Tatkala melihat unggahan foto atau video para artis nan terkenal maupun publik figur, jiwa ini terasa terguncang beberapa skala richter. Bagaimana tidak, dalam sekali unggah saja mereka berhasil mendapatkan ratusan bahkan jutaan likes atau comments dengan sekejap.
Kondisi di atas sangat berbanding terbalik dengan media sosial saya. Ketika saya mengunggah suatu postingan, sulit rasanya untuk mendapatkan likes atau comments. Bisa dapat puluhan likes saja rasanya sudah bersyukur, apalagi kalau sampai dapat jutaan like.
Hingga saat ini, saya masih saja berkhayal untuk jadi orang terkenal alias publik figur. Enak aja rasanya kalau melihat kehidupan mereka. Selain mendapatkan atensi dari banyak orang, tak jarang mereka juga dapat uang dalam setiap unggahannya.
Akan tetapi, saya kemudian berpikir ulang akan hal tersebut. Walaupun kehidupan saya sekarang ini cenderung pas-pasan, saya berusaha bersyukur dengan apa yang telah didapatkan saat ini. Berkaca dari apa yang saya alami atau lihat, ada beberapa hikmah yang bisa dipetik dari ketidakpopuleran saya ini.
Privasi Terjaga
Problematika privasi merupakan salah satu hal yang kerap menghantui para publik figur. Pokoknya ada saja sesuatu yang ingin diketahui oleh publik dari mereka. Entah itu umur, agama, bahkan sampai tempat tinggal.
Dalam hal ini, saya ingin mengambil sampel berupa Om Baim Wong. Di channel Youtube pribadinya, rumah Om Baim kerap didatangi oleh orang-orang tak dikenal dengan berbagai motif. Mulai dari yang minta foto terus pulang begitu saja hingga yang hanya sekadar minta uang secara terang-terangan.
Saya sendiri tidak begitu heran dengan kejadian yang menimpa Om Baim. Beliau sendiri dikenal sebagai pribadi yang suka berbagi di channel Youtube-nya. Namun, kebaikannya tersebut terkadang disalahartikan oleh beberapa orang. Oleh karena itu, mereka nekat mendatangi rumah Om Baim.
Saya merasa prihatin dengan masalah privasi yang kerap menimpa Om Baim. Bagaimana tidak, rumah yang seharusnya menjadi istana yang nyaman beralih fungsi menjadi sumber masalah baru. Hal tersebut terjadi gara-gara kedatangan tamu yang tak dikenal asal-usulnya,
Beruntung, masalah tersebut belum sampai menimpa saya yang menyukai kesendirian ini. Bagi saya, rumah adalah tempat untuk melepas lelah pikiran maupun badan. Sekaligus berkontemplasi untuk mencari bahan tulisan.
(Hampir) Tidak Punya Haters karena Tidak Terkenal
Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa semakin tinggi pohon maka semakin tinggi pula anginnya. Maksudnya, semakin tinggi jabatan atau nama seseorang, maka semakin banyak pula orang yang membencinya.
Saya sendiri cenderung mendapati bahwa pertumbuhan haters itu setara dengan kepopuleran seseorang. Apalagi kalau sosok tersebut terkenal dengan kontroversinya. Siap-siap saja terkena pedasnya kritikan atau makian yang datang dari para haters.
Saya beruntung, karena untuk saat ini saya belum memiliki haters yang terang-terangan menyatakan kebenciannya. Gimana mau dibenci, lha wong terkenal aja kagak. Hehehe.
Bagi saya, kritikan atau makian yang datang tak ubahnya seperti ombak yang teramat besar. Walaupun hanya satu atau dua yang datang, rasanya sudah bikin dada terasa remuk redam. Apalagi kalau yang datang sampai jutaan jumlahnya.
Meskipun demikian, hal tersebut mungkin tidak berlaku untuk sosok sekelas Maudy Ayunda. Bagaimana tidak, sudah cantik, pintar, jago nyanyi pula. Pengen deh rasanya tukaran nasib sama dia.
Handphone Terhindar dari Lag dan Panas
Walaupun rata-rata jumlah likes atau comments yang saya dapatkan di media sosial cenderung sedikit (tak sampai ratusan bahkan puluhan), bukan berarti saya ini tidak pernah mendapatkannya. Pada tahun 2018—tepatnya saat memasuki hari-hari terakhir bulan Ramadhan—postingan saya di Instagram pernah mendapatkan sekitar 200 likes lebih.
Ajaibnya, mayoritas likes maupun comments yang datang tidak berasal dari followers saya. Entah bagaimana orang-orang tersebut bisa mengetahui postingan saya yang bukan selebgram ini. Padahal di-repost sama akun sekelas “Dagelan” saja tidak.
Ketika notifikasi likes atau comments bermunculan, handphone saya mendadak jadi agak nge-lag sekaligus panas. Kejadian tersebut kemudian memberikan saya satu pelajaran penting. Ternyata, tidak selamanya menjadi terkenal itu memberikan kenyamanan.
Jika jumlah likes yang sekitar 200-an saja sudah membuat handphone saya seperti itu, bagaimana jadinya kalau likes yang datang sekitar ribuan atau bahkan jutaan jumlahnya. Wah, bisa-bisa modyar nih handphone saya yang harganya jauh di bawah iPhone tersebut.
Untuk saat ini, saya berusaha mensyukuri apa yang telah diberikan-Nya. Mungkin saya tidak atau belum cocok untuk menjadi orang terkenal. Ada banyak risiko yang nampaknya tak bisa ditanggung oleh kondisi mental saya saat ini.
Editor: Nirwansyah
Ilustrasi: VIVA.co.id
Comments