Semua hal punya dua sisi. Begadang itu baik, asalkan ada alasan baiknya hehe

Belakangan ini atau bahkan sudah hampir sejak lama aktivitas begadang sangat digandrungi oleh banyak orang tak terkecuali anak muda. Sejalan dengan hal itu, tidak sedikit pula orang yang menyatakan begadang dilarang termasuk para orang tua.

Biasanya orang yang melarangnya itu melarang dengan meninjau dari aspek kesehatan. Ya memang dari dunia kesehatan begadang merupakan sesuatu hal yang tidak sehat dan tidak bijak. Tapi tentu begadang itu baik, jika melihat banyak sisi yang lain.

Tapi jangan seolah-olah kita terhenti dalam satu sudut pandang aja. Masih banyak kok sudut pandang yang menganggap aktifitas begadang itu sebagai suatu hal yang biasa bahkan mendapatkan suatu hal yang luar biasa dalam proses begadangnya itu sendiri.

Misal kita lihat salah satunya dari pandangan sejarah. Sejarah Indonesia membawa bukti bahwa begadangnya para pahlawan membawa pengaruh dalam peradaban Indonesia tepatnya dimulai ketika hari-hari menjelang proklamasi  sampai dengan peristiwa para pemuda membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok.

Begadang yang Menentukan Hari-Hari Menjelang Kemerdekaan

Pada tanggal 16 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta dibawa oleh sekelompok anak muda ke Rengasdengklok. Maksud dan tujuan para pemuda membawa kedua orang berpengaruh itu agar secepatnya mengumumkan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Singkat cerita, sementara itu di Jakarta tercapai kesepakatan antara golongan tua yang diwakili oleh Ahmad Soebarjo dan golongan muda yang diwakili oleh Wikana dan Yusuf Kunto untuk membawa kembali Bung Karno dan Bung Hatta ke Jakarta.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 pula tepatnya jam 4 sore, Ahmad Soebarjo menuju Rengasdengklok untuk menjemput kembali Bung Karno dan Bung Hatta. Sekitar jam 9 malam rombongan sudah meninggalkan Rengasdengklok untuk kembali ke Jakarta. Dan jam 11 malamnya rombongan sudah tiba di rumah Bung Karno.

Pada malam itu juga sekitar jam 2 pagi, Bung Karno memimpin rapat PPKI di rumah Laksamana  Tadashi Maeda di jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta. Rapat itu terfokuskan untuk membicarakan persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Rapat pun baru berakhir sekitar jam 4 pagi menjelang sahur—waktu itu bulan Ramadan. Dalam rapat itu dirumuskan teks proklamasi kemerdekaan dan langsung ditulis tangan oleh Bung Karno kemudian langsung dibacakan ke seluruh peserta rapat dan naskah kemudian diketik oleh sayuti melik. Peserta rapat pun menyepakati bahwa kemerdekaan Indonesia akan diumumkan pada jam 10 pagi  tanggal 17 agustus 1945.

Bisa kita bayangkan bagaimana begadangnya para pendiri bangsa. Begadangnya memiliki kualitas yang top, kenapa? Karena mereka berusaha mengubah predikat Indonesia menjadi sebuah negara yang merdeka.

Irama Lagu Sang Raja Dangdut

Selain pandangan sejarah, seorang musisi dangdut pun menyampaikan pandangannya tentang begadangnya lewat sebuah lagu yang diciptakannya.

Pasti hampir seluruh orang Indonesia tahu lagunya Rhoma Irama yang judulnya begadang. Lagu itu sampai sekarang terus bergema disudut-sudut kota padahal sudah sejak lama dirilisnya yaitu sekitar tahun 70an.

Kenapa terus terdengar sampai sekarang? Karena lagu-lagu Sang Raja Dangdut sarat dengan makna dan sangat relatable dalam kehidupan termasuk lagu yang berjudul begadang. Begini kutipan lagu begadang; Begadang jangan begadang kalau tiada artinya, begadang boleh saja kalau ada perlunya.

Sang Raja Dangdut pun berkata demikian, bahwa begadang boleh aja dilakukan asal ada artinya dan begadang juga boleh kalau ada perlunya.

Begadang Boleh, Kalau Ada Artinya

Nah buat begadangers, setelah menelisik mulai dari begadangnya para pendiri bangsa sampai dengan musisi dangdut yang membuat lagu tentang hal hal ini, bisa disimpulkan bahwa begadang ngga selamanya salah kok, boleh kalau ada artinya.

Eh alasan diatas bisa dijadikan argumen ke orang tua kalau ketahuan kita lagi anteng dan asik dengan gawai sampai larut malam. Eh tapi jangan sobat milenialis, canda.

Tapi intinya berpikir sebelum melakukannya, jangan sampai malam kita tak berarti akibat melek tak berfaedah. Lebih bagus kalau kita menciptakan peradaban buat bangsa dan negara dari begadang semalaman itu.

Misalnya buat anak muda yang gemar nongkrong malam-malam sambil ngopi selain ngobrol ngalor-ngidul, bagusnya selingi ditengah obrolan tersebut dengan muatan-muatan yang memicu nalar berpikir, setidaknya ada pengetahuan baru yang didapat.

Tapi mending tidur aja kalau tidak kuat dan tidak ada yang perlu dikerjakan. nanti kalau terus-terusan berdua bersama ‘malam’, kasihan ‘pagi’ udah menunggu berharap untuk ditemani.

Jadi begadang itu baik, kan?