Saya baru saja menyelesaikan film “Alif” (2016). Alif memang bukan film baru, tetapi hikmah atau pelajaran yang dapat diambil serta gambaran realita yang disorot dalam film tersebut dekat dengan kehidupan kita, misalnya soal pertentangan ilmu umum dan ilmu agama.

Alif (2016) bercerita tentang seorang anak bernama Ali Raza yang bersekolah di madrasah. Madrasah dalam bahasa Arab bermakna sekolah. Madrasah berarti sebuah institusi atau lembaga pendidikan yang memfokuskan diri pada kajian keagamaaan. Ali sudah sejak kecil belajar di madrasah dan sebentar lagi akan menjadi hafiz (penghafal Al-Quran). Akan tetapi, sejak kedatangan bibinya dari Pakistan, Ali kemudian belajar di sekolah umum untuk menjadi dokter atas keinginan bibinya.

Pembelajaran antara madrasah dan sekolah 180 derajat berbeda. Meskipun Ali hafal banyak juz dalam Al-Quran, ia sama sekali tidak mengetahui abjad latin. Ia yang diuji coba masuk kelas 3, kemudian mendapat perlakuan kasar dari gurunya sebab kebodohannya itu.

Di sisi lain, pihak madrasah merasa terancam dengan keputusan Ali dan keluarganya itu. Mereka khawatir anak-anak lain mengikuti jejak Ali dan meninggalkan madrasah. Mereka mengancam agar pihak keluarga Ali memilih antara Ali yang dikembalikan belajar di madrasah atau bibinya akan dilaporkan untuk dideportasi dari India sebab visanya kadaluarsa.

Ilmu Umum dan Ilmu Agama

Di Indonesia memang pertentangan antara madrasah dan sekolah hampir tidak terdengar. Tetapi mempertentangkan antara ilmu umum dan agama masih sering dijumpai. Manakah yang penting? Manakah yang harus dipelajari?

Untuk orang-orang yang mempelajari bidang keagamaan secara mendalam, tentu tidak akan terjebak seperti kisah ustadz-ustadz dalam film Alif (2016) tersebut. Mereka yang mempertentangkan antara ilmu umum dan ilmu agama adalah mereka yang terlalu berpikiran sempit. Bahkan, mempersempit pengertian ilmu Tuhan.

Ilmu agama memang ilmu riwayat yang harus dipelajari dengan berguru kepada orang yang memiliki silsilah keilmuan hingga Nabi SAW. Dalam pesantren, hal tersebut disebut sanad. Sebab, Al-Quran dapat dipahami dengan kita belajar kepada guru yang sanadnya bersambung dengan Nabi SAW. Tentunya, tidak ada pertentangan jika mengatakan bahwa ilmu agama ini adalah ilmu Tuhan.

Akan tetapi, ilmu umum juga termasuk ilmu Tuhan. Ilmu yang memang dibentangkan oleh Tuhan untuk dipelajari guna membantu kehidupan manusia di dunia ini. Fisika, Biologi, Kimia, Geografi, Astronomi dan lain sebagainya adalah ilmu yang dipelajari manusia dengan membaca alam semesta.

Alam semesta ini juga ciptaan Tuhan. Ia berjalan sesuai dengan sunnatullah (Hukum Allah) atau yang biasa dikenal dengan Hukum Alam. Bahkan, dalam Al-Quran manusia diajak untuk berpikir tentang alam semesta ini. Sehingga, dengan demikian dapat mengantarkan manusia sebagai makhluk (ciptaan) untuk mengenal sang Khaliq (Pencipta).

Al-Quran mengatakan dalam akhir surat al-Kahfi: “Katakanlah (Muhammad), ‘Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, niscaya habislah lautan itu sebelum kalimat-kalimat Tuhanku selesai (ditulis) meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu pula.’”

Lalu mana yang penting? Kedua-duanya merupakan ilmu yang penting dan memiliki kelebihan masing-masing. Akan tetapi, ilmu agama adalah ilmu yang harus diepelajari. Sebab, dengan ilmu inilah seseorang dapat mengenal Tuhan dan dapat mengerti tujuan penciptaanya di dunia ini.

***

Mempelajari ilmu agama terutama agama Islam hukumnya wajib bagi seorang muslim dalam kadar batas untuk menuntunnya dalam melaksanakan ibadah. Mempelajari tentu berbeda dengan mendalami. Memperdalam ilmu agama hukumnya fardhu kifayah bagi sebuah kelompok. Artinya, jika seseorang dalam sebuah kelompok sudah mendalami ilmu agama, maka gugurlah kewajiban yang lain.

Sedangkan ilmu umum bukan tidak penting. Ia termasuk ilmu penting yang dapat digunakan untuk berbuat amal kebaikan. Tidak mungkin semua orang akan menjadi ustadz. Harus ada yang menjadi dokter, petani, nelayan, dan lain sebagainya. Maka, kedua ilmu tersebut tidak selayaknya dipertentangkan.

Editor: Nirwansyah

Ilustrasi: Anshari’s Blog