Hampir seluruh negara di dunia diterjang virus, yang dengan mata telanjang tak akan pernah bisa terlihat. World Health Organization memberinya nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dengan nama penyakitnya disebut Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Banyak pendapat yang mengemuka tentang apa sebab virus ini bisa menjadi pandemi yang kita hadapi saat ini. Salah satu yang sering kita dengar virus ini bisa menjangkiti manusia karena ulah manusia sendiri dalam merusak alam.

Penyakit karena Masalah Lingkungan

Seperti dilansir Mongabay, peneliti mikrobiologi dari LIPI, Sugiyono Saputra, PhD, mengatakan bahwa sebagian besar penyakit timbul karena masalah lingkungan. Kemudian, 60 persen penyakit infeksi merupakan penyakit zoonosis atau berasal dari hewan dan lebih dari dua per tiga berasal dari satwa liar. Terkait Covid-19, untuk sementara waktu masih dikatakan terjadi karena disebabkan dari kelelawar dan atau trenggiling, yang merupakan salah satu komoditas yang diperjualbelikan secara ilegal dan menjadi obat sehingga berkontribusi pada tumpahnya virus ke populasi manusia.

Terlepas dari asal muasal virus korona ini, kita harus mengakui bahwa saat ini banyak sekali terjadi kerusakan alam. Ini terjadi akibat masifnya corak produksi kapitalistik, yang selalu menginginkan akumulasi keuntungan terus menerus yang berakibat pada abainya kelestarian alam jangka panjang.

Masifnya pendirian perusahaan-perusahaan baru di Indonesia karena keinginan untuk mengakumulasi keuntungan terus menerus, mendorong perusahaan-perusahaan besar itu mendirikan industri di lokasi yang dulunya adalah alam tempat makhluk hidup selain manusia tinggal.

Belum lagi kegiatan perusahaan industri seperti pembuangan limbah dan aktivitas pembakaran hutan yang menjadi beberapa agenda yang hanya membuat alam tempat kita hidup ini menjadi tidak layak lagi ditinggali dalam jangka panjang.

Alam Bisa Ada Tanpa Manusia, Tapi Tidak Sebaliknya

Padahal dengan berpikir sederhana saja, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa manusia tidak mungkin ada, tanpa adanya alam sebagai tempat manusia hidup. Tetapi tidak sebaliknya, jika manusia tidak ada, alam akan tetap punya keberadaan. Ini terjadi karena alam adalah wadah tempat tinggal manusia. Sama halnya dengan pertanyaan naif seperti “bisakah ada rasa manis, tanpa adanya wadah (contohnya gula) tempat rasa manis itu dirasakan?”.

Mengutip Karl Marx dalam tulisan Marcello Musto di IndoProgress dengan judul “Konsepsi Marx Tentang Komunisme (Bagian 2)”, dijelaskan bahwa bagi Marx, manusia “hanyalah penghuninya, penggunanya, dan mereka harus meninggalkannya [planet bumi] dalam keadaan yang lebih baik untuk generasi-generasi selanjutnya, seperti kepala keluarga yang baik”.

Apa Yang Harus Kita Lakukan

Slavoj Zizek dalam bukunya “Pandemik Covid-19 Mengguncang Dunia”, mengambil konsep hubungan metabolisme alam dan manusia dari Karl Marx, mengatakan:

“Untuk menghadapi krisis ekologis yang akan datang, perubahan filosofis radikal diperlukan, jauh lebih radikal daripada kata-kata biasa yang menekankan bagaimana kita, manusia, adalah bagian dari alam, hanya salah satu spesies alami di Bumi”Slavoj Zizek

Menurut saya, upaya yang bisa dilakukan dalam jangka pendek adalah dengan tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang hanya membuat kerusakan alam terjadi. Pengurangan pemakaian plastik adalah salah satu contohnya. Dalam rencana jangka panjang, tidak lain dan tidak bukan, kita harus berupaya keras mengakhiri ekonomi kapitalistik,. Karena corak produksi ini dalam dirinya hanya mengetahui bagaimana melakukan cara-cara untuk mengakumulasikan keuntungan, termasuk merusak alam.

Sekali lagi, kita manusia, tidak akan bisa ada, tanpa adanya wadah (Alam) tempat kita menjalani hidup kita. Bayangkan saja kalau tidak ada alam, kita tidak bisa rebahan lagi, menggunjing para selebritis di media sosial, dan pastinya tidak bisa lagi kritik pemerintah karena kalung anti korona. Hehehe

Penulis: Muhammad Ifan

Penyunting: Aunillah Ahmad