Disamping adanya kebermanfaatan setiap inovasi yang dibuat oleh manusia. Nyatanya perkembangan inovasi tersebut, baik pada bidang teknologi, informasi, dan komunikasi menjadi tantangan pula bagi manusia. Seperti halnya pertanda bahwa dinamika zaman yang beralur merupakan sunnatullah.

Seperti di era yang serba digital ini yang telah dirancang manusia menjadi alat komunikasi, publikasi, dan lainnya yang inovatif dengan menampilkan secara visual. Tetapi, konteks inovasinya pun tidak luput dalam kekurangan juga, dimana memberi tantangan yang  lumayan masif pada pengguna yang masih pemula, remaja bahkan orang dewasa.

Contohnya dalam mempengaruhi segi mental maupun fisik pada pengguna, yang awalnya biasa saja, namun seiring berjalannya waktu dapat mengubahnya pula. Kira-kira apa saja perubahannya? Sesuai dengan apa yang telah disebutkan seperti perubahan pada segi mental dan fisik.

Pada umumnya yang sangat disorot dalam penggunaan sosial media adalah pengaruh pada mental pengguna. Mengapa disini yang dibahas adalah mental terlebih dahulu? Sebab mental ketika terpengaruh, tentu seiring berjalannya waktu akan memperlihatkan pengaruh pada fisik juga.

Contohnya ketika di sosial media, kita melihat mengenai fashion style trend terkini di sosial media. Cenderung pengguna sosial media yang melihatnya akan merasa tergoda untuk meniru serta memakai fashion style yang trend tersebut.

Ketika sudah meniru serta memakai, fisik pun akan berubah dengan balutan tatanan fashion tadi dan sebelum itu akan ada usaha yang dilakukan oleh fisik juga agar dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk membelinya. Dan banyak permisalan yang lainnya yakni bisa jadi dari bidang kesehatan, kecantikan, ekonomi, dan lain seterusnya yang memiliki dampak yang sama.

Lalu, apa hubungan latar belakang tersebut dengan pentingnya pembelajaran mengenai akhlak tasawuf di masa kini? Seperti yang sudah dijelaskan di atas, akhlak tasawuf secara tidak kasat mata memiliki peran penting dalam menyikapi atau memberi gambaran pada kondisi mental kita. Dari bagaimana kita harus berpikir dan bertindak secara mendalam dan beretika.

Selaras dengan definisi dari akhlak yang tentu saja berhubungan dengan etika, sedangkan tasawuf menurut Muhammad Hasbi (2020) adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan. Dalam hal ini ketika dihubungkan sebagai alternatif netralisasi toxic dari sosial media adalah bagaimana kita mempelajari makna etika dan menjaga mental untuk mencegah persebaran atau penyerapan toxic dari sosial media yang sangat mempengaruhi aspek hidup kita seperti mengenai gaya hidup, perilaku, ucapan, dan lain-lain.

Pertanyaan adalah mengapa harus menyuguhkan akhlak tasawuf sebagai alternatif netralisasi toxic dari sosial media? Memang apa saja substansi yang ada dalam akhlak tasawuf sebagai penetralisasi?

Dalam ilmu akhlak tasawuf terdapat penjelasan mengenai akhlak-akhlak yang harus diterapkan dan sebuah gambaran pandangan atau perspektif yang menjelaskan kepada kita semua bahwa baik urusan mengenai hal duniawi dalam bentuk apapun bukanlah hal yang satu-satunya menjadi sangat penting bagi kita para manusia.

Penjelasan inilah yang menjadi arah tujuan agar pengguna sosial media memahami bagaimana menetralisasi toxic yang diserap dari penggunaan tersebut. Mungkin dalam penggunaan sosial media banyak sekali segi positifnya, namun jangan lupa pula bahwa segi negatif pun juga ada sebagai lawan dari segi positif dari setiap objek. Jadi penting adanya untuk mempelajari akhlak tasawuf ini sebagai penyeimbang pemikiran dan mental dari pengguna sosial.

Salah satu pembelajaran yang diperlukan disini untuk netralisasi toxic dari sosial media adalah mengenai zuhud dan husnuzan.  Zuhud menurut Abdul Wafa (dalam Imam Khanafi, 2020) bukan tindakan yang harus putus dari hal-hal urusan duniawi, melainkan sebuah pemahaman atau hikmah dimana manusia tetap berusaha untuk bekerja dan berusaha tetapi keduniawian tidak serta merta membuat hati tertutup dan tidak mengingkari Tuhannya.

Sedangkan husnuzan sendiri menurut Muhammad Hasbi (2020) merupakan cara pandang seseorang yang melihat segala sesuatu secara positif.

Penerapan kedua pembelajaran tersebut bukanlah hal yang sulit. Terbilang mudah untuk kita para pengguna sosial media. Kita cukup menerapkan pikiran positif dan terus melakukan cek dan ricek terhadap hal-hal yang bersifat belum tentu benar aslinya.

Contohnya ada beberapa berita yang tersebar di sosial media yang bersifat hoax dan kemungkinan menyulut kebencian atau perpecahan. Dari situ kemudian sikap husnuzan harus diterapkan. Dengan memandang pada sudut pandang yang lain secara positif. Dengan meneliti kembali latar belakang dibalik berita tersebut ada.

Kemudian, sebagai contoh penerapan sikap zuhud adalah ketika beberapa orang terkungkung pada hingar bingar situasi yang mengharuskan memamerkan entah sedikit atau banyaknya hartanya di sosial media untuk meningkatkan popularitas atau hal lain.

Hal itu terkadang membuat yang melihatnya akan terpancing baik secara berlebihan atau sedang untuk meniru. Dari sini kemudian sebagai pengguna sosial media yang sering menyaksikan diuji dari segi mental, dimana  hal tersebut harus disadari, dengan sudut pandang yang positif dan dibarengi dengan sikap zuhud. Menyadari bahwa segala sesuatu itu hanya titipan, yang memang bisa kita cari dan kita miliki. Namun, hanya dalam waktu sementara yang ditentukan. Tentunya waktu yang ditentukan oleh Tuhan.

Dari sini kita dapat menyimpulkan, bahwasannya pentingnya akhlak tasawuf untuk kita pelajari adalah bagaimana kita dapat mengontrol dan mengolah diri sendiri dengan dimulai dari pikiran kita sendiri, sehingga diri kita terjaga dari hal-hal yang toxic yang khususnya kita bahas dan kita dapat dari sosial media.

Karena seiring berjalannya waktu, hal-hal yang belum kita tahu akan cepat kita ketahui yakni dari sosial media sebagai perantaranya. Maka, penting untuk kita mengimbangi kecepatan tersebut dengan mempelajari akhlak tasawuf di masa kini dan seterusnya.

Editor: Ciqa

Gambar: Pexels