Pemilihan kepala desa atau Pilkades menjadi salah satu ajang kontestasi politik yang ramai di masyarakat. Seperti di desa tempat saya tinggal, masa-masa mendekati pemilihan kepala desa suasana desa akan ramai dan memanas.
Walaupun hanya lingkup desa tapi saya akui rasa antusias warga, suasana yang memanas, taktik politik yang digunakan untuk mencari dukungan lebih terasa dari pada suasana pemilihan presiden ataupun pemilihan gubernur.
Masih ingat betul saat kecil selalu diajak orang tua untuk ikut mereka ke tempat pemungutan suara dengan suasana yang sangat ramai dan ada suatu kejadian yang tidak akan pernah saya lupakan. Ada salah satu keluarga di desa tempat saya tinggal menjadi bermusuhan selama masa-masa Pilkades karena berbeda pilihan antara bapak dan anak.
Masih ingat betul bapak dan anak tersebut saling memasang atribut berkaitan dengan calon pilihan masing-masing dalam satu rumah yang sama. Namun, tenang saja setelah masa Pilkades berakhir bapak dan anak ini kembali akur seperti tidak terjadi sesuatu.
Hingga saya sudah berumur 20 tahun dan tetep saja pemilihan kepala desa didesa saya selalu ramai dan penuh antusias dari para warga desa. Mulai dari brosur paslon dengan nomor urut yang ditempelkan di tiap sudut desa hingga rumah-rumah warga, pembagian kaos bergambar paslon dan nomor urut, hingga baner-baner besar yang ada dipasang di sepanjang jalan desa.
Mungkin bisa disebut Pilkades lebih dari Pilpres, bahkan orang-orang di tempat tinggal saya yang mayoritas bekerja sebagai petani rela pulang dari sawahnya untuk bisa mencoblos berbanding terbalik jika ada Pilpres atau Pilgub para warga tak seantusias Pilkades bahkan banyak yang golput.
Kata warga di sekitar rumah saya mengapa nggak mencoblos saat Pilpres atau Pilgub karena nggak kenal dengan calon pasangan atau nggak peduli jadi malas untuk pergi ke tempat pemungutan suara. Mungkin salah satu alasan Pilkades menjadi salah satu kontestasi politik paling ramai karena lingkupnya yang hanya desa sehingga secara nggak langsung banyak warga yang sudah mengenal secara langsung hingga bercengkrama dengan para calon kepala desa tersebut. Setelah saya amati mengapa masyarakat di desa saya sangat antusias terhadap Pilkades, ternyata ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa Pilkades sangat dinanti-nanti daripada Pilpres atau Pilgub
Amplop uang dengan besar-besaran nominal dari para paslon
Tidak bisa dipungkiri politik uang di negara ini sudah tumbuh subur menjadi budaya saat ajang kontestasi politik. Walaupun sudah ada peraturan bahwa dilarang melakukan praktik politik uang tetap saja para calon ini dengan santainya membagikan amplop berisikan uang pada warga-warga sekitar sembari meminta dukungan untuk memilih dirinya. Saya merasakan sendiri para calon Kades tempat saya tinggal saling besar-besaran dalam membagikan uang pada warga untuk menarik hati calon pemilih supaya memilih dirinya.
Ditempat saya tinggal bahkan praktik uang ini dilakukan dengan terang-terangan tanpa takut adanya yang melaporakan. Maklum saja mayoritas masyarakat penduduk di desa saya adalah orang-orang tamatan SD, SMP, bahkan banyak yang nggak pernah merasakan sekolah. Untuk lulusan SMA Sederajat memang ada tapi tidak begitu banyak apalagi jika ditanya lulusan sarjana, bisa dihitung dengan jari lulusan sarjana di desa saya.
