan pertama nonton konser non virtual sebenarnya sudah dimulai dari sejak si band favorit ‘ketok palu’ mau manggung. Officially confirmed! Dari info ini, biasanya sudah mulai cari tau berapa harga tiket, dimana tiket bisa dibeli, dan yang paling penting bagaimana bisa dapat diskonan tiket (sukur-sukur bisa gratis). 

Jangan salah, ritual cari tiket konser juga perlu strategi. Biasanya kalau masih 3-6 bulan lagi, pihak promotor akan menawarkan tiket presale dengan harga yang lebih murah. Presale ini juga bisa dibilang masa coba-coba promotor untuk melihat seberapa besar minat orang yang mau nonton. 

Suatu saat, tiket presale yang saya kejar habis dalam hitungan menit. Melihat banyaknya orang yang misuh-misuh nggak kedapatan tiket presale “hantu” ini, saya justru tidak kecil hati. Dengan lokasi konser di lapangan bola, kecil kemungkinannya tiket bakalan habis. Apalagi, di medsos juga nggak ada gembar-gembor sold out. Dan karena medsos adem ayem, saya pun jadinya kalem.

Tak disangka, kesabaran saya membuahkan hasil. Sampai sebulan sebelum acara, tiket mulai “diobral” di berbagai kesempatan. Saya akhirnya malah bisa membeli tiket dalam bentuk promo buy one get one sebuah bank. Strategi nggak beli tiket sampai waktu mepet ini malah bikin saya lebih untung dari presale!

Sengsara membawa nikmat

Menonton konser yang dirasakan secara langsung jelas berbeda dengan nonton virtual. Ngantri sambil saling sikut di gerbang, sampai rebutan masuk supaya dapat posisi paling strategis di kelas festival, udah jadi satu paket ritual saat nonton konser. Belum lagi nahan pipis dan himpit-himpitan keringetan yang bikin haus. Walaupun kelihatannya sengsara, tapi kondisi ini justru jadi sensasi yang bikin nagih.

Buat yang nggak biasa, mungkin hal ini bikin nggak nyaman. Ih ngapain sih beli tiket untuk nyari sengsara? Tapi buat saya dan penggemar konser lainnya, justru ritual inilah yang membuat kami bisa menikmati penampilan band favorit dengan lebih maksimal. Karena ketika acara dimulai, joget dan nyanyi berjamaah pun jadi ajang pelampiasan klimaks yang membayar semua perjuangan tersebut.

Sementara kalau nonton virtual, tidak ada semua “cerita manis” itu. Yang ada hanya klik tautan sambil selonjoran dan nyruput es teh manis.

Ghibahin penonton lain

Poin ini justru jadi hiburan tersendiri buat saya selama konser. Buat cewek, apa sih yang gak bisa dighibahin? Hasrat ghibah ini suka tak tertahankan kalau liat penonton, biasanya gerombolan mbak-mbak,  yang penampilannya heboh banget. Padahal mereka sepertinya bukan penggemar maniak sang band. 

Nggak cuma sok tau, tapi ngurusin orang banget kan saya? Yaa… namanya juga ghibah! Jadi gini  yaa… buat apa dateng ke konser dengan kaos band distro, make up ajib dan sepatu boot setinggi paha, kalau taunya cuma “Sweet Child O’Mine” doang? 

Saya kadang suka mikir juga, modal untuk permak penampilannya mungkin bisa lebih mahal dari tiket konsernya. Tapi selama nonton konser, mbak-mbak ini lebih banyak diem dan ngeliat jam melulu. Kebetulan saya beberapa kali berada di dekat mereka. Dan yang biasanya mereka obrolin adalah, “Yak, satu jam lagi selesai!” Dan kemudian hitungan mundur selanjutnya, “Tiga puluh menit lagi selesai!”. Laaah… terus ngapain nonton kalau ngarep acaranya cepat selesai? Kalau mau bantu ngitungin durasi mah di ruang kontrol aja…

Keseruan-keseruan ini yang nggak bisa tergantikan secara virtual. Udah nggak bisa pamer tiket di medsos, mau joget juga nabrak lemari. Belum lagi, mau gibahin siapa? Kalaupun mbak-mbak heboh itu ikutan nonton, pasti seragamnya juga bakalan sama seperti saya : dasteran.