“Sekarang kau harus menyadari ini, Hastings. Setiap orang pada hakikatnya punya potensi untuk menjadi pembunuh, dalam setiap orang dari saat ke saat tumbuh keinginan untuk membunuh, meskipun bukan tekad untuk membunuh.” (Tirai atau Curtain: Poirot’s Last Case)

Kelas tiga SD ketika itu, awal mula saya tertarik dengan novel genre detektif, saat seorang teman membawa novel Agatha Christie. Lembarnya sudah menguning dan pudar warna sampulnya. Digambarkan sebagai sampul, seorang wanita yang sedang ada di ruang sidang, berdiri dengan angkuh menatap para hakim. Novel itu berjudul ‘Mawar Tak Berduri’.

Saya agak lupa bagaimana detailnya tapi intinya terdapat seorang wanita yang dibunuh dengan racun, disinyalir dari sebuah mawar yang tak berduri. Alur ceritanya yang ‘berbeda’, menarik, dan membangkitkan rasa penasaran, membuat saya tertarik untuk membaca cerita lainnya.

Oh iya, FYI, ada dua tokoh detektif yang cukup terkenal. Mereka sama-sama menangani kasus di Britania Raya tapi berbeda zaman. Yang pertama, Sherlock Holmes. Dia adalah tokoh novel detektif gubahan Sir Arthur Conan Doyle. Yang kedua, tokoh detektif ciptaan Agatha Christie, Hercule Poirot. Seorang mantan polisi rahasia Belgia yang khas dengan kumisnya. Selain tokoh utama Holmes dan Poirot, mereka juga ditemani tokoh lain seperti dr Watson (teman dari Holmes) dan Kapten Hastings (teman dari Poirot).

Nah, sebenarnya banyak juga tokoh-tokoh fiksi detektif tapi untuk sekarang kita akan bahas dua tokoh ini terlebih dahulu, Sherlock Holmes dan Hercule Poirot.

Perbandingan

Jika boleh membandingkan, kedua-duanya memiliki ciri khasnya tersendiri:

Dalam segi kejahatan yang ditangani, Holmes tidak selalu menangani kasus pembunuhan. Holmes pernah menangani kasus-kasus skandal (asmara) seperti cerita skandal di Bohemia yang melibatkan penguasa bohemia dan Irene Adler, kasus-kasus penggelapan uang dan kasus konspirasi lainnya. Disisi lain, Hercule Poirot mayoritas kasusnya berkaitan dengan pembunuhan.

Untuk cara pembunuhannya, keduanya hampir menampilkan metode dan alat yang sama. Dari yang dibunuh dengan racun hingga menggunakan alat atau senapan. Namun, dalam hikayat-hikayat Poirot, lebih sering menggunakan berbagai racun dalam kasus pembunuhannya.

Dari segi penyelidikan, Sherlock Holmes lebih mengandalkan sisi penyelidikan secara fisik seperti dari puntung rokok, jejak kaki, bekas mesiu senapan sampai penampilan tersangka dan korbannya, atau lebih dikenal dengan metode pemikiran deduktif. Sedangkan Poirot lebih menonjolkan penyelidikan dengan mengumpulkan fakta, rekonstruksi dan wawancara. Poirot juga lebih mengandalkan kemampuan berpikirnya (otak) yang sering disebut sebagai ‘sel kelabu’.

Kalau ditanya mana yang bagus? jawabannya, tergantung. Jika kamu termasuk yang sabar, kalian mungkin akan suka Hercule Poirot. Kenapa? Karena alur ceritanya yang kebanyakan berisi wawancara dan konstruksi. Jika kamu suka yang ‘meletup-letup’ dan ada varian cerita yang non pembunuhan, kalian bisa mulai dengan membaca Sherlock Holmes.

Pelajaran dari Cerita Novel Detektif

Sebenarnya, mau ngapain sih baca novel detektif? Yah seperti novel lainnya, novel-novel itu untuk hiburan. Namun jika kita berusaha mengambil hikmah nya tentu ada kok:

1. Mengajarkan eling lan waspodo terutama tentang harta, tahta, dan wanita. Motif kejahatan dan pembunuhan di hikayat-hikayat detektif tak jauh-jauh dari tiga hal itu. Dalam kehidupan nyata pun banyak yang akhirnya terjatuh karena 3-ta ini, kan?

2. Belajar memedulikan detail dan berpikir kritis. Para detektif selalu peduli pada hal-hal yang kadang dianggap remeh dan tak dilihat orang lain. Profesi detektif hidup dan bermula dengan bertanya. Dengan bertanya dan selalu bertanya, mereka secara otomatis menolak asumsi umum/mayoritas yang belum tentu benar, dangkal bahkan menolak dugaan dan asumsi takhayul. Semuanya harus bisa dibuktikan secara logis dan memiliki bukti empiris.

3. (Bonus) Sedikit-sedikit mengenal ilmu tentang toksikologi, pentingnya psikologi/ilmu kejiwaan, dan kriminologi.

Dalam novel-novel Holmes dan Poirot, para pembunuh sering menggunakan racun sebagai alat membunuh. Selain itu, banyak kejahatan juga yang bersinggungan dengan ilmu kejiwaan. Beberapa kriminil digambarkan sebagai orang yang pintar tapi memiliki kejiwaan yang tidak stabil. Karena seperti yang dikatakan oleh Poirot “mereka hanya gila, tidak bodoh”.

Nah, gimana tertarik untuk baca novel misteri-detektif? kalau tertarik novel mana yang mau kamu baca?

Editor: ciqa

Gambar: Google