Beberapa hari yang lalu saya menjumpai status WhatsApp seseorang yang berisi nasehat Islam. Ia menganjurkan agar muslimah tidak mengumbar foto di media sosial karena bisa menjadi sumber fitnah dan mendatangkan dosa jariyah. Lalu, apakah cuma perempuan yang harus hati-hati dalam berfoto?

Tentu, saya sepakat dalam beberapa hal. Terutama soal anjuran mengumbar foto sembarangan, terlebih jika tidak menutup aurat. Tetapi saya menjadi tidak sepakat dengan alasan-alasan yang disebutkannya.

Apakah Cuma Perempuan yang Harus Hati-hati dalam Berfoto?

Saat ini mengunggah foto sudah menjadi hal lumrah dilakukan setiap orang, tua, muda, anak-anak, laki-laki, maupun perempuan. Dengan teknologi yang semakin canggih berfoto menjadi sangat mudah, memposting foto juga begitu ringan bagi banyak orang. 

Berikut adalah tampilan gambar yang banyak beredar di internet, di mana ada 6 alasan perempuan harus berhati-hati memposting foto yang disebutkan dalam gambar tersebut. Namun, saya rasa alasan-alasan tersebut harus kita koreksi;

Gambar: Instagram amberlyn.id

Alasan Perempuan Harus Hati-hati dalam Berfoto yang Perlu Dikoreksi

Pertama, foto perempuan bisa dijadikan alat sihir. Kalau memang foto bisa dijadikan alat sihir, apakah hanya foto perempuan saja, apakah foto laki-laki tidak bisa? Harusnya disebutkan saja ‘foto bisa dijadikan alat sihir’ (ehh.. tapi beneran bisa nggak sih?), tidak usah menyebutkan tambahan ‘perempuan’ bukan.

Kedua, perempuan itu pemalu. Dalam masyarakat kita malu bisa dipahami sebagai bagian dari sopan santun, tapi malu yang seperti apa dimaksud. Malu mengambil barang yang bukan menjadi hak dan malu jika berbuat sesuatu yang melanggar syari’at adalah bentuk rasa malu yang baik.

Namun, jika malu menyuarakan ketidakadilan apakah termasuk bentuk malu yang baik? Tentu saja bukan. Sikap malu bisa dikaitkan dengan akhlak, seorang muslim yang berakhlak baik pasti tidak akan malu berbuat kebaikan apapun bentuknya. Bahkan, jika harus lantang berdiri di depan umum membela saudaranya yang lemah. Sikap malu ada tempatnya, bukan?

Perempuan Sumber Fitnah?

Alasan perempuan harus hati-hati dalam berfoto selanjutnya, yaitu perempuan adalah sumber fitnah. Namun, apakah benar begitu adanya? Jika perempuan cantik adalah sumber fitnah karena dapat mengganggu kaum adam. Lantas bagaimana dengan pria mempesona yang kerap kali juga merasuki pikiran perempuan sampai menghilangkan konsentrasi dan membuat gagal fokus? Begitu banyak perempuan juga tergoda oleh pria mapan apalagi juga kaya.

Di sini dapat kita pahami bahwa sumber fitnah tidak hanya berasal dari jenis kelaminnya saja, tetapi juga dari hati, pikiran, dan mata kita. Oleh sebab itu Islam mengajarkan untuk ‘ghadul bashar’ atau kita pahami sebagai menjaga pandangan.

Dalam Alquran al karim surah An-Nuur [24] ayat 30 – 31 Allah SWT berfirman;

قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٰلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ ٣٠ وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ءَابَآئِهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآئِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوۡ نِسَآئِهِنَّ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّـٰبِعِينَ غَيۡرِ أُوْلِي ٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ عَوۡرَٰتِ ٱلنِّسَآءِۖ وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِأَرۡجُلِهِنَّ لِيُعۡلَمَ مَا يُخۡفِينَ مِن زِينَتِهِنَّۚ وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٣١ 

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (30).

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita; Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan; Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (31).

Perempuan di Zaman Rasulullah

Keempat, perempuan harus hati-hati dalam berfoto karena perempuan terbaik adalah yang makin tersembunyi. Apakah argumentasi ini adalah yang dimaksudkan Islam dimana merupakan agama rahmat seluruh alam semesta?

Di zaman Rasulullah saw perempuan justru biasa mengikuti majelis Rasulullah. Seperti diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, No. 1498 menceritakan tentang para perempuan seperti Zainab ays-Tsaqafiyah ra yang biasa datang ke masjid. Zainab juga biasa mendatangi rumah kanjeng Nabi Muhammad Saw untuk bertanya hal-hal yang berkaitan dengan agama dan kehidupan sehari-harinya.