Jika ditanya alasan menerima uang pemberian tersebut mayoritas akan menjawab ‘rejeki tidak boleh ditolak’ walaupun sudah diberi tahu jika para calon kades tersebut membagikan uang bisa saja jika mereka terpilih akan menggunakan jabatannya untuk korupsi. Korupsi yang dilakukan pun nggak tanggung-tanggung bisa puluhan hingga ratusan juta, tidak sebanding dengan uang 20 ribu hingga 50 ribu yang pernah dibagikan pada warga.
Tapi mereka bersikap bodo amat. Di desa saya biasanya yang membagikan uang ini adalah tim sukses dari masing-masing calon di tiap RT, beberapa kali calon kades turun langsung membagikan uang dan meminta dukungan denhan menebar janji-janji manis jika terpilih. Saya yang menyaksikan dan mendengar pun rasanya ingin memaki orang tersebut. Berbeda dengan Pilpres atau Pilgub yang mana di desa saya tidak ada yang membagikan uang tidak seperti Pilkades sehingga hal ini menjadi alasan besar suasana Pilkades begitu meriah dan dinanti-nanti
Urusan akan dipermudah menjelang pilkades
Merasakan betul di tempat saya tinggal kepala desa yang terpilih selalu mengutamakan atau memberi kemudahan saat mengurus keperluaan yang berkaitan dengan desa pada orang-orang yang menjadi tim suskses saat Pilkades atau yang memilihnya saat Pilkades. Ada satu kasus yang dialami tetangga saya yang merasakan akan hal ini. Anggap saja Sri (nama samara) selaku tetangga saya mempunyai rumah kurang layak dan dari desa sedang akan program memberikan bantuan uang senilai kurang lebih 15-35 juta pada warga yang memiliki rumah kurang layak untuk merenovasi rumahnya.
Sri ini sudah mengajukan pada desa untuk mendapatkan uang dari program tersebut, tapi setelah ditunggu beberapa bulan yang mendapatkan uang dari program ini adalah Munirah (nama samara) yang rumahnya tidak jauh dari rumah Sri. Padahal dapat dilihat Sri ini lebih membutuhkan, mulai dari rumah yang belum menggunakan tembok, anaknya masih sekolah belum ada yang bekerja, dan dalam keluarga Sri hanya suaminya yang bekerja sebagai tukang becak.
Sedangkan Munirah bisa dibilang rumahnya cukup baik dari Sri, Sudah menggunakan tembok, kedua anaknya sudah bekerja, serta Munirah dan suaminya pun bekerja. Namanya juga warga desa pasti kepo dong mengapa Munirah yang mendapatkan bantuan tersebut bukannya Sri. Nah berkat ke kepoan warga terkuat lah alasannya ternyata karena saat Pilkades Sri tidak memeilih Tejo (nama samara) selaku kepala desa yang menjabat, sedangkan Suami Munirah merupakan tim sukses Tejo saat Pilkades sehingga Keluarga Munirah lebih di prioritaskan.
Bukan hanaya itu saja, Tejo juga jarang sekali berkunjung ke desa tempat saya tinggal karena mayoritas werga tempat saya tinggal saat Pilkades tidak memilh Tejo serta saat warga tempat desa saya mengurus berkas ke kantor kepala desa pun tidak secepat dengan desa yang menjadi lumbung suara Tejo. Sehingga para warga tentunya akan memilih calon Kades yang akan berpotensi memenangkan pemilihan agar urusan dipermudah. Pilkades menjadi moment yang titunggu-tunggu karena jika pilihan yang dipilih memenangkan pemilihan maka banyak urusan akan dipermudah, sehingga warga tidak akan melewatkan moment Pilkades.
Memang berbagai macam hal menjadi penyebab Pilkades selalu ditunggu-tunggu daripada Pilpres atau Pilgub. Tetapi seharusnya hal-hal negatif harus mulai ditinggalkan untuk dapat memiliki kepala desa yang kompeten, jujur, dan tidak akan korupsi dan merugikan warganya.
Editor: Ciqa
Gambar: Google
Comments