Di era sekarang media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan kita. Di setiap keseharian kita tak jarang gadget jauh lebih jadi teman setia di banding orang terdekat. Melansir dari kompas.com, dikatakan bahwa di Indonesia telah lebih dari separuh penduduknya aktif bermedia sosial. Tepatnya 170 juta dari total populasi penduduk Indonesia telah menjadi pengguna aktif di jejaring media sosial.

Hal ini didasarkan pada laporan terbaru dari agensi marketing We Are Social dan platform manajemen media sosial Hootsuite, yang berjudul Digital 2021: The Lates Insights Into The State of Digital. Presentase ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, di mana pada bulan Januari 2020, presentase pengguna media sosial adalah 6,3 persen.

Peningkatan Konsumsi Media Sosial

Di lingkungan sekitar kita, dapat dengan mudah kita dapati banyak anak-anak, bahkan yang belum masuk ke jenjang sekolah. Sekalipun telah menggunakan gadget, rasanya wajar saja jika pengguna media sosial dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Terlebih di tahun 2030 nanti Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, pastinya angka di atas akan semakin pesat saja peningkatannya.

Hanya saja, ada hal harus kita waspadai bersama terkait bahaya penggunaan media sosial ini, khusunya kita sebagai generasi muda. Betapa banyak kasus-kasus yang terjadi akibat tidak bijaknya kita dalam menggunakan media sosial. Mulai dari pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, cyberbullying, bahkan sampai yang berujung pada hilangnya nyawa manusia.

Media sosial bagaikan pedang bermata dua. Ia bisa kita gunakan sebagai media yang bermanfaat untuk personal branding, mempermudah komunikasi, menjalin banyak relasi, dan banyak hal lainnya. Namun, di saat yang sama, media sosial juga dapat menghancurkan masa depan kita dengan begitu mudahnya melalui ketikkan jari.

Berangkat dari keresahan tersebut, saya ingin membagikan beberapa hal yang saya harap dapat menjadikan kita lebih bijak dalam bermedia sosial. Sebab, salah satu yang menakutkan dari media sosial adalah apapun yang kita lakukan tidak bisa sepenuhnya hilang. Hal tersebut lah yang dinamakan dengan jejak digital. Alangkah baiknya kalau jejak yang kita tinggalkan baik, namun bagaimana jika jejak itu adalah aib?

Pertama, Jangan Berkesimpulan Utuh pada Informasi yang Sepotong

Ini adalah apa yang dikatakan Pandji Pragiwaksono dalam banyak kesempatan, “jangan berkesimpulan utuh pada informasi yang sepotong, bahaya!” Baik itu dalam bit stand up comedy-nya, siniar, maupun tayangan Youtube-nya.

Jika kita melihat berita-berita di internet, kita pasti seringkali mendapatkan judul-judul yang heboh dan menggemparkan. Bahkan, terkesan provokatif atau malah clickbait. Biasanya dari judul itu kita akan langsung bersicepat menyimpulkan isinya tanpa lebih dulu membacanya atau menyimaknya secara utuh.

Selain di media sosial dan media massa, salah satu yang sering saya temui adalah di Youtube. Di mana kerap kali judul yang ditampilkan malah mengadu domba pendapat satu tokoh dengan tokoh lainnya. Hal ini benar-benar meresahkan dan akan banyak kita temui ketika kita berselancar di dunia maya. 

Maka dari itu, jangan sampai kita berkesimpulan utuh pada informasi yang sepotong! Sebelum kita menyimpulkan atau bahkan menyebarluaskan sesuatu, pastikan terlebih dahulu dari mana sumber informasi tersebut. Siapa penulisnya, apa tujuan dibaliknya, dan apakah bukti dan argumen yang disampaikan benar-benar valid? Dengan begitu kita tidak akan mudah termakan berita hoax, apalagi menyebarkannya.

Kedua, Berpikir Berkali-Kali Lipat Sebelum Memgunggah Sesuatu

Kalau ini saya dapatkan dari channel Youtube Abdi Suardin yang berjudul 4 Hal yang Tidak Boleh di Umbar di Media Sosial. Saya cukup suka dengan channel Youtube ini. Karena di dalamnya banyak sekali membahas tentang motivasi dan pengembangan diri, salah satunya adalah tentang media sosial ini.

Dari keseluruhan video itu, salah satu kesimpulan yang saya dapatkan adalah jika ingin mengunggah sesuatu berpikirlah berkali-kali lipat. Kita harus tahu apa dampak dari ungggahan kita, apakah bermanfaat atau tidak, atau apakah justru menyinggung orang? Jangan sampai kita posting dulu baru berpikir!

Dalam mengunggah sesuatu di media sosial, kita harus benar-benar memperhatikannya dengan baik. Jangan sampai menjadi orang kalap akan popularitas dan cuan sehingga menghalalkan segala cara demi mendapatkannya. Sebab apa yang kita posting di media sosial adalah gambaran diri kita. 

Maka dari itu, perlu kita tahu apa yang saja yang boleh dan tidak boleh diumbar. Sebab jika kita sembarangan mengunggah sesuatu, boleh jadi malah akan menghancurkan reputasi kita bahkan orang-orang di sekitar kita.

Ketiga, Saring Sebelum Sharing

Saya kutip dari channel Youtube Yufid.TV sebagaimana yang disampaikan oleh Ustaz Syafiq Riza Basalamah, M.A. Beliau menyampaikan beberapa nasehat terkait adab dalam bermedia sosial. Ustaz Syafiq menyampaikan keresahannya, terkait betapa banyaknya masalah yang terjadi akibat media sosial ini, bahkan polisi saja sampai kewalahan.

Banyak dari pengguna media sosial yang belum dewasa. Sehingga kebanyakan dari mereka belum mampu untuk berpikir secara matang dalam menghadapi suatu informasi. Ustad Syafiq menghimbau, jika kita memiliki media sosial, pastikan apapun yang kita lakukan adalah hal yang bermanfaat.

Yang paling pertama dan utama dalam bermedia sosial adalah pastikan apa niat kita. Apalagi jika kita hendak mengunggah sesuatu. Jika niatnya adalah untuk sharing, maka pastikan kita menyaring dahulu apa yang hendak kita bagikan tersebut. Hampir sama dengan apa yang disampaikan oleh Abdi Suardin, pikir dulu sebelum posting. Jangan sampai kita mengunggah sesuatu yang kelak akan kita sesali. Atau malah jadi pemberat timbangan keburukan kita di Hari Kiamat kelak.

Gadget barangkali memanglah benda yang ringan, mudah kita bawa ke mana-mana dan kita buka kapan saja. Namun, boleh jadi banyak dosa kita di sana yang akan menyulitkan kita kelak di masa depan. Entah itu di dunia atau setelahnya.

Maka dari itu, bijaklah dalam menggunakannya. Terlebih bagi yang masih muda seperti kita, jejak digital tidak akan sepenuh bisa dihilangkan. Jika dulu ada ungkapan yang mengatakan bahwa, “mulutmu harimaumu” maka kini berubah menjadi “jempolmu harimaumu” dan memang demikianlah adanya.

Editor : Faiz

Gambar: Pexels