Di zaman Rasul justru banyak disebutkan perempuan-perempuan yang mengikuti majelis Rasul Saw untuk mendalami agama Islam.

عَنْ زَينب امرأة عبدالله قالت كنت في المسجد فرأيت النبي صلى الله عليه وسلم فقال : ((تصدّقن ولو من حليّكنّ)). وكانت زينب تنفق على عبد الله وأيتامٍ في حجرها قال فقالت لعبدالله سل رسول الله صلى الله عليه وسلم أ يجزى عّني أن أنفق عليك وعلى أ يتا مي في حجري من الصّدقة فقال سلى أنت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم فانطلقت إلى النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم فوجدت امرأة من الأنصار على الباب حاجتها مثل حاجتي فمرّ علينا بلال فقلنا سل النّبي صلّّى الله عليه وسلّم أ يجزي عني أن أنفق على زوجي وأيتام لي في حجري وقلنا لا تخبر بنا فدخل فسأله فقال من هما قال زينب قال أي الزّيانب قال امرأة عبد الله قال نعم لها أجران أجر القرابة وأجر الصّدقة.

Dari Zainab, istri Abdullah bin Mas’ud Ra, berkata, “Ketika sedang berada di masjid, aku melihat Nabi Muhammad SAW., dan beliau berkata, ‘Sedekahlah walau dari hiasan yang kalian miliki. “Zainab adalah seorang yang menafkahi Abdullah dan anak-anak yatim. Zainab berkata kepada Abdullah, “Tanyakan kepada Rasulullah Saw., apakah aku dapat pahala kalau menafkahimu dan anak-anak yatimku yang ada di pangkuanku?” Abdullah menjawab Zainab, “Kamu saja yang bertanya sendiri.” Maka aku (Zainab) mendekat menemui Rasulullah Saw. Aku lihat, ada seorang perempuan dari Anshar yang juga punya persoalan sama denganku berada di pintu. Lalu, aku lihat ada Bilal datang lewat. Kami (kata Zainab) berkaa (kepada Bilal), “Tolong tanyakan kepada Nabi Muhammad Saw., apakah aku akan dapat pahala jika menafkahi suamiku dan anak-anak yatim di pangkuanku, tapi jangan ceritakan tentang siapa kami. Bilal  masuk dan menanyakan (seperti yang kami minta). Nabi Muhammad Saw bertanya lagi, “Zainab yang mana?” Dijawab, ‘istri Abdullah.’ Nabi Muhammad Saw kemudian menjawab, ‘ya, dia mendapatkan dua pahala, pahala nafkah pada keluarga dan pahala sedekah.” (Shahih Bukhari, No. 1498).

Jika disebutkan perempuan terbaik adalah yang paling tersembunyi, bagaimana dengan Zainab waktu itu? Zaman sekarang banyak sekali Zainab-Zainab lain yang tersebar di penjuru dunia.

Ada yang harus menggantikan suaminya bekerja karena sang suami sakit, karena perceraian, atau ditinggal oleh suaminya. Bagaimana dengan nasib ibu-ibu di pelosok desa yang setiap hari harus membantu suaminya di sawah? Apakah mereka tidak lebih baik dari perempuan yang terus di rumah karena kebutuhannya sudah tercukupi dari penghasilan pasangannya?

Perempuan di Ruang Publik

Manusia dinilai karena ketakwaan dan amal perbuatannya. Sehingga penyebutan makin tersembunyi makin baik tidak serta merta begitu saja. Jika yang dimaksud adalah dengan mengurung diri di rumah lantas tidak bisa bekerja memenuhi kebutuhannya atau  tidak bisa belajar dan memperdalam ilmu serta keahlian lain justru akan menjadi sebuah kemunduran.

Jika tidak ada perempuan yang pandai, tentu semua hal akan diurus laki-laki. Nah sekarang kita tanya, jika para muslimah ke dokter bukankah mereka lebih menginginkan dokter perempuan untuk memeriksanya?

Jadi seorang perempuan juga harus ada yang menjadi dokter dan beraktivitas di ruang publik. Caranya tentu saja dengan membuka akses belajar bagi perempuan. Lalu bagaimana jika perempuan dikurung di rumah dan tidak boleh sekolah kedokteran, ekonomi, sains, dan keilmuan lain? Justru ini akan menjadi kemunduran peradaban yang juga menyulitkan manusia bukan. Sedangkan agama datang untuk menjadi penerang dan memudahkan.

