Membaca adalah sesuatu yang mengasyikkan dan membahagiakan apalagi jika banyak sisi humor dalam tulisannya. Namun, membaca bisa juga menjadi tidak asyik dan justru bikin pening kalau yang dibaca itu LKS atau Buku Pedoman Skripsi atau membaca tulisan yang penuh dengan teori dan istilah-istilah njlimet.

Ceritanya akan lain jika seumpama membaca tulisan-tulisan dengan sentuhan humor. Bahkan terkadang sentuhan humor inilah yang bikin pembaca betah. Walaupun isinya serius kalau tulisannya diramu dengan bumbu humor tentu berbeda.

Saya punya beberapa referensi penulis yang dalam tulisannya terdapat sentuhan humor. Beberapa ada yang sudah almarhum. Beberapa lagi tidak. Siapa saja mereka?

Mahbub Djunaidi dan Kolom Humor

Siapa yang nggak kenal maestro di bidang kepenulisan yang satu ini? Iya, Mahbub Djunaidi dikenal dengan kolom-kolomnya yang bernas, tetapi humoris.

Saya sendiri pernah membaca tulisan pendiri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu dalam sebuah buku kumpulan esai. Judulnya Kolom Demi Kolom. Tulisan-tulisan beliau di buku itu setidaknya membuat saya tahu bagaimana menulis sesuatu yang pelik, tetapi pembawaannya lucu.

Tulisan-tulisan Mahbub Djunaidi identik dengan satire dan sarkasme dan kaya akan perumpamaan. Komponen itulah yang bikin tulisan-tulisan Mahbub Djunaidi sangat istimewa.

Misbach Yusa Biran

Saya mulai tahu nama Misbach Yusa Biran tatkala menonton video Ngobrol Asix (Ngosix) bareng Agus Mulyadi di Channel YouTube Pameran Buku. Kala itu Mas Agus menyebutkan penulis-penulis yang ia sukai. Dan nama Misbach Yusa Biran ini muncul.

Saya pun lekas mencari tahu siapa Misbach Yusa Biran. Akhirnya, saya menemukan bahwa Misbach Yusa Biran adalah seorang sastrawan. Beliau penulis skenario film, drama, cerpen, hingga kolumnis kenamaan.

Karier beliau sangat moncer di dunia perfilman tanah air. Apalagi semenjak bergabung dengan perusahaan film nasional Indonesia. Namun saya mengagumi sosok Misbach Yusa Biran justru dari kumpulan cerpennya, “Oh, Film”.

Kumpulan cerpen itu bikin saya geli sampai senyum-senyum sendiri. Memang tema yang diangkat tak jauh-jauh dari dunia film. Namun, Misbach Yusa Biran berhasil mengocok perut saya dengan mengambil sudut terkecil dalam dunia film.

Dalam kumpulan cerpen tersebut, alih-alih memilih para aktor dan bintang film top sebagai bahan bakar ceritanya, beliau justru memilih aktor yang belum jadi sebagai subjek cerita. Kebetulan di kumpulan cerpen itu, beliau nyaris selalu mengambil latar Pasar Senen.

Yang diceritakan sebagai tempat ngumpulnya orang-orang yang aktif ataupun nyaris aktif di dunia perfilman. Salah satu cerita yang menggelitik adalah seorang tokoh yang ngebet main film. Pada akhirnya ia memang main film.

Namun, ia harus opname berkali-kali. Dan lokasi opnamenya tidak mudah, yaitu di tengah jalan raya dengan lalu lintas padat. Ditambah lagi ia harus lari-larian dalam adegan itu. Ironisnya—ini saya mau nulis masih ngakak aja nih—adegan itu dihilangkan oleh si produser.

Prie GS

Saya tahu nama Prie GS cukup lama. Ya, beberapa tahun lalu. Saya baru tertarik membaca tulisannya akhir-akhir ini. Oh iya, ada yang nggak kenal sama Prie GS?

Almarhum Prie GS adalah budayawan dan wartawan pilih tanding. Karena belum bisa mendapatkan bukunya, saya cari saja tulisan-tulisan beliau di internet.

Lantas saya menemukan tulisan-tulisan ringan, boleh dibilang itu esai yang diangkat dari hal-hal remeh. Keistimewaan tulisan beliau adalah mampu menghadirkan tulisan-tulisan yang menurut saya jujur. Karena itu, saya jadi tertawa geli manakala ada bagian tulisan yang lucu.

Beberapa kali saya membaca tulisan Prie GS yang tersebar di internet, bagaikan naik rollercoaster. Kadang bikin dahi mengkerut, sekali waktu bikin mulut mesam-mesem sendiri.

Tulisan Humor Khas Agus Mulyadi

Senang dan bahagia. Dua kata itulah yang mewakili diri saya ketika membaca tulisan-tulisan Mas Agus Mulyadi. Betapa tidak, beliau ini saya rasa mampu mengelaborasi gaya kepenulisan Mahbub Djunaidi dan Misbach Yusa Biran. Dan menghasilkan satu keotentikan gaya kepenulisan baru, khas Agus Mulyadi.

Mas Agus ini piawai banget mengangkat satu hal yang jarang diperhatikan, seperti teriakan seorang istri. Yang kemudian beliau tulis dengan menunggangi peristiwa internasional di Kamboja sana. Atau tulisan beliau tentang menahan kencing.

Bahkan, tulisan-tulisan beliau yang mengomentari isu-isu nasional pun tak kalah sadisnya dalam mengocok perut. Mas Agus ini mampu meracik isu nasional, tetapi dengan sudut pandang yang unik. Beruntunglah saya pernah mengikuti salah satu kelas yang diampu oleh beliau.

Lewat situ, saya jadi banyak belajar bagaimana menulis dengan sentuhan-sentuhan humor. Namun, tatkala saya tanyakan gimana cara nulis biar nggak melempem dan lucu seperti tulisan beliau. Mas Agus cuma ngetik “Itu sudah dari sononya, nggak bisa ditiru”. Asem ik.

Editor: Nirwansyah

Gambar: TribunPekanbaru