Kelima, perempuan mudah terkena ‘ain. Penyakit ‘ain muncul dikarenakan pandangan dan hati. Dalam karyanya Minhaj al-Abidin pada pasal yang menerangkan tentang menjaga mata, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa hendaknya kita menjaga mata dari pandangan yang membawa dosa. Karena mata merupakan sebab dari setiap keburukan dan sumber dari segala jenis penyakit.

Semua manusia baik laki-laki maupun perempuan berpotensi untuk terkena penyakit ‘ain. Allah SWT menganugerahi mata agar manusia dapat melihat kebesarannya dan mensyukuri nikmatnya.

Namun, ada kalanya kita melihat kebaikan atau suatu hal yang membawa pada kenikmatan dengan melalaikan anugerah dari Allah. Itulah awal mula munculnya penyakit ‘ain menimpa perempuan ataupun laki-laki. Sehingga selalu menjaga pandangan adalah langkah yang harus ditempuh dan diusahakan oleh semua manusia tanpa terkecuali.

Gender dan Neraka

Keenam, penghuni neraka kebanyakan perempuan. Argumen ini banyak disandarkan pada hadits berikut yaitu Shahih Bukhari, No.2277 disebutkan;

عن عمران بن حصين عن النّبيّ صلّى الله عليه وسلم قال اطّلعت في الجنّة فرأيت أكثر أهلها الفقراء واطّلعت غي النّار فرأيت أكثر أهلها النّساء..

Dari Imran bin Husain, dari Nabi Muhammad SAW yang bersabda, “Aku diperlihatkan surga, dan aku lihat kebanyakan penduduknya adalah orang-orang miskin. Aku juga diperlihatkan neraka, dan aku lihat kebanyakan penduduknya adalah perempuan.” (Shahih Bukhari, No. 2277). 

Tetapi dalam hadis di atas tentu harus dibaca sesuai dengan keadaan saat itu. Dalam Qira’ah Mubadalah yang dituliskan oleh Kiai Faqihuddin Abdul Kodir, disebutkan bahwa para ulama memandang tidak hanya kemiskinannya seorang masuk surga. Melainkan karena sifat menerima, sabar, tenggang rasa, ramah, baik, dan bersedia melepas hartanya untuk orang lain yang membuat orang miskin masuk surga.

Begitu juga bagi perempuan, bukan karena jenis kelamin perempuan yang membuat seseorang masuk neraka. Tetapi pernyataan tersebut terkait dengan perilaku ‘sering melaknat’ dan ‘tidak berterima kasih’ kepada pasangan yang membuat perempuan masuk neraka. (Qira’ah Mubadalah, 280 & 281).

Jadi, bukan karena jenis kelaminnya melainkan sifat dan amal perbuatan yang menjadi ukurannya. Di sisi lain kita menemukan beribu-ribu dermawan yang membantu banyak orang, sedang orang miskin yang dekat dengan kekufuran. Begitu pula banyak sekali perempuan yang baik, membawa kebaikan di lingkungan keluarga dan tempatnya tinggal serta saling tolong menolong dengan pasangannya dalam kebaikan. Sehingga laki-laki yang tidak berterima kasih kepada istrinya bisa jadi menjadi penghuni neraka, begitu juga orang miskin yang kufur.

Dengan begitu, gambar yang banyak beredar di internet seperti disertakan di awal selayaknya harus diganti judul. Karena banyak yang tidak bersesuaian, dan tidak layak jika hanya disematkan kepada perempuan. 

***

Saya amat setuju dengan sang pembuat meme jika meme itu dibuat agar para perempuan lebih berhati-hati ketika hendak memposting foto di media sosial. Aktivitas berfoto dan berselfie harus berhati-hati untuk menjauhkan dari mudharat yang dapat merugikan bagi diri sendiri atau orang lain.

Sebagai orang yang sudah cukup dewasa, kiranya kita dapat berpikir batasan-batasan berfoto dan mengunggah foto, bukan? Sikap berhati-hati harus dikedepankan sebagai tindakan mawas diri menghindari kemungkinan buruk jika foto disalahgunakan. Tetapi bukan hanya perempuan yang harus hati-hati dalam berfoto, melainkan juga laki-laki.

Wallahu A’lam.

*) Artikel ini pernah diterbitkan di Tsaqafah.id dengan judul “Kenapa Perempuan Harus Berhati-hati dalam Berfoto?” pada 2 Oktober 2020. Diterbitkan kembali dengan penyuntingan.

Editor: Halimah
Gambar: Freepik